Share

Terbakar

Author: Wafa Farha
last update Last Updated: 2022-11-19 06:18:37

Diam –diam aku akan mencari tahu sendiri apa yang ingin aku ketahui. Lalu berniat mencocokkan dengan perkataan Mas Haris. Ya Tuhan, baru ini aku meragukannya. Sebelumnya mana pernah ucapan pria itu mengganggu pikiran. Karena memang tak pernah ada hal mencurigakan yang Mas Haris lakukan sebelumnya.

“Oya, Bi sepertinya Umi sudah cukup lama gak ke Majlis.” Aku meminta izin ke majlis. Pasti akan ada info yang bisa kudapat di sana juga. Aku penasaran kenapa Pak Wawan dan jamaah lain tidak pernah lagi menggoda dan memprovokasi suamiku?

“Untuk apa?”

“Untuk apa? Bukannya dulu Abi yang bilang kalau kita harus menyisihkan waktu kita untuk menuntut ilmu. Abi tidak pernah ada waktu mengajarkan apa yang Abi dapat di Majlis dan ....”

“Umi tahu bukan kalau kalau Abi sibuk. Dan bukankah Umi sedang hamil? Apa tidak sebaiknya di rumah saja, mendengar kajian di radio kan juga bisa. Sama saja isinya.”

“Justru sedang hamil itu harus lebih sering dibawa ngaji. Jadi bayi kita akan terbiasa. Apa lagi, baru ini anak kita yang akan lahir saat kita sudah hijrah. Dia harus banyak mendengarkan hal hal baik yang bisa membentuk kepribadiannya kelak. Lagian mendengar dari radio dan menyimaknya langsung jelas berbeda. Berkahnya juga beda.” Panjang lebar aku bicara membantah keinginan pria itu.

Mas Haris menghela napas berat. “Sudahlah. Jangan begini, Mi. Turuti saja kemauan Abi. Bukannya di rumah pun jadi pahala. Semua akan jadi pahala kalau Umi nurut dan taat sama Abi.”

Pria itu mulai menaikkan suaranya. Semua yang dia lakukan belakangan seperti memaksa dan mengekangku. Apa dia tahu kalau akan mencari tahu sesuatu mengenai dia di Majlis? Semakin dilarang, belakangan semakin aku ingin menentangnya.

Apa lagi jika dia benar –benar telah berdusta dan menutupi banyak hal dariku, tentu saja aku tidak boleh menaatinya. Hal itu akan berefek buruk pada rumah tangga kami. Jika ada yang tak beres, aku harus memperbaikinya agar semua baik –baik saja. Aku tidak tahu pasti apa yang membuat Mas Haris berubah belakangan ini.

“Bi, tapi ....”

“Kenapa Umi sekarang sangat menyebalkan sih?” Pria itu terlihat semakin kesal.

“Menurut saja!” bentaknya kemudian, yang membuatku terhenyak.

Ini menyakitkan. Sampai bentakannya membuatku membisu. Dia belum pernah begini.

“Maaf, Abi agak stress belakangan ini. Abi jadi tidak bisa ke mana –mana karena ingin menemani Umi.”

“Oh, Abi menyesal. Abi merasa terkekang? Padahal dulu Abi juga terbiasa menemani Umi. Dan lagi, apa cuma Abi yang strees? Umi juga stress. Belakangan Abi sangat sibuk di luar, dan pulang ke rumah tinggal capeknya. Abi nggak pernah lagi bantu Umi kaya dulu, padahal sekarang Umi juga sedang hamil. Kenapa ...?” Rasanya lega sekali bisa meluapkan perasaan yang membuatku tertekan selama ini.

“Mi, kan sudah ada Hania? Dia sudah gede dan bisa bantu –bantu di rumah. Apa lagi yang Umi harap dari Abi? Uang juga sudah cukup kan? Abi harus kerja keras dan menabung lebih banyak agar anak –anak kita bisa pergi belajar ke luar negeri.”

“Iya, Umi juga tahu tapi ....” Ucapanku menggantung. Padahal aku ingin melampiaskan semuanya.

Obrolan kami masih berlanjut. Namun, suara panggilan di ponsel Mas Haris terdengar dan merebut perhatian kami berdua sepenuhnya.

“Biar Umi yang angkat.” Tanganku menengadah meminta ponsel yang tadi direbutnya.

Mas Haris memberikannya setelah melihat sekilas siapa yang menelepon.

“Nomor tak dikenal?” gumamku sambil mengklik icon berwarna hijau untuk menerima panggilan.

Aku sengaja diam. Siapa tahu ada suara perempuan yang terdengar kemudian. Namun, sampai beberapa detik panggilan berlangsung tidak juga ada suara.

“Mi, kenapa tidak disapa yang telepon?” Suara Mas Haris terdengar lebih dulu. Setelah Mas Haris bicara, sang penelepon pun mematikan panggilan.

“Hem? Kenapa dimatikan?” ucapku bertanya –tanya.

“Nomor nyasar kali. Sudahlah, jangan mencari –cari masalah. Hal gak penting gitu, nggak usah dipikirkan.” Pria itu mengucap dengan santainya. Bagai mana bisa aku tenang dan tak memikirkan banyak perubahan sikapmu, Mas? Sekarang bahkan ada nomor nomor aneh yang menghubunginya. Ini terlalu berbeda dari kebiasaan dalam rumah tangga kami dan tentu saja membuatku tak tenang.

Duh, tak sabar rasanya ingin sampai rumah, lalu dapat kesempatan jadi detektif yang menargetkan suamiku sendiri, dengan begitu segalanya menjadi terang, seterang -terangnya

Bersambung....

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • SETELAH 15 TAHUN PERNIKAHAN    Ending

    Rus masih fokus melihat petugas. Ia kemudian terhentak begitu mendengar suara notif pesan masuk ke ponselnya. Wanita tua itu kemudian merogoh ponsel dalam tasnya lagi. Lalu menggeser layar ponselnya untuk melihat pesan apa yang dikirim padanya.“Dari Wawan,” gumamnya sembari mengklik isi pesan itu.Matanya nyaris saja terlepas dari tempatnya begitu membaca isi pesan itu.[ Innalillahi waa inna ilahi rojiun, bayi Inggit sudah tidak tertolong Mbak. Sebaiknya Mbak cepat ke mari, kita harus mengurusnya. ]“Ini tidak mungkin! Wawan pasti salah lihat. Dia pasti tidak mendengar dari Dokter secara langsung!” sangkalnya selagi bangkit dari duduk dan merapikan tas untuk kemudian dibawa dengan tergesa, menuju tempat di mana bayi Inggit selama ini dirawat, dan Wawan sudah menunggu di sana.Langkahnya bergerak begitu cepat, karena ia tak ingin kehilangan waktu sedikit pun. Seolah ia bisa datang tak terlambat dan mencegah kematian cucunya itu.“Ya Tuhan, bagaimana ini? Bagaimana kami bisa mendapatk

  • SETELAH 15 TAHUN PERNIKAHAN    Tak Ada Rujuk untuk Khuluk

    “Jadi benar, kalian tidak bisa rujuk lagi?” Suara di seberang terdengar sedih.Sementara Haris, tak ada yang bisa ia lakukan. Lelaki itu hanya bisa menyimpan kesedihan dan penyesalannya untuk diri sendiri. Sejak awal ia sudah tahu, bahwa segalanya tidak akan bisa diperbaiki seperti dulu lagi.“Ris!” panggil sang ibu karena tak ada jawaban dari putra sulungnya di ujung telepon.“Ah, ya, Ma.” Haris terhenyak dari lamunan. “Bagaimana?”“Hem, kamu pasti sedang memikirkan hal berat sekarang.”“Hem.” Haris tersenyum miris. Jelas saja pikirannya berat. Tapi justru perceraian yang terjadi, membuatnya sebagian beban di kepalanya terangkat. Entah kenapa? Mungkin karena dia harus terus melihat bagaimana keluhan Salma saat bersamanya. Dia mana bisa terus melihat wanita yang dicintainya tidak bahagia.Ternyata begini rasanya, mencintai tanpa bisa memiliki, sesuatu yang dulu tak pernah ia pikirkan karena kehidupannya dengan Salma benar –benar bahagia.“Jadi sudah tidak bisa rujuk lagi kan?” sang Ma

  • SETELAH 15 TAHUN PERNIKAHAN    Pilu

    “Kenapa aku harus terus mengurus sesuatu yang bukan jadi tanggung jawabku? Apa mereka tidak lelah memeras dan memanfaatkanku sejak dulu?” gumam Haris yang belakangan semakin menyadari bahwa segala hal yang dilakukan di masa lalu adalah kesalahan.Pria itu sedang berada di sebuah pondok pesantren. Dan terpaksa mengatakan bisnis agar tidak dipaksa datang oleh Wawan dan Ibu Inggit. Ia merasa sudah cukup dengan mengirimkan uang kepada mereka. Di padepokan ini, Haris sudah menjalani ruqyah rutin atas rekomendasi ustaz Fawwas. Ada hal –hal yang tadinya tak terpikirkan tiba –tiba saja terlintas dalam pikiran mengenai keluarga Inggit.Baru saja menaruh ponsel di nakas dan bersiap untuk bersuci, tiba –tiba sebuah panggilan terdengar. Ia pun mengurungkan sejenak niatnya ke luar kamar dan mengambil ponsel itu untuk melihat siapa yang menelepon.“Mama?” gumamnya sembari mengklik icon berwarna hijau untuk menerima panggilan.“Assalamualaikum. Ya Ma?”“Waalaikum salam. Ris, gimana kabar kamu?”“Alh

  • SETELAH 15 TAHUN PERNIKAHAN    Lepas Tangan

    “Mas, apa Mas tidak ingin melihat anak Mas Haris?” tanya Wawan di sambungan seluler yang terhubung ke pada Haris. “Inggit masih koma.”Ia merasa sangat miris. Sampai sekarang Inggit masih belum sadar, sejak ia melahirkan prematur minggu lalu. Sepertinya sudah tidak ada harapan untuknya hidup. Sementara ibu Inggit terus saja menangis tanpa tahu apa yang harus diperbuat selain menunggu dengan sabar anaknya akan sadar.Hati Wawan teriris melihat kondisi kakak perempuan dan keponakannya, hingga ia berinisiatif untuk menghubungi Haris. Barang kali pria itu terketuk untuk datang dan membantunya memberi support.“Apa uang yang saya kirim kurang, Pak?” tanya Haris yang mulai kesal terus dihubungi. Padahal, dia sudah mengirim uang. Pekerjaannya terus tertunda karena mengurus Inggit dan anak mereka. “Saya sedang berada di luar kota mengurus pekerjaan. Tidak mudah kalau memutuskan pulang dalam waktu dekat. Saya pikir uang yang saya kirimkan sudah lebih dari cukup. Sebelum pergi saya juga sudah m

  • SETELAH 15 TAHUN PERNIKAHAN    Senyum-senyum Lega

    [ Jadi kali Unie duluan yang menggugat cerai ke Pengadilan Agama? ] tanya Ameena yang mendengar kabar perceraian Salma dan Haris.[ benar, Umm. Kali ini pengacara memasukkan berkas dan sudah diproses. ][ sudah masa iddah ya? ] tanya Ameena lagi. Seolah ia tak memahami jarak waktu yang terjadi. [ cepat sekali waktu berlalu. ][ benar. Saya memutuskan menerima pinangan kakak sepupu saya. ][ hem, tak masalah, Un. Berarti khuluk. Jadi memang tidak perlu lagi menunggu dirujuk. ] tulis Ameena lagi.Mata Salma melebar karena itu. Bagaimana bisa dia tidak memahami hal sepenting ini? Padahal dia lebih dulu berhijrah.“Apa Mas Haris mengetahui ini, tapi dia diam saja karena ingin memanfaatkan situasi?” gumam perempuan beranak enam itu.“Ada apa?” Ibu Salma datang membawakan makanan dan minuman di atas nampan untuk putrinya. Lalu meletakkan di nakas samping ranjang, agar Salma lebih mudah menjangkaunya.Melihat kedatangan sang Ibu, Salma buru –buru menyimpan ponsel. Ia tak mau membuat wanita t

  • SETELAH 15 TAHUN PERNIKAHAN    Pada Akhirnya

    "Di mana kalian menyembunyikan Inggit?" tanya Salma. Ia mungkin membenci perilaku wanita perebut suami orang itu. Namun, tidak untuk menyakiti fisiknya. Apalagi sekarang Inggit sedang hamil.Abyaz merasa ragu untuk menjawab pertanyaan Umi Hania, hingga ia menoleh ke arah Hania yang ternyata juga menatap Abyaz takut –takut. Ya, pemuda itu tahu dengan jelas bahwa gadis itu tidak sedang baik –baik saja. Ia kemudian mendongakkan kepala sekali, memberi isyarat pada Hania, dan bertanya apa yang harus dilakukannya di situasi seperti ini? Ia tak mau jawabannya nanti akan menyudutkan gadis itu.Hania tak menjawab dan hanya menunjuk tas yang dibawanya dengan tatapan mata. Saat itulah mata Abyaz membeliak. Sadar bahwa itu adalah tas Inggit yang tertinggal. Pasti karena keberadaan tas tersebut yang membuat mereka ketahuan.Pemuda itu menghela napas lelah. Kenapa dia bisa lupa mengamankannya? Dan Hania yang sedari tadi berada di rumahnya, apa tidak menyimpannya di tempat yang aman? Di gudang misa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status