Share

3. BAYI YANG DITUKAR

Upacara pelantikan Qi Xiang dilangsungkan keesokan harinya, disaksikan seluruh pejabat negara dan bala tentara.

Raja Qi You tak memiliki pilihan selain menuruti keinginan kakaknya demi keselamatan ratu dan putra mahkota.

Dengan berat hati ia menyerahkan mahkota dan jubah emas kerajaan kepada Qi Xiang.

Raja baru itu bangkit berdiri, dibantu ajudan Ma Yin, ia mengenakan pakaian kebesaran raja dan memasang mahkota dengan hiasan naga emas di kepalanya.

Qi Xiang menyeringai puas, ia duduk di singgasana dengan pongah.

“Sekarang izinkan aku berkumpul lagi dengan istri dan anakku!” ujar Qi You.

Qi Xiang menoleh padanya dan tersenyum sinis.

“Berlutut dan memohonlah padaku selayaknya seorang hamba!” Qi Xiang menyeringai kejam.

Sudah lama ia memimpikan hal itu terjadi, adik yang dibencinya bertekuk lutut dan mengemis meminta pengampunan.

Mengubur harga dirinya, Qi You berlutut dan mengiba, “Kumohon lepaskan istri dan anakku!”

Qi Xiang tertawa terbahak-bahak, lalu membungkukkan badan agar dapat melihat ke mata Qi You, “Kau kira setelah ini aku akan membiarkan kalian tetap hidup, hah? Apalagi putramu yang bersisik itu, aku harus membunuhnya lebih dulu sebelum ia kelak membunuh dan merampas tahta-ku!”

Qi You terkesiap, tak menyangka kakaknya berubah menjadi sangat kejam hingga tega ingin membunuh keluarganya sendiri.

“Aku adalah saudaramu satu-satunya, bisakah kau berbelas kasih sedikit saja?”

“Mendiang ayah sering memaki-ku sebagai anak haram, sejak itu aku tidak pernah menganggap dirimu sebagai saudara. Kau hanyalah duri dalam daging bagiku!” desis Qi Xiang.

Qi You sudah hilang kesabaran, dengan kekuatan yang ada ia merangsek ke arah Qi Xiang.

Namun Qi Xiang berkelit ke samping hingga tubuh Qi You menabrak kursi singgasana di depannya.

Saat ia berbalik, Ma Yin sudah menodongkan pedang ke lehernya.

“Kau berniat membunuhku? Sungguh cari mati!” Qi Xiang melotot marah, sejenak kemudian ia berteriak memanggil pengawal.

“Pengawal, bawa pemberontak Qi You ke alun-alun Kota Raja untuk dieksekusi!” titah Qi Xiang mengejutkan semua yang hadir di situ, termasuk para pengawal.

Mereka tak berani bergerak, bagaimanapun Qi You pernah menjadi pemimpin mereka.

“Apa yang kalian tunggu? Cepat laksanakan!” bentak Qi Xiang pada dua pengawal yang terlihat ragu-ragu.

Dengan bengis Qi Xiang merampas pedang di tangan Ma Yin lalu menebasnya ke dada mereka berdua, dua pengawal tersebut ambruk ke lantai dan tewas seketika.

“Inilah hukuman bila tak menuruti perintahku!” kata Qi Xiang penuh kegeraman. Semua yang hadir merasa ngeri melihat pemandangan itu.

“Tunggu dulu, Yang Mulia!” Ma Yin membisikkan sesuatu ke telinga Qi Xiang. Raja lalim itu tersenyum sambil mengelus jenggotnya.

“Ide bagus, kuserahkan penjahat negara ini padamu!” Qi Xiang menepuk bahu Ma Yin.

Ma Yin membalas senyum liciknya seraya mengangguk.

Sebelum pergi, Qi Xiang memandang Qi You dengan senyum mengejek, “Selamat tinggal, Saudaraku!”

Qi You hanya terdiam, begitupun saat Ma Yin melepaskan pakaian tebalnya secara paksa hingga menyisakan pakaian dalam berupa kimono berwarna putih.

Gelungan rambut pun dilepas hingga rambut panjangnya bergerai awut-awutan.

Tangan dan kaki dibelenggu dengan tali tambang besar, Qi You ditempatkan dalam sangkar besi beroda lalu diarak menuju alun-alun Kota Raja.

Penduduk kota Xianfeng berkumpul di alun-alun, menyaksikan raja mereka tercinta diperlakukan seperti penjahat perang.

Tak sedikit dari mereka yang menangis prihatin, namun tak berani menghadapi tentara-tentara berwajah bengis, ditambah tujuh Malaikat Pencabut Nyawa, antek-antek Qi Xiang yang memiliki riwayat kriminalitas tertinggi di seluruh negeri.

Diam-diam Xian Lian dan bibi Shu menyelinap di antara penduduk kota yang berjubel, menonton Qi You dikeluarkan dari sangkar besi lalu diseret ke atas panggung yang ada di tengah-tengah alun-alun.

Di sana telah bersiap algojo berjubah hitam membawa sebilah golok.

Xian Lian menutup mulut dengan kedua tangan, air mata berderai menuruni pipinya yang putih mulus.

Tak kuat rasanya menyaksikan pria yang dicintainya dalam kondisi memprihatinkan.

Kalau tak ingat bayinya, tentu ia sudah maju ke depan dan memilih mati bersama suaminya.

Ma Yin menekan pundak Qi You hingga mantan raja yang malang itu jatuh berlutut.

Tak ada ketakutan di mata Qi You, tampaknya ia sudah pasrah akan nasibnya.

“Kalian semua dengar, Qi You adalah anak haram raja terdahulu. Ia telah membunuh ayahnya dan menyingkirkan Yang Mulia Qi Xiang agar bisa menjadi raja. Kalian semua sudah dibodohi selama ini!” teriak Ma Yin keras-keras agar semua rakyat mendengarkan fitnah keji yang ia tebarkan.

Xian Lian mengepalkan tangan mendengar kasak-kusuk penduduk yang mendengarkan kata-kata Ma Yin, bibi Shu mencengkram lengannya untuk mencegah ratu bertindak nekat.

“Xian Lian, kau lihat suamimu seorang penjahat negara sedang tak berdaya di sini. Sebaiknya kau dan anakmu menyerahkan diri sekarang juga!” teriak Ma Yin, matanya memindai kerumunan orang di depannya.

Ia berharap Xian Lian dan putra mahkota muncul.

“Kalau kau dan anakmu tidak menyerahkan diri maka kepala suamimu akan kupisahkan dari tubuhnya!” ancam Ma Yin.

Ia menyuruh si algojo bersiap di belakang Qi You dengan goloknya.

“Kuhitung sampai tiga, bila kau tidak keluar maka jangan salahkan aku!”

Tubuh Xian Lian gemetar hebat saat Ma Yin mulai berhitung, ia tak bisa membiarkan suaminya dibunuh dengan cara keji.

Ia bermaksud maju namun Bibi Shu menahannya sekuat tenaga.

“Mereka akan tetap membunuh kalian, tidak ada yang bisa Anda lakukan!” bisik bibi Shu dengan air mata berlinang, ikut sedih melihat raja dan ratunya menghadapi ujian yang sangat berat.

“Satu … dua … ti …,” Ma Yin belum selesai berhitung ketika Qi You yang sejak tadi diam membisu tiba-tiba berteriak nyaring.

“Istriku, jaga anak kita. Aku mencintai kalian!” setelah itu Qi You berdiri lalu menyerang Ma Yin dengan menabrakkan dirinya.

Ma Yin yang sedang memegang pedang terhunus tak sempat berkedip.

Dada Qi You tertembus pedang tanpa bisa dihindari.

Ma Yin segera menarik pedangnya, Qi You jatuh berlutut kembali.

Kepalanya terkulai ke bawah hingga dagu menyentuh dada, raja berhati malaikat itu telah wafat.

Xian Lian menahan diri untuk tidak menjerit, hatinya benar-benar hancur.

Bibi Shu segera menariknya menjauh, sebelum ada tentara yang mengetahui keberadaan mereka.

Mereka keluar dari Kota Raja, menuju sungai Kuning.

Di sana telah menunggu pria pendayung tongkang yang menggendong bayi putra mahkota di tepi dermaga.

“Kalian lama sekali,” keluh pria bernama Wang Ji itu, “Hamba sudah khawatir terjadi apa-apa.”

Omelannya terhenti saat melihat wajah ratu yang kuyu habis menangis, ia mulai menduga apa yang telah terjadi. “Hamba turut berduka, Nyonya Xian!”

“Aku akan membalas dendam kematian suamiku,” desis Xian Lian lalu memandang Wang Ji, “Bisakah kau carikan aku kereta kuda? Aku harus menuju Perbatasan Timur mencari Jenderal Xiao Gang, hanya dia yang bisa melindungi aku dan putraku.”

“Perbatasan Timur cukup jauh, butuh waktu tujuh hari tujuh malam untuk sampai ke sana!” kata Wang Ji, “Sebaiknya Anda menginap di rumah Hamba, besok pagi-pagi benar kusiapkan bekal dan kereta kuda untuk kalian!”

“Terima kasih, Wang Ji!” kata Xian Lian terharu, “Aku tak ingin menempatkanmu dalam bahaya.”

“Yang Mulia Qi You sudah berbuat terlalu banyak kebaikan pada keluargaku, sampai mati pun tak dapat kubalas. Izinkan Hamba menolong Anda!” ucap pria bertopi caping itu tulus.

Akhirnya mereka menyeberangi Sungai Kuning menuju desa Kuning di mana Wang Ji tinggal bersama keluarganya.

Mereka bertiga disambut oleh istri Wang Ji yang bernama Yan Li yang baru saja melahirkan putra ketiganya empat hari yang lalu.

Sebenarnya Yan Li tidak suka dengan kehadiran Xian Lian karena sangat berbahaya menyembunyikan buronan pemerintah.

Tetapi ia tak berani melawan suaminya, Wang Ji.

Saat berada di dalam kamar, Xian Lan berpikir keras sambil menggendong bayinya.

Perjalanannya menuju Perbatasan Timur adalah perjalanan yang berisiko karena ia dan bayinya adalah buronan.

Sebentar lagi gambar wajahnya dan sang bayi akan terpampang di seluruh daerah.

Putranya harus selamat apapun yang terjadi agar kelak dapat merebut tahta dari Qi Xiang.

Tiba-tiba ia teringat akan bayi milik pasangan suami istri Wang Ji, lebih aman bila putra mahkota tetap ada dalam pemeliharaan Wang Ji, si pengayuh tongkang yang hidup sederhana di desa Kuning.

Tak akan ada yang curiga dan mengincar nyawanya karena tidak akan ada yang mengira dialah putra mahkota yang sebenarnya.

Keesokan pagi, Xian Lian keluar dari kamar, menemui suami istri Wang Ji dan Yan Li.

“Wang Ji, aku memiliki satu permintaan!” kata Xian Lian berterus-terang.

“Apapun permintaan Nyonya, Hamba akan melakukan semampuku!” janji Wang Ji. Yan Li menyenggol lengannya dengan kesal.

Wanita di depan mereka ini sudah bukan ratu melainkan buronan, mengapa masih harus tunduk? Begitu pikirnya.

“Aku ingin menukar bayiku dengan bayimu!” permintaan Xian Lian bagaikan petir di siang bolong di telinga Yan Li.

“TIDAK!” teriaknya histeris.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status