Share

Berkelit

“Pak Karim?” gumamku.

“Yah?” Suamiku terhenyak mendengar nama itu. “Siniin ponselnya!”

“Hem?” Aku jadi ikut heran sekaligus bingung kenapa sikapnya langsung berubah begitu?

[ Mas, ada rencana ke sini? ] tulis nomor kontak bernama Pak Karim.

“Kenapa sepertinya ini bukan chat pertama ya, Bi?” ketusku.

“Umi ngomong apa, sih? Ya, biasa aja orang chat Cuma nanya gitu. Salahnya di mana?” Mas Haris mulai terlihat sewot menanggapiku.

“Ya aneh gitu, Bi. Nggak ada angin nggak ada hujan lho. Tiba –tiba tanya, Mas Haris ada rencana ke sini? Apa Mas terbiasa berkunjung ke sana?” tanyaku.

“Enggak. Umi lihat ada chat lain gak selain itu? Kalau enggak ya berarti emang nggak ada apa –apa. Lagi pula untuk apa Abi jauh –jauh ke sana? Rumahnya itu di luar kota. Umi tahu lho betapa sibuknya sehari –hari. Semua waktu Abi kan buat Umi. Apa kurang?”

Kenapa dia jadi bicara panjang begitu. Aku nggak perlu penjelasan sejauh itu. Mengungkit apa yang seharusnya menjadi hakku sebagai seorang istri. Dia bekerja dan pulang ke rumah menemuiku dan anak –anak, bukankah itu bagian dari tanggung jawab dan kewajibannya sebagai seorang suami? Lalu kenapa hal itu diucap seolah adalah beban baginya?

“Nggak tiap hari, Bi. Bukannya satu hari penuh di akhir pekan Abi i’tikaf di Masjid?” sanggahku.

Mas Haris benar –benar memanfaatkan waktunya sendiri dan tak pernah pulang. Dia jadi sering pergi di luar jam kerjanya, dan memotong waktunya bersama keluarga. Padahal, aku yang sedang mengandung enam bulan sangat memerlukan keberadaannya di sisiku.

Aku menoleh ke belakang. Tak enak jika obrolan yang terdengar serius dan tegang ini terdengar oleh anak –anak. Namun, aku bernapas lega ketika mendapati anak –anak itu sedang terlelap tidur. Termasuk si sulung, Hania. Tampaknya dia kelelahan. Beberapa hari terakhir dia ikut memforsir tenaga untuk bantu –bantu di rumah neneknya bersamaku. Mau bagai mana lagi, pekerjaan memang sangat banyak di sana. Ini saja, Ibu tidak mau diboyong ke rumah, dengan alasan ingin membersihkan barang –barang Bapak. Padahal, aku tahu, hati beliau pasti masih berat setelah kepergian satu –satunya pria yang dia cintai selama hampir 40 tahun pernikahan.

Maasya Allah, membayangkan 40 tahun mencintai satu pria yang sama dan harus jatuh cinta setiap hari dengannya.

Aku sudah melalui masa sepertiganya.

Mencintai orang yang sama selama 15 tahun, karena kebaikan –kebaikannya. Akan tetapi, aku tidak tahu apakah di tahun ke 16 perasaan itu akan sama? Untuk kali pertama, Mas Haris mengguncang hatiku. Dia belum pernah membuatku segelisah belakangan.

“O ya, bagai mana soal token itu?” Aku mengalihkan perhatian pada hal lain yang membuatku kesal dan gelisah sendiri. Padahal, seorang ibu adalah ummun warabbatul baith, bagaimana bisa rumah dan penghuninya bisa menjadi jannah kecil di dunia. Pengurus utamanya saja stress sendiri.

“Token?” Mas Haris menjeda. Pria itu meneleng. Tampak berpikir. Dia seolah lupa dengan kejadian dua minggu lalu yang membuatku berapi –api ingin pergi dari rumah mencari alamat tertera.

Entah, pria itu sudah melupakannya karena bukan hal penting untuk dipermasalahkan, atau dia hanya berpura –pura lupa untuk menghindari obrolan ini?

“Oh ... yang itu, Mi. Itu kan nomor kantor cabang di Bandung. Duh, Umi. Abi sampe lupa. Waktu itu Abi melarang Umi datang ke alamat itu, karena Umi kan sedang hamil. Abi gak mau Umi kecapekan.” Pria itu neyerocos seperti tak terjadi apa pun yang perlu dikhawatirkan.

“Tapi kenapa bukan nama Abi? Bukannya Abi bilang kemarin, kantor cabangnya baru dibangun di tanah yang Abi beli?”

“Oh, itu ... karena lebih mudah untuk nyalurnya. Jadi Abi putuskan ikut nyalur ke rumah penduduk terdekat. Kebetulan orangnya sangat baik.” Semakin Mas Haris bicara, kenapa aku semakin curiga dan tidak percaya.

Lagi pula, kenapa membeli tokennya sebanyak itu? Memangnya dia menyalakan mesin atau sejenisnya? Kantornya kan bukan perusahaan produksi!

Aku mencoba tenang, pura –pura percaya. Tapi maaf saja Mas, aku akan mencari tahu ini sendiri. Mungkin dia pikir aku tidak terpikir untuk melacaknya. Seharusnya menemukan alamat token itu saja, sudah cukup membuktikan kalau aku bisa melakukan apa pun untuk menemukan hal yang tak beres.

Bersambung

Komen (1)
goodnovel comment avatar
PiMary
Ayooo semangat emak2 dikobarkan memberantas suami yg pinter ngeles ...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status