Malam itu, pesta perayaan di istana berlangsung dengan meriah. Para pembesar kerajaan dan menteri duduk di sepanjang sisi kiri-kanan dalam aula istana, di tengah adalah singgasana raja Qi You dan ratu Xian Lian.
Entah mengapa, sejak sore bayi putra mahkota sangat rewel, menangis tanpa henti. Ratu Xian Lian terpaksa meminta izin kepada suaminya untuk meninggalkan aula.Akhirnya Xian Lian tinggal di kamar tidur pribadi bersama putra mahkota, didampingi bibi Shu, orang kepercayaannya.“Sungguh aneh, mengapa di sini putra mahkota tidak menangis, tetapi di aula dengan orang banyak ia menangis keras sekali?” gumam Xian Lian keheranan.“Mungkin Tuan Muda tidak nyaman dengan keramaian, Yang Mulia. Akan kusuruh Pembantu Kecil membawakan sup hangat untuk Anda!” kata bibi Shu.Xian Lian mengangguk, sebenarnya ia merasa sedih tak dapat mendampingi suaminya namun kesehatan putra mereka jauh lebih penting.Bibi Shu keluar dari kamar, memanggil seorang gadis muda berpakaian pelayan yang berdiri di depan pintu, sedang mengamati sekitar.“Pembantu Kecil, mengapa kau melihat-lihat seperti itu?” tegur bibi Shu.“Bibi Shu, apakah Bibi tidak melihat keanehan di depan mata sekarang ini?’ Pembantu Kecil bertanya dengan suara berbisik, matanya tak lepas memperhatikan para tentara yang berjaga di sekitar kediaman ratu Xian Lian.“Aneh?” bibi Shu melihat sekeliling namun kepala tuanya tak menangkap sesuatu yang bisa disebut aneh oleh si Pembantu Kecil.Pembantu Kecil mengangguk berulang kali sebelum melanjutkan, “Lihat, mengapa banyak sekali pengawal ditempatkan di area kamar ratu? Seperti takut kalau orangnya melarikan diri saja!”“Huss!” bibi Shu mengetuk kepala Pembantu Kecil dengan kepalan tangan keriputnya. “Jangan suka bicara sembarangan! Cepat ambilkan sup hangat untuk ratu!”Meringis sambil mengusap-usap kepalanya, si Pembantu Kecil bergegas menuju ke arah dapur untuk menjalankan tugas yang diperintahkan bibi Shu.Jalan menuju ke dapur istana cukup jauh, dan di mana-mana banyak tentara bersenjata tombak berjaga. Karena merasa tak nyaman, ia memilih untuk melalui jalan rahasia yang mengarah ke taman kecil di belakang dapur.Jalan rahasia itu berupa sebuah lorong sempit yang hanya bisa dilalui anak kecil atau gadis remaja bertubuh kurus saja.Pintu keluarnya adalah sebuah lubang yang terhalang tanaman dan sebuah patung ikan sehingga tak nampak dari luar.Taman itu tak memiliki penerangan, sehingga ia hanya dapat mengandalkan cahaya bulan dan cahaya penerangan dari dalam dapur yang menembus melalui jendela setengah terbuka di samping pintu.Ketika akan membuka pintu dapur, Pembantu Kecil mendengar suara kasak-kusuk di dalam dapur.Karena penasaran, ia memberanikan mengintip melalui jendela .Nampak selir Xue Yuan dan ajudan Ma Yin sedang membubuhkan serbuk pada makanan yang ada dalam kuali.“Sebentar lagi raja Qi You, ratu, dan putra mereka akan mampus!” selir Xue Yuan tertawa nyaring, tawanya terdengar mengerikan di telinga Pembantu Kecil.Tubuh mungil gadis itu gemetar ketakutan, kaki-kakinya mendadak terasa lemas tak bertenaga saking takutnya.“Aku harus segera memberitahu ratu,” kata Pembantu Kecil dalam hati.Ia buru-buru berbalik kembali melalui jalan rahasia, namun tak sengaja kakinya menabrak sesuatu.Setelah memeriksa secara seksama, ternyata ia hampir menginjak mayat laki-laki yang tergeletak di dekat patung ikan.Tak hanya satu, melainkan lima, dan ia kenal betul siapa mereka. Semuanya adalah juru masak istana.Pembantu Kecil menutup mulut dengan kedua tangan, menahan diri untuk tidak menjerit histeris.“Siapa itu?” terdengar suara selir Xue Yuan disusul pintu jendela dibuka. Pembantu Kecil merangkak melalui lubang sebelum ketahuan.“Sudah, tidak perlu mencari tahu lagi!” kata ajudan Ma Yin. “Sekarang kita harus segera menjalankan rencana. Para prajurit sudah dalam kendali kita, tinggal melumpuhkan raja dan orang-orangnya.”Xue Yuan mengangguk, “Aku akan membereskan ratu dan bayinya!”Mereka-pun berpisah, setelah berbagi tugas. Xue Yuan diiringi dayang-dayang membawa semangkuk sup di atas nampan menuju kamar ratu Xian Lian.Sementara ajudan Ma Yin mengerahkan orang-orangnya yang sudah berpakaian seperti pelayan, membawakan makanan berlumur racun ke acara perjamuan yang sedang berlangsung.Pembantu Kecil berlari melalui jalan pintas agar sampai lebih dulu, kalau terlambat sedikit saja, nyawa ratu akan melayang.Xian Lian dan bibi Shu menoleh bersamaan ketika Pembantu Kecil masuk ke dalam kamar secara tiba-tiba, napasnya ngos-ngosan seperti habis berlari jauh.“Apa yang terjadi denganmu? Mengapa wajahmu pucat seperti habis melihat hantu?” tegur bibi Shu. Pembantu Kecil buru-buru menutup pintu dan jendela, tubuhnya gemetar ketakutan.“Ra … Ra … Ratu … ha … harus … segera … lari!” kata gadis itu terbata-bata dengan napas memburu.“Lari? Apa maksudmu?” Xian Lian menyerahkan bayinya pada bibi Shu, lalu mengguncang lengan Pembantu Kecil.“Se … Selir … Xue … Yuan … dia … dia … akan mem … membunuh … Anda!”Xian Lian bagai disambar petir mendengar penuturan Pembantu Kecil, “Aku akan melapor pada Yang Mulia!”Pembantu Kecil menahan langkahnya, “Yang Mulia …harus … harus … pergi!”“Mengapa?”“Semua pengawal di luar sudah dalam kendali pangeran Qi Xiang dan selir Xue Yuan!” akhirnya Pembantu Kecil mampu berbicara dengan lancar meski tubuhnya masih gemetar.Tiba-tiba terdengar teriakan kasim istana di luar, “Selir Xue Yuan datang menghadap Ratu!”“Ya Tuhan, kita terlambat!” mata Pembantu Kecil berkaca-kaca. Ia sangat ketakutan saat ini, bukan takut oleh keselamatannya sendiri, tetapi takut orang jahat membunuh ratu yang sangat dihormati dan dicintainya.Ratu Xian Lian menuju ke peraduan, disingkapnya selimut tebal yang menutupi tempat tidur, menampakkan sebilah papan tebal di bawahnya.Ia ingat suaminya pernah memberitahu tentang sebuah jalan rahasia di kamar mereka yang akan mengarah ke bagian belakang istana apabila ada bahaya.“Yang Mulia Ratu, hamba Xue Yuan datang menghadap!” terdengar suara lembut penuh kepalsuan milik selir Xue Yuan di balik pintu. “Hamba datang membawakan sup sehat untuk Yang Mulia.”“Tunggu sebentar, aku masih menyusui!” teriak Xian Lian seraya tangan kanannya menarik tali rumbai pengikat tirai di atas tempat tidurnya. Seketika alas tidur terbuat dari papan itu bergerak memutar, terlihat ada ruang di bawahnya.Ratu memberi isyarat pada bibi Shu untuk masuk ke dalam ruang tersebut lebih dulu. Setelah bibi Shu turun bersama putra mahkota, Xian Lian menyuruh Pembantu Kecil menyusul namun gadis muda pemberani itu menolak.“Aku akan menahan Selir Xue Yuan, Yang Mulia jaga diri baik-baik!” bisik Pembantu Kecil.“Kau bisa mati kalau tetap di sini!” mata permaisuri mulai berair.“Lebih baik satu nyawa daripada kita berempat binasa,” kata Pembantu Kecil berkeras.Terdengar ketukan tak sabar di pintu, “Apakah hamba sudah boleh masuk, Yang Mulia? Nanti sup nya keburu dingin.”Ratu Xian Lian akhirnya turun ke ruang rahasia sambil berurai air mata. Dari bawah ia mendongak ke atas, Pembantu Kecil melambai ke arahnya untuk terakhir kali sembari tangannya menarik tali rumbai. Papan itu pun menutup kembali.Pembantu Kecil menutup papan tersebut dengan selimut tebal. Kemudian ia berlari ke meja rias, mengambil gunting lalu menggunting putus tali rumbai itu.Pintu digedor dengan keras dan akhirnya dibuka paksa oleh dua orang tentara. Xue Yuan masuk, hanya mendapati seorang pelayan berdiri di tengah ruangan seolah menantangnya.“Ke mana Ratu? Bukankah dia baru saja ada di sini?” alis tipis melengkung Xue Yuan naik, keningnya berlipat.“Maaf, dari tadi hanya hamba yang ada di sini!” jawab gadis muda itu berani.Xue Yuan naik pitam, dicekiknya leher si Pembantu Kecil seraya mengancam.“Katakan di mana perempuan bodoh itu atau kau mati di tanganku!”Pembantu Kecil tak bergeming, membuat Xue Yuan semakin murka. Selir raja itu mengambil mangkuk yang awalnya ia persiapkan untuk sang ratu.Dengan amarah membabi buta, ia mencengkram kedua pipi Pembantu Kecil dengan paksa hingga mulutnya terbuka lalu dicekoki sup beracun buatannya. “Mampus kau, Gadis tak tahu diri!”Hanya beberapa menit berselang, tubuh gadis malang itu menggelepar kesakitan karena dada dan lambungnya serasa terbakar. Ia tewas dengan mata membelalak dan wajah menghitam.Sementara itu di aula istana, banyak yang bernasib sama dengan Pembantu Kecil. Pembesar istana dan menteri yang setia dengan raja meregang nyawa di hadapan raja Qi You.“Siapa yang tega melakukan ini?” teriak raja Qi You murka. Beruntung raja belum sempat menyantap makanannya hingga ia selamat.Pangeran Qi Xiang bangkit berdiri dan maju ke tengah sambil tertawa licik, “Akulah yang meracuni mereka, Yang Mulia.”“Mengapa, Kakak Xiang?” mata raja Qi You membelalak tak percaya.“Karena aku sudah bosan hidup di bawah hinaanmu, seharusnya aku yang pantas menjadi raja bukan adik yang lemah sepertimu!” Qi Xiang menatapnya penuh kebencian.“Pengawal!” teriak raja Qi You memanggil. Puluhan pengawal muncul membawa tombak dan pedang, mereka mengepung pangeran Qi Xiang. Qi Xiang hanya tersenyum sinis tanpa gentar sama sekali.“Tangkap pemberontak ini!” titah raja Qi You. Bukannya menurut, para pengawal itu justru balik mengepungnya.Qi Xiang tertawa terbahak-bahak menyaksikan raja Qi You yang kebingungan, “Aku sudah mempersiapkan segala sesuatu sebelumnya, Adikku. Kini semua tentara istana ada di pihakku, juga para menteri dan pembesar kerajaan.”Qi You mengedarkan pandangan pada orang-orang bawahannya yang masih hidup, mereka semua tertunduk sedih tak berdaya. Ia sadar telah dikhianati oleh orang-orang yang ia percaya dan cintai.“Besok umumkan pelantikanku menjadi raja di depan rakyat atau istri dan putra mahkota-mu akan kupenggal di depanmu, Adikku!”Di puncak Gunung Kunlun yang menjulang tinggi, kabut tipis menyelimuti puncak-puncak batu yang tajam. Udara dingin pegunungan menerpa wajah dua sosok yang berdiri tegap di atas jembatan batu kuno. Yu Ping dan kakak angkatnya, Xin Ru, berdiri berdampingan, mata mereka menatap jauh ke dalam jurang yang dalam dan gelap di bawah.Yu Ping, mengenakan pakaian kerajaan dengan garis emas di sepanjang tepi kain sutra yang terjuntai hingga nyaris menyentuh tanah, menggenggam seruling emas di tangan, dan sebuah golok hitam diselipkan di belakang punggung. Di sampingnya, Xin Ru berdiri dengan postur waspada, matanya yang tajam menyapu sekeliling, siap menghadapi apapun yang mungkin terjadi."Kau yakin dia akan muncul?" tanya Xin Ru, suaranya nyaris berbisik.Yu Ping mengangguk pasti, senyum tipis tersungging di bibirnya. "Aku yakin, karena dia adalah guruku.” Dengan gerakan perlahan, Yu Ping mengangkat seruling ke bibirnya. Ia menarik napas dalam, lalu mulai meniup. Nada-nada lembut mengalir d
Aula kerajaan Qi dipenuhi oleh kemegahan dan kemewahan. Dinding-dinding berukir emas berkilau di bawah cahaya ribuan lilin yang menerangi ruangan. Aroma dupa yang manis mengambang di udara, menciptakan suasana sakral yang teduh.Di tengah aula, Yu Ping berdiri tegap, mengenakan jubah kerajaan berlapis emas. Wajahnya tenang berwibawa, mencerminkan seorang yang berhati lembut namun juga tegas. Kasim Liu, berlutut di hadapannya, menyodorkan mahkota dan jubah emas kerajaan di atas bantal beludru merah.Dengan gerakan perlahan, Yu Ping mengambil mahkota itu dan meletakkannya di atas kepala. Jubah emas kemudian disampirkan di bahunya, melengkapi penampilannya sebagai seorang raja. Seketika itu juga, seluruh ruangan dipenuhi oleh suara gemerisik kain—para Jenderal dan Menteri berlutut, memberikan penghormatan kepada raja baru mereka.Di samping singgasana raja, dua wanita cantik duduk dengan anggun. Di sisi kiri, Sayana, dengan pakaian mewah dan perhiasan yang gemerlap, tersenyum anggun. Mat
Mentari bersinar cerah di atas Kota Xianfeng, cahayanya memantul dari atap-atap bangunan. Udara dipenuhi oleh semangat dan kegembiraan yang menggelora, seiring dengan persiapan pelantikan Yu Ping sebagai raja baru Negeri Qi.Hiruk pikuk keramaian terdengar dari setiap sudut kota, sementara di dalam istana, para pelayan berlarian kesana-kemari, sibuk dengan persiapan acara yang akan berlangsung selama tujuh hari tujuh malam.Di aula utama istana, Kepala Pelayan, seorang pria paruh baya dengan wajah serius namun berwibawa, tampak kewalahan menerima bingkisan hadiah yang terus berdatangan. Utusan dari berbagai negeri jiran dan perwakilan sekte-sekte aliran putih dari seluruh penjuru negeri silih berganti memasuki ruangan, membawa persembahan untuk raja baru mereka."Yang Mulia pasti akan sangat senang melihat sem
Suasana suram menyelimuti pemakaman keluarga kerajaan. Angin semilir membelai dedaunan pohon-pohon tua yang mengelilingi area sakral itu. Di tengah keheningan, sosok Yu Ping berlutut di depan sebuah makam yang masih baru. Tangannya gemetar memegang beberapa batang hio yang telah dinyalakan, asapnya mengepul tipis ke udara. Dengan hati-hati, ia menancapkan hio-hio tersebut ke dalam hiolo -tempat dupa yang terbuat dari logam berukir indah- yang terletak tepat di depan batu nisan ibunya, Xian Lian.Yu Ping menatap lekat nama yang terukir di batu nisan itu. Matanya yang berkaca-kaca menyiratkan kesedihan mendalam. Ia menghela napas berat sebelum berbisik lirih, suaranya nyaris terbawa angin."Ibu," ucap si pemuda dengan nada bergetar, "sekian lama aku mendambakan pertemuan dengan orang tua kandungku. Tapi mengapa, ketika akhirnya kita dipertemukan, waktu begitu kejam membatasi kebersamaan kita?"Jemarinya perlahan menelusuri ukiran nama ibunya di batu nisan. "Qi Yun sungguh beruntung,"
Kedua pendekar muda itu berhadapan di udara, aura mereka yang bertolak belakang - keemasan milik Yu Ping dan kegelapan milik Qi Yun - bertabrakan, menciptakan gelombang energi yang membuat udara bergetar."Qi Yun," balas Yu Ping, suaranya tenang namun penuh ketegasan. "Hentikan semua ini! Terlalu banyak nyawa yang telah melayang."Qi Yun tertawa sinis. "Hentikan? Tidak akan! Hari ini, salah satu dari kita akan mati!"Bersamaan dengan itu Qi Yun mengayunkan goloknya, menciptakan gelombang energi hitam yang melesat ke arah Yu Ping. Yu Ping dengan sigap mengeluarkan seruling saktinya, bersiap menghadapi pertarungan yang akan menentukan nasib kerajaan Qi.Di bawah, pasukan kedua belah pihak menghentikan pertempuran sejenak, mata mereka tertuju ke langit di mana dua sosok pemimpin mereka akan bertarung hingga titik darah penghabisan. Mereka tahu, hasil pertarungan ini akan menentukan tidak hanya nasib mereka, tapi juga masa depan seluruh kerajaan.Langit di atas Xianfeng menjadi arena perta
Di atas benteng kokoh, di kotaraja Xianfeng, Qi Yun berdiri tegak, jubah perang yang berat dan berkilauan menambah kegagahannya. Matanya yang tajam menatap ke kejauhan, menanti kedatangan musuh yang ia tahu pasti akan tiba.Berita kekalahan para Jenderal Perang dan pasukannya telah sampai ke telinganya, dibawa oleh prajurit-prajurit yang berhasil meloloskan diri dari pertempuran.Suasana di atas benteng sunyi senyap, hanya deru napas para pasukan yang merasa tegang memecah keheningan. Mereka telah mendengar desas-desus tentang kesaktian Yu Ping, dan ketakutan mulai merayapi hati mereka. Namun, di bawah tatapan dingin Qi Yun, tak seorang pun berani menunjukkan keraguan."Pasukan siap, Pangeran!" lapor seorang perwira. "Pemanah, infanteri, dan pelontar batu telah mengambil posisi."Qi Yun mengangguk singkat, matanya tak lepas memandang langit. Tak lama kemudian, apa yang ditunggunya muncul. Dari kejauhan, terlihat pasukan Yu Ping yang mulai mendekat. Mereka berhenti agak jauh dari bent