Home / Rumah Tangga / SESAL SANG MANTAN / 4. Tertangkap Basah

Share

4. Tertangkap Basah

Author: Dian Apriria
last update Last Updated: 2025-01-01 11:22:01

Sementara itu, ojek online yang telah tiba langsung mengantar Ranti ke rumah Mona juga. Sepanjang perjalanan, hati Ranti kebat-kebit, antara berharap kecurigaannya akan perselingkuhan Irwan tidak terbukti tapi juga naluri yang merasa hal itu sangat besar kemungkinan memang terjadi.

"Mbak, sudah sampai. Di sini kan alamatnya?" Terkejut, Ranti geragapan karena sedari tadi rupanya ia melamun saja. Ya Tuhan, bahaya sekali melamun semalam ini dengan ojek tak dikenal pula.

Usai turun dan meminta untuk ditunggu sebentar oleh si Abang ojek, Ranti mendekati sebuah rumah di hadapannya yang memang persis seperti rumah yang ada di foto Mona. Ada nomor 65 di pagar hitam kayu tertutupnya.

Jam yang sudah menunjuk angka delapan malam membuat Ranti ragu dan beberapa kali menoleh ke belakang. Takut-takut kalau ada orang lingkungan situ yang akan mencurigainya. Tapi tujuannya sudah bulat. Ia harus memeriksa apa benar suaminya ke situ atau tidak. Apa benar suaminya ada main dengan Mona atau tidak.

Jantungnya seketika berhenti berdetak kala mengintip melalui celah kecil di pintu pagar kayu tinggi rumah itu. Terlihat di halamannya ada mobil CRV hitam yang sangat dikenalinya. Tidak salah lagi! Suaminya benar-benar ada di situ.

"Mbak, nggak apa-apa?" tanya si Abang ojek yang rupanya sedari tadi tampak mengawasi Ranti.

"Aman, Bang," jawab Ranti sekenanya, meski getaran dalam suaranya sudah pasti menyiratkan sebaliknya.

Ranti menghela napas panjang sekedar untuk meregangkan hati dan mentalnya yang tengah dihajar habis-habisan. Dalam semalam, ia mendapati suaminya melempar talak, berbohong besar soal larinya uang gaji, dan bahkan kini ketahuan berselingkuh dengan rekan kerjanya sendiri!

Meski dalam kondisi hancur sehancur-hancurnya, beruntungnya Ranti masih bisa berpikir waras. Pagar kayu terkunci itu tak mungkin bisa didobraknya. Lagipula ia juga tak perlu melakukan hal itu. Membuat onar di rumah seseorang malam begitu bukan tabiatnya. Hal itu pasti hanya akan mempermalukan dirinya sendiri.

"Yang penting aku sudah punya bukti, Mas," ucapnya pelan sambil mengeluarkan ponsel dan memfoto mobil Irwan dari celah pagar.

"Setidaknya kamu nggak akan bisa mengelak telah selingkuh di belakangku," katanya lagi.

Usai itu, ia kembali naik di boncengan si Abang ojek dan meminta untuk diantar kembali ke rumah Bu Ine. Ada keinginan memeriksa ke dalam rumah Mona dan menangkap basah suaminya. Tapi rasanya itu tak perlu.

Toh rasanya ia juga tak akan sanggup melihat kenyataannya nanti. Fakta bahwa selama ini Irwan telah berkhianat membuat hatinya murka. Ia bertekad tak akan sudi bahkan hanya untuk bertatap muka lagi dengan Irwan di kemudian hari.

Sesampai di rumah Bu Ine, Ranti mendapati ibu mertuanya masih menunggu di sofa ruang tamu. Wanita tua itu menyongsong Ranti dengan pertanyaan bertubi-tubi.

“Kamu udah ketemu Irwan? Di mana dia? Katakan dia baik-baik saja, kan, Ranti?”

"Baik-baik aja, Bu. Anak Ibu sedang asyik-asyikan di rumah wanita lain, teman kerjanya." Ranti menjawab lugas tanpa memandang wajah sang ibu mertua.

"Ap-apa? Kamu jangan sembarangan memfitnah suami kamu sendiri, Ranti!" Bu Ine langsung marah dan malah menuduh dengan keras.

"Ibu nggak percaya ya udah, yang penting aku udah tau kenyataannya dengan mata kepalaku sendiri. Kami fix akan bercerai." Sambil berusaha bersikap tegar, Ranti berlalu ke kamar untuk kemudian keluar lagi dengan menyeret dua koper besar berisi baju-baju dan barang pribadinya.

“Ranti! Jangan pergi dulu, Ranti. Ibu akan membujuk Irwan untuk minta maaf sama kamu, Ibu akan--”

"Maaf kata Ibu? Kata maaf udah nggak ada gunanya, Bu. Sampai mati pun aku nggak akan pernah maafin dia. Dan akan kupastikan anak Ibu itu dapat pelajaran yang setimpal karena telah mengkhianatiku, Bu," sela Ranti penuh amarah.

Gegas ia keluar menuju pagar karena taxi online yang dipesannya tampak sudah datang dan menunggunya di depan.

Sia-sia Bu Ine meneriaki sang menantu agar tetap di situ. Sakit hati Ranti sudah tak terperi. Tak ada satu hal pun yang membuatnya sudi bertahan di rumah itu lagi.

Ranti memilih pulang ke rumah orangtuanya sendiri. Kedua orangtuanya menyambut dengan sangat terkejut. Sebab, selama ini mana pernah Ranti bercerita tentang masalah apa pun di rumah tangganya. Kini mendadak saja malam-malam putri kesayangan mereka pulang dengan membawa cerita memilukan.

Sesaat tadi dia memang dikuasai amarah, hingga yang tersisa di dalam dadanya hanyalah dendam dan sakit hati. Tapi begitu sampai di rumah masa kecilnya itu, hatinya kembali merasakan nyeri tak terkira akibat sakitnya dikhianati Irwan.

Tak sesuai keinginan, ia justru menangis sesenggukan menumpahkan segala amarah sekaligus kehancuran hatinya saat itu di hadapan kedua orangtuanya. Di hadapan dua orang yang seumur hidup berusaha sekuat tenaga agar air mata putri mereka tak pernah tumpah sama sekali!

"Ya Allah, Nak. Gimana bisa sampai sejauh itu kelakuan suami kamu? Mana janjinya dulu yang akan membahagiakanmu? Ibu kan sudah bilang kalau kamu itu seharusnya nurut sama kami. Biar kami yang cari suami yang jelas budi pekerti dan akhlaknya--" Bu Hana, ibunda Ranti, mulai berceloteh sedih sambil mempersalahkan keputusan Ranti di masa lalu.

"Keterlaluan itu si Irwan. Suruh dia ke sini, Ranti. Bapak akan bikin perhitungan sama dia. Berani-beraninya dia itu sampai mengkhianati kamu!" Pak Andi tak kalah emosi.

Orangtua mana yang tega bila putri yang sangat mereka sayangi telah dinikahi tapi kemudian dikhianati oleh lelaki? Sungguh, bila saja ada Irwan di hadapan Pak Andi saat itu, sang pria setengah baya dengan uban sudah memenuhi separuh kepalanya ini tak akan ragu untuk menghajarnya habis-habisan.

Tak lama kemudian, ada telepon dari Bu ine yang diangkat oleh Bu Hana. Parahnya, seorang ibu yang tengah tersakiti akibat luka hati putrinya itu langsung emosi dan menumpahkan amarah pada sang besan.

"Begitu kelakuan putra Ibu, ya! Sama sekali tidak punya adab. Berani sekali berselingkuh setelah Ranti begitu patuh menjadi istri selama ini. Apa kurangnya putri kami pada Irwan, Bu?" tuntut Bu Hana lepas kendali.

Entah apa jawaban Bu Ine dari seberang sambungan, yang pasti Ranti langsung mencegah ibunya untuk berbicara lebih panjang. Ia meminta gagang telepon dan berkata pada sang mertua dengan nada dibuat sedatar mungkin.

“Tak perlu Ibu membujukku untuk pulang ke situ, Bu. Kami nggak akan pernah kembali bersatu bahkan meskipun Irwan datang dan bersujud padaku sekalipun.”

“Tunggu, Ranti. Ini pasti hanya salah paham aja. Ibu yakin Irwan nggak seburuk perkiraan kamu, Ranti. Kasih dulu dia kesempatan untuk menjelaskan semuanya--”

"Menjelaskan apa, Bu? Bahwa dia udah menemukan wanita yang jauh lebih sedap dipandang mata daripada aku? Hanya itu penjelasannya bila Ibu masih belum paham juga, Bu!" Dengan perkataan itu, Ranti hampir menutup teleponnya sebelum mendengar seraknya suara Bu Ine diikuti suara benda terjatuh.

Seketika Ranti dengan cemas memanggili sang ibu mertua dari gagang telepon yang ia genggam.

“Bu? Bu? Ada apa Bu? Ibu kenapa, Bu? Ibuuuuu!”

bersambung ….

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • SESAL SANG MANTAN   44. Hukuman Terberat (Ending)

    Hukuman terberat bukan dipenjara atau membayar sejumlah besar denda yang diajukan oleh perusahaan milik Jodi. Bukan!Irwan sama sekali tak keberatan kalau ia harus dipenjara selama beberapa saat atau menumpuk utang hanya untuk membayar denda asalkan setelah itu ia masih bisa memiliki Ranti!Ya, kini Irwan benar-benar sadar dan menyesal setengah mati mengapa dulu ia sampai terpikir untuk mengkhianati istri tercintanya itu. Sungguh, ia mengutuk hari di mana Mona berhasil meruntuhkan kesetiaannya. Hari di mana ia terpesona oleh bujuk rayu wanita sial*n itu. Astaga! Andai bisa ia mengulang waktu!Pengacara dari perusahaan barunya sudah membereskan semua urusan jaminan hingga ia tak perlu sampai menginap di balik tahanan. Tapi meskipun pulang ke rumah, pikirannya hanya terpusat pada satu hal. Bagaimana ia bisa mendapatkan kembali simpati dan cinta dari Ranti, mantan istri yang masih sangat dicintai serta diharapkannya itu.Tapi nyatanya kuasa hukum Jodi justru memberikannya dua pilihan, be

  • SESAL SANG MANTAN   43. Sang Pesakitan

    "Ada apa ini?"Sambil berusaha bersikap setenang mungkin, Irwan menghampiri tiga petugas tesebut dan mempersilakan mereka duduk kembali di sofa ruang tamu."Ini surat penahanan Anda, Pak Irwan. Harap bersikap kooperatif karena sudah berkali-kali surat panggilan interogasi datang, tetapi Anda sama sekali tidak memberikan respon." Seorang petugas yang sepertinya adalah senior di antara dua lainnya itu berkata sambil menyodorkan sebuah amplop putih panjang.Irwan mengambil dan membuka lalu membacanya dalam hati. Betul yang petugas itu katakan. Ia benar-benar harus ditahan saat itu juga. Astaga!"Tapi, Pak. Bukankah seharusnya saya berhak mendapatkan bantuan pengacara? Perusahaan baru saya sudah pasti akan bersedia menyediakan pengacara mahal untuk saya--""Silakan, Pak. Di pengadilan nanti Bapak bebas didampingi pengacara. Tapi saat ini yang penting Anda harus ikut kami," jawab sang petugas senior lagi.Irwan tak punya pilihan lain. Ia izin untuk berganti pakaian dulu ke kamar sambil mel

  • SESAL SANG MANTAN   42. Nasib Peselingkuh

    "Apa? Berani nyamperin kamu ke rumah? Mau apa katanya?" Jodi yang mendapat laporan dari Ranti segera terpantik emosi."Tau tuh, katanya mau bicara empat mata. Pake bilang minta ampun dan sumpah nggak akan ngulangin kesalahan lah, apa lah, ish." Ranti menjelaskan sambil bibirnya mengerucut kesal sendiri atas sikap Irwan tadi.Mereka berdua tengah makan siang di cafe dekat MP Distro milik Ranti. Biasanya mereka juga sekalian membahas hal-hal penting mengenai distro yang berhubungan dengan Jodi dan tentu saja juga diselipi urusan pribadi."Lalu, kamu kasih dia kesempatan lagi?" tanya Jodi sambil hatinya ketar-ketir. Bagaimana pun, Irwan adalah cinta pertama Ranti. Dan banyak sekali orang yang bilang bahwa namanya cinta pertama itu pasti susah hilang sama sekali meski sudah berpisah sekalipun. Siapa yang tidak khawatir?"Ya nggak, lah. Langsung kutinggalin dia di sana. Biarin deh ngomong sama pagar sana sekalian! Enak amat minta dimaafin setelah apa yang dia perbuat!" Ranti masih menggebu

  • SESAL SANG MANTAN   41. Kembalilah Padaku

    Malam-malam dingin terus menyelimuti Irwan. Dalam kesepian, ia terus merindui sosok Ranti, sang mantan istri. Di ranjang, di sudut-sudut kamar, di depan meja rias, bahkan di dalam kamar mandi, seringkali ia dapati bekas-bekas aroma Ranti yang masih tertinggal.Ah, kenapa ia begitu gegabah? Kenapa sampai sebodoh itu menggugat cerai istri sebaik Ranti cuma demi seorang Mona yang nyatanya sama sekali tak sepadan?vLihat sekarang, Ranti bisa kembali jadi bahkan jauh lebih cantik dari dulu semasa perawan. Dan pekerjaan? Kini wanita itu sudah jauh melampaui pencapaian Irwan sendiri, apalagi Mona! Tidak ada apa-apanya!Ranti pandai memasak, menu yang ia sediakan tak pernah gagal memanjakan lidah Irwan maupun ibunya. Ranti juga pandai mengambil hati sang mertua dengan bersikap penurut serta tanpa banyak protes dan bersedia melayani apa pun pinta Bu Ine. Berbanding terbalik sekali dengan Mona yang sebagai wanita taunya hanya bersolek, belanja dan menghabiskan duit! Selain itu nol!"Kembalilah

  • SESAL SANG MANTAN   40. Cemburu Maksimal

    “Kamu kok jadi jarang banget pulang ke rumahku, sih?” protes Mona di kantor hari itu.“Ya aku kan harus nemenin Ibuku, Mon. Lagipula kan kita udah selalu ketemu di kantor." Irwan menjawab santai karena ia tak begitu tertarik lagi dengan Mona. Baginya, mengejar Ranti kembali merupakan sebuah misi yang jauh lebih penting ketimbang menuruti kemauan wanita di depannya itu.“Ya beda dong, Sayang ….” Mona merapatkan tubuhnya dan menyentuhkan jemari ke rahang Irwan.Biasanya Irwan akan meleleh lalu turut mencumbu wanita itu, tapi tidak kali ini. Irwan justru menepis tubuh Mona dan bangkit dari kursi putarnya untuk keluar dari ruangan.“Dengar, Mona. Kita masih baru di perusahaan ini, jadi jaga sikapmu sebelum kita bisa dapat peringatan atau parahnya dipecat lagi seperti dulu!”Mona memelototi Irwan yang meninggalkannya begitu saja di ruangan.“Sial! Kenapa sih dia? Kayaknya udah ada yang lain lagi ini!” gerutu Mona menyipitkan mata sambil bertekad akan menyelidiki.Tidak mungkin Irwan cuek p

  • SESAL SANG MANTAN   39. Mobil Baru

    "Aku pulang langsung atau boleh mampir dulu?" tanya Jodi saat sudah sampai di depan pagar rumah Ranti.Ranti menengok jam tangan yang menunjuk angka 9 dan kemudian menggelengkan kepalanya pelan. "Udah kemalaman banget, Jod. Kapan-kapan aja ya mampirnya.""Bukain gih gerbangnya," pinta Jodi kemudian seraya bersiap memutar mobil untuk masuk rumah."Loh, kubilang pulang aja, ini udah kemaleman," ulang Ranti yang sejenak mengira Jodi salah mengartikan ucapannya tadi."Iya aku langsung pulang. Ini cuma mau masukin mobil dulu kok," sergah Jodi yang tak sabar lalu keluar sendiri dan dengan cepat mendorong pintu besi berwarna hitam itu menggeser ke samping hingga terbuka semua.Ranti masih terperangah. Gimana sih, kan disuruh pulang, kok malah mobilnya dimasukin? Pikirannya tak sampai menerka maksud Jodi.Sementara Jodi memilih melanjutkan tindakan. Memasukkan mobil sedan maticnya ke teras, bersebelahan dengan mobil ayah Ranti. Kemudian ia keluar dari kursi kemudi dan menyerahkan kunci pada R

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status