Share

SEPERTI MENDUNG
SEPERTI MENDUNG
Penulis: Alpian Ansor Abdul Rahman

Bag-1

SETIAP PASANGAN, tentu menginginkan hidup bersama dan bahagia. Namun, sangat berbanding terbalik dengan apa yang dirasakan oleh Nur. Dia tidak mendapatkan kebahagian sekecil pun, tetapi suaminya malah menjadi pengkhianatan atas cinta yang telah dipupuk sekian lama. Diki, suami dari Nur itu merantau ke seberang dengan awal tujuan untuk mencari kebahagiaan buat keluarga tercintanya. Akan tetapi, semua itu hanya kedustaan yang dirasakan oleh istrinya.

Nur merasakan syok berat ketika melihat sebuah gelembung pesan yang ada di ponselnya. Dia tidak mampu berkata sedikit pun, saat membaca isi di dalam gelembung pesan yang tampak di layar ponselnya. Matanya menjadi sayu, tubuhnya pun terlihat lemas dengan apa yang dialami olehnya ini. Sekian lama, seorang wanita yang dicap menurut hukum agama itu menjadi istri sah, tentu dengan setianya dan penuh kerinduan menunggu suaminya pulang. Namun, takdir cinta malah menjadi bumerang kegalauan yang berat untuknya. 

Kini saban harinya, seorang wanita yang mengharapkan suaminya pulang itu terus merenung dan melamun. Tatapannya terlihat sangat kosong. Mungkin, dia sangat sakit dan teramat sakit seperti sembilu menancap di hatinya. Nur yang dulunya mempunyai semangat yang ekstra untuk mewujudkan suatu keluarga bahagia. Namun sekarang ini, dia malah menjadi seperti daun yang gugur tertebak angin dan terombang ambing, hancur.

Bulan tampak indah menyinari malam dan kelap-kelip bintang sungguh menghiasi langit berwarna hitam. Namun, tampak sekali kesuraman menempel di dalam diri seorang wanita yang kurang beruntung. Nur hanya duduk saja di kursi yang berada di tengah rumah, tetapi matanya terlihat fokus kepada gorden berwarna merah gambar bunga. 

"Kak!" panggil Ani, adiknya dengan suara keras lalu Nur merasa terkejut saat mendengarnya.

"Apa?" 

"Jangan bengong!" kata Ani sambil menepuk pundak kakaknya.

Nur tidak berbicara sepatah kata pun. Dia hanya bisa melihat dan melemparkan kode dengan mengangguk-anggukan kepala. Seorang wanita yang berwajah cukup bersih, tetapi sekarang itu menjadi kurang terurus. Wajahnya penuh air bening dari mata sehingga saban harinya tidak tampak lagi kehidupan yang dia inginkan. Akan tetapi, Ani selalu memberikan support terus kepada kakaknya, sampai dia rela untuk menjual motornya untuk menghidupi Nur yang sedang ada di dalam fase sakit hati.

*

Lagi dan lagi Nur masih terlihat duduk di kursi dengan sekali berbicara sendiri dan arah ucapannya cukup sangat aneh. Ani yang baru saja tiba lagi di rumah setelah keluar untuk membeli keperluan dapur, sungguh dia merasakan hal yang tidak bisa terpikirkan. Tinggal di rumah hanya berdua saja, memang sangat tidak mudah untuk Ani mengurus kakaknya yang sedang dalam masa kesuraman. Namun, dengan telaten dan kesabaran yang ekstra, semua itu dia lakukan demi kakaknya agar bisa semangat kembali menjalani hidup. 

Langit yang terus menghitam, angin malam pun menerobos masuk ke dalam celah-celah jendela. Namun, angin itu amat terasa sehingga menggoyangkan gorden dan menerbangkan kertas yang ada di meja. Nur tidak bergerak dari tempat duduknya, sedangkan Ani yang berdiri di tengah rumah pun hanya bisa merasakan keanehan dengan kejadian yang dialaminya ini. 

Tiba-tiba saja, mata kakaknya yang bulat seperti bola pingpong itu berubah warna menjadi kemerahan dan di sekitar tangannya ada bintik-bintik merah. Ani semakin aneh dengan apa yang sedang dia tonton ini. Kelakuan kakaknya menjadi sangat beda, tangannya terlihat mencakar-cakar kursi dan tatapan matanya yang biasanya kosong menjadi sangat menakutkan. Wanita yang menjadi adiknya itu, kakinya bergetar, tangannya meremas-remas baju yang digunakannya lalu dia pun merasakan kekakuan. 

"Hmmmmm!" Suara yang keluar dari mulut kakaknya, Ani semakin ketakutan dan sebisa-bisanya dia membaca ayat suci yang tersimpan di otak. 

Nur sudah semakin menjadi-jadi, dia melemparkan semua yang ada di dekatnya. Bahkan, guci yang berada di sampingnya sampai pecah, akibat lemparan dia yang keras. Suara angin makin terasa saja di telinga adiknya. Ani mencoba untuk menjauhi kakaknya sambil mulutnya menyebutkan ayat-ayat suci Al-Qur'an yang dia hapal. 

*

Sekitar lima belas menit sesudah kejadian angin kencang yang masuk ke rumahnya. Dan sesosok wanita yang dipanggil kakaknya itu tergeletak di lantai. Ani yang baru masuk kembali ke rumah itu pun langsung terkejut dengan apa yang dilihat. Dia tidak menyangka bahwa kakaknya akan mengalami hal yang semacam kesurupan atau apa namanya? Ani belum tahu pasti dengan kondisi yang dialami kakaknya itu. 

"Kak ... Kak, bangun!" Tangan Ani mencoba untuk menggetar-getarkan tubuh kakaknya. 

Namun, sekian menit dia menunggu kakaknya bangun. Malah, melihat ada sesosok besar yang berwarna hitam, matanya memancarkan warna merah delima berjalan dari kamar ke arah Nur, seorang wanita yang sedang membangunkan kakaknya itu pun langsung terpental ke samping. Tangannya mencoba untuk menutupi wajah dengan mata masih terbuka dan melihat kejadian sesosok hitam itu masuk ke dalam tubuh Nur di balik sela-sela jarinya. Ani semakin dag-dig-dug dengan ini semua, dia pun langsung berdiri dari posisi duduknya dan mengayunkan kaki dengan cepat untuk keluar rumah. 

Sesampai di luar rumah, tampak sekali di sekelilingnya tidak ada orang yang berlalu lalang. Tangannya pun sudah penuh keringat dari rasa yang memunculkan ketakutan. Dia pun tidak bisa terdiam, kakinya terus berjalan ke sana-sini di teras rumah. Sungguh, malam yang mencekam, hanya suara jangkrik yang bisa terdengar. Namun, dia tidak bisa di luar rumah terus, sedangkan kakaknya masih ada di rumah dan tidak tahu kondisinya seperti apa setelah sesosok hitam itu masuk ke dalam tubuh yang sedang tergeletak di lantai.

Bulan yang terus menampakkan dirinya, tak peduli dengan waktu, apakah sudah pukul dua belas atau tidak? Seorang wanita yang masih remaja itu langsung mengambil sandal dan berlari untuk ke rumah kakeknya. Jalan yang dilewati pun penuh dengan pohon besar, suara-suara aneh pun selalu terdengar, ayunan kaki semakin cepat untuk bisa segera tiba di rumah kakeknya. 

*

Pintu yang terbuat dari kayu jati pun digedor-gedor oleh Ani dengan sangat keras, wajahnya pun terlihat resah sekali. Mungkin saja, dia memikirkan kondisi yang dialami kakaknya di rumah. Dan dia pun belum tahu, siapa yang masuk ke dalam tubuh kakaknya itu. 

"Kek ... Kakek ..., buka!" Ani terus menggedor pintu yang menjadi penutup rumah itu dengan napas ngos-ngosan. 

"Siapa?!" teriak seorang lelaki tua yang berada di dalam rumah. 

"Aku Ani, Kek. Aku takut, tolong buka pintunya!" perintah seorang wanita yang menjadi cucunya Kakek Samad. 

"Oh, si Geulis. Tunggu bentar!" Kakeknya pun berteriak kembali. 

"Ayo, Kek. Cepat!" Tangan Ani pun masih menggedor-gedor pintu. 

Suara kunci yang terbuka pun terdengar oleh Ani sehingga daun pintu langsung olehnya dimainkan. Dan Kakek Samad dengan sarung melingkar di lehernya pun melihat cucunya yang terlihat sudah menangis, lalu olehnya langsung dirangkul. Kemudian, cucunya yang mempunyai wajah cantik itu langsung dibawa masuk ke dalam rumah. Nenek Iyam yang sedang meriang pun bangun dari tempat tidurnya. Kemudian, dia langsung mendekati seorang wanita yang masih muda itu dengan syal masih melingkar di lehernya. 

"Ada apa, Neng?" tanya Nek Iyam. "Malam-malam, tumben ke sini sampai ngos-ngosan gitu," lanjutnya dengan tangan memegang ujung syal rajut.

"Se--sesuatu, Nek. A--ada yang aneh dengan kakak." Dengan napas yang ngos-ngosan Ani berbicara. 

"Ada apa dengan kakakmu, Neng?" Kakek Samad bertanya di hadapan Ani. 

Ani hanya mengeluarkan air mata, tak bisa berkata sedikit pun. Nek Iyam menjadi sangat penasaran dengan semua kejadian yang sedang menimpa cucunya itu. 

Tiba-tiba saja, Nek Iyam merasa kaget saat benda yang ada di hadapannya jatuh tertebak angin. Tanganya langsung memegang dada, gurat matanya memunculkan keanehan, dahi Nek Iyam pun mengkerut. Mungkin, hatinya sedang bertanya-tanya dengan tanda sebuah benda yang tiba-tiba jatuh itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status