"Di ... dimana?" tanyaku gugup sambil memeriksa sekelilingku."Dia menunggu di mobil," jawabnya datar."Baik, aku akan mengikutimu," jawabku berpura-pura tenang, sambil mengeluarkan telepon genggamku, mencoba melaporkan apa yang terjadi kepada Dante.Pria itu masih berdiri di tempatnya."Berjalanlah duluan!" seruku berpura-pura membereskan barang-barangku."Telepon anda," sahutnya sambil menjulurkan tangan.Sepertinya dia tahu kalau aku sedang berusaha menghubungi Dante.Aku menghela napas panjang sambil menyerahkan telepon genggamku. Sial! Aku tidak mungkin lari, karena dia pasti bisa menangkapku dengan mudah. Naomi tampak bingung melihat kami."Sekarang berjalanlah! Aku akan mengikutimu!" tegasku, berpura-pura berani.Pria itu langsung melangkah keluar."Foto kami dari belakang, kirim kepada Dora, minta dia kirim ke Mister X dan bilang aku bersama pamannya!" bisikku dengan cepat kepada Naomi sebelum berjalan dengan cepat mengejar pria berpistol itu.Aku takut tapi juga tenang, karen
"Berhenti!"Aku mengangkat wajahku dan melihat Dante berdiri di pintu masuk. Dia langsung berjalan ke arah kami dan berdiri di antara aku dan Cherry."Berani-beraninya kau mengangkat tanganmu di hadapan istriku! Pergi dari sini sekarang juga!""Aku tidak akan pergi, sebelum kau menghentikan tuntutan kepada salonku!" bantah Cherry dengan marah."Hanya karena aku lupa memberitahu perubahan kostum pesta ulang tahunku, kalian berdua langsung melakukan hal sekeji itu! Aku akan memberitahu ayahku dan kakek!" rengek Cherry sambil menghentakkan kakinya.Dante hanya melipat tangan di depan dadanya sambil menatap Cherry dengan dingin."Kau pikir aku main-main?" teriak Cherry lalu segera mengambil teleponnya dan menghubungi ayahnya.Aku berbisik kepada Dante."Apa yang terjadi?""Tunggu saja, nanti juga kau akan tahu," jawab Dante juga berbisik."Ayahku akan segera datang! Kalian berdua akan berakhir kalau ayahku tiba. Sekarang perintahkan anak buahmu untuk menghentikan tuntutannya, Dante!" teri
"Apa kau sungguh-sungguh?" tanyaku dengan suara bergetar. Dante mengangguk sambil tersenyum manis.Aku menatapnya tidak percaya, lalu mataku mulai berkaca-kaca. Aku benar-benar cengeng."Hei, kenapa menangis? Bukankah sekarang kau seharusnya bahagia?""Aku rasa ini adalah airmata bahagia."Dante kembali tersenyum lalu meraih tubuhku dan mendekapku dengan erat. Untuk pertama kalinya dalam hidup, aku merasakan kebahagiaan yang tidak dapat kuungkapkan dengan kata-kata. Melebihi mendapatkan kemenangan dalam kompetisi atau juara di kelas. Melebihi hadiah yang kudapatkan atau pujian yang diberikan kepadaku. Aku membalas dekapan Dante dengan tidak kalah erat. Rasanya aku tidak ingin melepaskannya, takut ini hanya mimpi."Aku sangat ingin menciummu seperti saat kita berciuman di kamar waktu itu. Tapi rasanya kurang pantas melakukannya disini," bisik Dante membuatku tersipu malu, lalu kubenamkan wajahku ke pundak Dante.Perlahan Dante melepaskan dekapannya, lalu menatap wajahku dengan lembut.
"Bukan ... Bukan seperti itu," sahut Dante sambil menahan tawa."Kenapa kau menertawakan aku? Apa aku tampak menggelikan bagimu?" tanyaku kesal."Ruby, aku mohon dengarkan aku dulu. Aku tidak bermaksud menertawakanmu.""Lalu?" tanyaku cemberut. Dia harusnya tidak meremehkanku hanya karena tidak memiliki perasaan yang sama denganku."Sepertinya aku harus mengulangi kata-kataku, aku tidak menganggapmu gadis bodoh yang miskin. Tapi sepertinya kau memang cukup polos," jawabnya sambil tersenyum."Berhentilah bermain-main! Kalau kau membenciku katakan saja terus terang. Aku berjanji akan benar-benar menjauhimu dan menghapusmu dari hatiku. Mulai-""Ruby, sudah aku katakan dengarkan aku dulu," potong Dante lalu meraih tanganku perlahan.Apa yang dia lakukan? Kenapa dia memegang tanganku seperti ini? Sial! Jantungku berdetak sangat cepat, aku bisa mati karena perasaan ini.Aku segera menarik tanganku sebelum aku tidak bisa mengendalikan diri."Apa yang kau lakukan?" tanyaku ketus, berusaha men
"Apa maksudmu?" tanyaku langsung bangun dan menatapnya dengan marah."Akhirnya kau bangun juga. Maafkan-""Apa maksudmu?" potongku tidak ingin mendengar permintaan maafnya."Maksud yang mana? Penawaranku kalau boleh terus mencintaiku?" tanya Dante sambil tersenyum."Apa kau pikir lucu mempermainkan aku? Kau melarangku jatuh cinta kepadamu, tapi kau melakukan hal-hal yang membuatku tertarik kepadamu. Kau menciumku lalu mengatakan kau menyukaiku, tapi kemudian meminta kita bercerai karena aku mencintaimu," ucapku dengan suara bergetar.Dadaku tiba-tiba terasa sesak, airmata mulai menetes. Aku marah dan merasa terhina."Lalu aku bertekad untuk melupakan perasaanku demi kakek dan sekarang tanpa ada angin apapun, kau mengizinkanku mencintaimu asal memaafkan kesalahanmu? Siapa kau hingga merasa berhak mengatur perasaanku sesuka hatimu? Apa karena di hadapanmu aku ini gadis polos bodoh yang miskin? Sehingga kau bisa memerintahkan aku harus merasa seperti apa?" bentakku tidak tahan lagi.Meng
Beberapa orang mulai berbisik-bisik dan sebagian lagi menahan tawa. Aku menyapu seluruh ruangan dengan mataku. Semua orang berpakaian resmi, jas dan gaun mewah. Bahkan Cherry mengenakan gaun seorang putri. Aku satu-satunya yang mengenakan piyama dengan rambut terkepang dua."Apakah istri sepupumu akan menampilkan sesuatu?""Apa dia badut?" "Dia benar-benar gila, kenapa dia memakai piyama ke pesta?""Sepertinya dia berencana mempermalukan Cherry. Dasar jahat!"Aku bisa mendengar orang-orang mulai membicarakanku. Seharusnya sekarang aku berbalik dan pulang ke rumah sambil menangis. Tapi entah kenapa tubuhku hanya diam disana, menatap semua orang yang sedang menertawaiku.Otakku masih kesulitan memproses keadaan yang sedang terjadi ini. Aku masih tidak percaya kalau aku dipermainkan dan dipermalukan seperti ini.Tiba-tiba seseorang menarik tanganku."Ayo, pulang!" tegasnya sambil menyeretku keluar."Dante," gumamku pelan.Dante menghempaskan tanganku begitu kami keluar dari Ballroom."A