SEORANG LELAKI TAMPAN BERADA DI DEPAN RUMAH ANI. Matanya menyorot terus ke arah rumah Ani seperti ada yang sedang dicari, sedangkan jalanan di depan rumah wanita itu tampak sepi sekali. Malam pun sudah semakin merangkak. Dan mungkin saja, orang-orang sudah pada istirahat.
Ani yang berada di ruang tengah rumah pun dia sangat sibuk sekali dengan laptopnya. Dia berkutat terus dengan benda itu, biasanya sampai tengah malam. Katanya, dia harus mengerjakan pekerjaan yang terpenting dulu. Berbanding terbalik dengan seorang wanita yang sedang dirundung galau—kakaknya—sudah istirahat.
Ani hanya sendiri saja berada di ruangan tengah rumah. Andaikan, dia melihat ke arah luar rumah. Pasti, hatinya akan merekah seperti bunga mawar yang indah. Namun, dia juga tidak mengetahui ada sesosok lelaki idaman berada di depan rumahnya. Dan lelaki itu menunggunya untuk keluar rumah. Sebab, kalau Riki yang mengetuk pintu rumah dan mengucap sa
"LIHAT, TUH! SI NUR SUDAH MULAI BICARA SENDIRI, KETAWA SENDIRIAN. DIA BENAR-BENAR GILA, YA?" tanya seseorang kepada teman-temannya yang sedang lewat di depan Nur.Mereka itu terdiri dari ibu-ibu yang mau pergi ke pasar. Mereka sering sekali melewati jalur depan rumah Nur. Maklum saja, jalur rumah wanita itu salah satu jalan yang cepat untuk mencapai pasar. Jadi, banyak warga yang selalu lewat jalan itu.Di beranda rumah, Nur duduk sambil memandang bunga mawar yang tertanam di sebuah pot hitam. Dia sangat menyukai tempat itu. Sampai-sampai, dia bisa menghabiskan waktunya hanya untuk memandangi bunga. Kadang kala, Nur sangat sedih jikalau ada satu bunga yang gugur. Namun, setelah dia mengalami kegalauan, bunga mawar yang ditanamnya tidak terurus.Setiap hari yang dijalaninya, tampak sekali tidak ada kebahagian. Gejolak batin pun terus berteriak kesedihan di dalam dadanya. Dia terlalu memikirkan Diki, sehingga jalan hidup y
"AYO, KITA MAKAN!" ajak Nek Iyam kepada Ani dan sekalian menyuruhnya untuk membangunkan Nur yang masih istirahat.Semalam, makanan yang dibawa oleh Nek Iyam tidak dimakan. Jadi, pagi harinya oleh Nek Iyam dipanaskan kembali. Dan masih untung, makanan tersebut belum basi ataupun bau.Aroma makanan yang menyeruak sehingga mengisi full ruangan meja makan. Duh, pasti enak, batinnya Ani berbicara di kala mencium aroma makanan. Akan tetapi, lelaki tua—Kakek Samad—yang rambutnya sudah memutih itu baru saja tiba dari depan rumah. Alangkah nikmatnya rasa yang tercium oleh mereka. Sampai, cacing-cacing yang ada di perut pun mulai berdemo ingin segera dikasih makan.Nek Iyam sibuk dengan menata piring-piring di meja makan, sedangkan Ani yang disuruh untuk membangunkan kakaknya langsung pergi ke kamar. Wanita muda itu mengayunkan kakinya dengan memegang sebuah ponsel.Alunan m
LANGIT YANG CERAH MENJADI SAKSI KETIKA SEORANG LELAKI SEDANG BERUCAP KEPADA ANI. Wanita itu pun tidak menyangka kepada apa yang diucapkan oleh Riki. Mulut Ani menjadi kaku di saat ucapan lelaki yang duduk di sampingnya itu menerobos masuk telinga. Dia bingung harus menjawab apa. Pikirannya pun tidak menampilkan jawaban-jawaban yang mau dia lontarkan. Sungguh, dia hanya dibuat terpaku atas ucapan yang Riki lemparkan kepadanya."Aku mau main ke rumahmu, boleh?" tanya Riki.Ani terdiam dengan pertanyaan itu. Dia tidak tahu harus menjawab apa. Dalam hati yang bergejolak, jantung berdetak kencang. Wajahnya menunduk, seakan-akan itu kode yang baik bagi lelaki di sampingnya."Ya, udah. Ntar malam, aku ke rumahmu!" kata Riki mantap."Eh, t--tapi ....""Pokoknya, aku akan ke rumahmu titik." Riki memotong ucapan Ani.Siang yang begitu bers
ADA CAHAYA YANG TERPANCAR DARI DALAM SUMUR. Kakek Samad yang sedang duduk pun melihat itu semua. Dia langsung mendekatinya, sampai-sampai Kakek Samad tidak mengerti apa yang sedang terjadi di dalam sumur itu. Tubuhnya disandarkan ke tembok. Kakek Samad berpikir, ini hal yang janggal bahwa di dalam sumur itu seperti ada lampunya.Malam ini juga belum terlalu malam, jam masih menunjukan pukul 20.00 yang mana Riki pun belum pulang dari rumah cucunya. Namun, lelaki tua itu malah mendapatkan kejadian yang di luar nalar. Kakek Samad menggeleng-gelengkan kepala. Kemudian, dia langsung mengayunkan kakinya untuk memberi tahu Nek Iyam yang sedang asyik menonton layar cembung bergambar; sinetron."Ambu ... Ambu ...!" panggil Kakek Samad yang sudah berada di belakang Nek Iyam.Nek Iyam tidak menjawab, dia terlalu asyik dengan sinetron. Jadi, fokusnya hanya kepada layar cembung yang ada di depannya.&nb
"INI DI DALAM KOTAK, BUKAN HANYA SEKEDAR BENDA SAJA, TETAPI ADA PENUNGGUNYA." Kakek Samad tidak mengira apa yang diucapkan oleh orang pintar di depannya. Mulut lelaki tua itu serasa kaku, dia pun hanya bisa terpaku di tempat duduknya. Batinnya bergejolak, ingin sekali marah kepada anaknya. Namun, semua itu sudah tiada. Tidak bisa dipikirkan oleh lelaki tua itu, kenapa anaknya bisa sebejat ini. Mempunyai benda yang sungguh-sungguh dilarang oleh agama dan ini bisa disebut musyrik.Orang pintar yang berada di kaki Gunung Ciremai itu pun memberitahukan semua isi di dalam kotak. Tentu, dari sebuah benda yang ada di kotak itu ada isinya. Wajah Kakek Samad pun tampak serius untuk memahami apa yang dikatakan orang pintar itu. Setiap penjelasan yang disampaikannya. Tentu, oleh lelaki tua itu setiap penjelasan selalu disangkutkan kepada kejadian yang menimpa keluarganya."Kek, isian ini berbagai macam dan tergolong bisa mengganggu kalau ti
DULU, KAKEK SAMAD PERNAH MENDENGAR ANAKNYA BERCERITA. Namun semua itu, hanya dijadikan hal yang biasa saja. Lelaki tua itu menganggap bahwa semua itu hal yang wajar. Ketika anaknya bercerita, bahwa sering banget di rumahnya terdengar suara yang aneh; macan; orang yang berdeham; segala macam yang terdengar oleh telinganya. Kakek Samad merasakan penyesalan yang amat dalam. Dia tidak mendengarkan cerita anaknya yang sewaktu masih hidup.Pergolakan batin yang sungguh merajalela. Lelaki tua itu tidak bisa berdiam dengan tenang. Dia tidak mampu untuk melakukan segala kehidupan kalau semua ini belum ada jalannya. Apalagi ini menyangkut keluarganya. Lelaki tua itu seperti berjalan di atas jurang yang jembatan bambunya mau putus. Sungguh, gerak tubuhnya tidak bisa diam."Bah, dari tadi ke sana-sini terus," kata Nek Iyam yang melihat tingkah laku suaminya.Sudah empat hari, mereka berdiam diri di rumah cucunya. N
ADA KEJUTAN YANG DIBERIKAN RIKI UNTUK ANI. Wanita itu tidak menyangka dengan tiga bungkus cokelat Silverqueen kesukaannya. Ada rasa yang begitu bergelora ketika bungkusan cokelat itu ada kata-kata yang jika digabungkan semuanya 'aku sayang kamu'. Mana mungkin wanita muda itu tidak bergetar hatinya, sedangkan dia terus menerima perlakuan yang sungguh di luar nalar.Bungkusan cokelat itu dikirim melalui kurir dari salah satu pelayanan jasa. Awalnya dia bingung, siapa yang mengirim bingkisan kepadanya. Dilihat dari pengirimnya pun tidak ada nama. Namun, pada saat dia mendapatkan satu pesan chat dari pengirim yang bernama Riki. Wanita cantik itu langsung curiga di saat sebelum membuka chat pun. Alhasil, benar juga dugaan Ani yang mengirim cokelat itu adalah Riki.'Sampai kapan begini?' Hatinnya terus bertanya-tanya. Ani merasakan bahwa semua pemberian ini adalah sebuah kode untuknya. Dia pun mempunyai prasangka bahwa Riki itu mempuny
NUR MENGAMUK, di saat orang pintar berkopiah hitam itu mulai membakar kain putih yang ada coretan dari tinta emas. Tubuhnya enggak bisa diam, ada warna yang begitu merah dari bulat matanya. Aa Ujang, orang pintar itu pun terus membacakan mantra-mantra untuk mengusir yang menempel di kain putih tersebut. Nur semakin memberontak. Kakek Samad sampai harus dibantu dengan istrinya untuk memegangi kaki yang menendang-nendang angin. Ani pun sibuk merafalkan ayat kursi di depan tubuh kakaknya yang terus memberontak itu.Kejadian ini sudah diperhitungkan oleh Kakek Samad. Lelaki tua itu pun sudah mengira bahwa penunggu benda yang ada di kotak kayu akan menyerang salah satu keluarganya. Dan itu terjadi sekarang ini. Cucu yang paling besarnya diserang oleh penunggu kain putih.Asap pembakaran semakin terlihat, kain putih mulai hilang sedikit-sedikit. Namun, keadaan Nur semakin parah. Mungkin, penunggu itu kepanasan. Sampai, air keringat men