Share

Motor Ngadat

Penulis: Nurhayati Yahya
last update Terakhir Diperbarui: 2023-03-03 05:14:23

Selamat membaca!

*****

Aku berangkat ke tempat tinggal Dian sore harinya, sengaja tidak menghampiri di kantor tadi sebab tak ingin mengganggu pekerjaannya. Dian tinggal di sebuah kontrakan yang lumayan, gadis itu masih melajang dan hanya tinggal seorang diri di kota ini.

Ayah dan ibu Dian sudah berumur senja, mereka tinggal jauh di Surabaya, menunggu kiriman anak sulungnya setiap bulan untuk menunjang hidup. Sedang adik Dian masih menempuh jenjang pendidikan salah satu SMA swasta di Bandung.

Akhirnya setelah berkendara selama dua puluh lima menit aku tiba di depan rumah kontrakan yang dulu sering jadi basecamp bersama girls squad satu kantor. Aku mengedarkan pandangan, lama sekali sudah tidak kemari, sejak aku dituduh berselingkuh dua tahun lalu, Mas Amm membatasi pertemananku, dia bahkan mengatur boleh—tidaknya aku berteman dengan mereka.

Aku melangkah pasti saat melihat motor Dian sudah terparkir di sana, itu artinya gadis itu sudah pulang.

"Assalamu'alaikum ... Dian!" panggilku seraya mengetuk pintu beberapa kali, hingga Dian yang berbalut gamis dan hijab instan membukakan pintu, kami saling bertatapan, detik selanjutnya wanita itu memekik girang, beberapa tetangga sampai menoleh ke arah kami.

"Haniiiin! Aku kangen banget!" serunya, kami berpelukan melepas rindu.

"Aku juga, Di! kamu apa kabar?" tanyaku dengan netra berkaca-kaca, merasa terharu. Dian masih sesayang itu sama aku, dia nggak berubah, masih seperti dulu. Pembawaan yang asik, humble dan aku merindukan nasehatnya yang seolah meleburkan masalah yang ada seketika.

"Aku baik! Yuk masuk dulu, sampai lupa saking senangnya ketemu kamu setelah dua tahun," ajak wanita berhijab itu, aku mengikuti langkahnya kemudian mendudukkan bobot tubuh di sofa ruang tamu 3×4 ini, Dian permisi ke belakang membuatkan minum.

Pandanganku menyapu seluruh sudut rumah, dinding warna biru muda itu masih sama, warna kesukaan Dian, di sana foto kami dan teman-teman yang lain masih terpajang rapi, kedua sudut bibirku tertarik ke samping kala mengingat indahnya kebersamaan kami dulu.

"Btw lo apa kabar?" tanyanya seraya mendekat, dia meletakkan dua gelas jus jeruk lengkap dengan bongkahan es batu di dalamnya, kemudian duduk menyilangkan kaki di sampingku.

"Buruk," sahutku, dia memang belum tahu apa pun masalahku, karna belum sempat kuceritakan saat obrolan singkat kami tempo hari. Alis tebalnya menaut bingung.

"Kamu kenapa? Oh ya! Ammar mana?" tanyanya, aku menggeleng dengan senyum getir. Sekuat apa pun menyangkal rasa sakit itu masih menghujam, ini baru beberapa hari, itu manusiawi 'kan?

"Kamu kenapa sih, Han? Cerita dong! Kalian bertengkar?" tanya wanita itu lagi, dia tampak menatap prihatin padaku, mungkin mendapati raut wajahku yang kini sudah tak berseri seperti tadi.

"Aku udah nggak sama dia lagi, Di. Kita udah bubar," terangku memaksakan sebuah tawa, menyedihkan. Dian terperangah, sepertinya masih tak percaya.

"Lagi?" tanyanya, aku mengangguk malu, perceraianku sebanyak dua kali sudah jadi rahasia umum di kalangan teman dekat sekantor, entah siapa yang menyebar gosip waktu itu, yang pasti Hanindiya tersohor sebagai janda dua kali cerai sebelum rujuk sekaligus resign dari kantor.

"Kali ini aku nggak bisa memaafkan lagi, Di. Ini yang ketiga kalinya, dan kesalahan dia fatal menghina harga diri aku dengan menunjukkan kekasih barunya," Dan mengalirlah cerita tentang kronologi kejadian saat itu.

Dian sampai berkaca-berkaca, aku tau dia iba melihat sahabatnya tersakiti, dulu dia selalu memberi nasehat agar aku relakan saja Mas Amm, tidak usah menuruti keinginan rujuk pria itu. Namun aku tak mendengarkan dan malah jatuh ke lubang yang sama berkali-kali.

"Ya Allah ... teganya dia ngelakuin itu sama kamu, Han. Sabar ya! Biarkan semua berlalu, tata kembali hidup kamu, aku yakin Allah sudah mempersiapkan hikmah dibalik kejadian ini," Kami berpelukan, dielusnya punggungku menguatkan. Seperti biasa Dian selalu menyemangatiku dengan kata-kata magisnya yang menenangkan kekalutan jiwa.

"Minum dulu ya? Aku yang cerai kok kamu yang nangis, sih?" selorohku, dia terbahak. Kami menyeruput jus warna oranye itu bersamaan, sensasi dinginnya langsung terasa membasahi tenggorokanku.

"Btw, gue diterima kerja, mulai besok udah bisa mulai," Dian tampak semringah, dia memekik keras.

"Aaaaaa! Nah kan, udah ada hikmahnya! Artinya kita bisa bareng-bareng kerja seperti dulu, ya 'kan?" Aku mengangguk tak kalah antusias darinya. Dian benar, akan sangat menyenangkan bisa sama-sama dia lagi. Namun tetap saja, jika disuruh memilih, andainya Mas Amm lelaki baik, aku lebih memilih mempertahankan rumah tangga, mengais pahala dari berbakti pada suami, tapi apa boleh buat, takdir berkata lain.

"Ada satu kendala, sih. But it's oke, aku masih bisa bertahan dan melanjutkan kerja di sana," terangku pada wanita berhijab itu, dia tampak penasaran lalu terus menanyakan kendala itu. Sadar Dian nggak bisa diam jika belum mengetahui informasi seutuhnya, aku pun menceritakan bagaimana kejadian di kantor dan jembatan saat itu.

Makhluk paling cerewet itu memekik lalu plonga-plongo dalam sekejap, ekspresinya berubah-ubah seiring peristiwa berbeda yang kuceritakan.

"Gini deh, saran aku nih, ya! Kamu tunggu masa iddah habis sembari mengurus surat cerai dari Ammar, dengan begitu tidak akan ada masalah ke depannya. Dan ... tentang si bos, kamu tunjukin kinerja kamu yang top itu. Buat dia mengakui kehebatan seorang Hanin!" serunya antusias. Aku mengamini ucapannya.

"Eh, aku punya ide!" seru Dian tiba-tiba, sontak aku menoleh padanya.

"Gimana kalau kamu tinggal di sini aja, selain lebih dekat dengan kantor, aku juga bisa punya teman, nggak tinggal sendirian lagi," usulnya, aku sedikit terkejut.

"Terus rumah aku?" 

"Sewakan, Han! Kamu bisa dapat pundi-pundi uang di sana, gimana? Brilian kan ide aku?" Dian tampak sangat menggebu, netranya sampai berbinar-binar begitu.

"Nanti deh, aku pikir-pikir dulu, besok aku kasih tau keputusannya," sahutku, seraya beranjak bangun, "Sekarang aku pulang dulu ya, Di!" ucapku, dia ikut bangun memelukku sekali lagi.

"Hati-hati di jalan! See you tomorrow, besok kita berangkat bareng," ucapnya mengedipkan sebelah mata, aku mengangguk setuju, kemudian bergegas pulang, ini sudah terlalu senja.

Aku melajukan motor beat keluaran 2016 milikku dengan kecepatan sedang, perjalananku mulus-mulus saja sejak sepuluh menit dari rumah Dian, tapi semakin jauh lajunya terasa semakin lambat, Padahal sudah aku gas sampai kecepatan dua puluh lima kilo meter per jam. penasaran, aku berhenti lantas turun memeriksa di mana letak kendalanya. 

Pertama sekali aku memeriksa bensin, dan itu masih full, lanjut pada bagian ban depan dan belakang, nggak ada yang kempes, semua terlihat baik-baik saja, "Nggak ada yang salah, tapi kok jalannya lemot banget ya?" gumamku seraya kembali menaiki motor, kembali menekan knop starter, tapi ... kok nggak bisa!

Tak menyerah aku kembali turun, mencoba menyalakan dengan kick starter. Hingga sepuluh kali kucoba hasilnya tetap zonk, tidak menyala sama sekali. Hari sudah mulai gelap, bias warna jingga telah menyuluh mega di ufuk barat.

Aku merogoh ponsel dalam tas, bermaksud menghubungi Dian, sebentar lagi malam akan tiba, tapi dasar si*l baterai ponselku habis tepat saat aku menekan tombol panggilan. Aku melepas helm pasrah, jalanan sudah lengang, hanya satu-satu kendaraan roda empat yang melesat seperti angin, tidak mungkin minta tolong pada mereka, bisa-bisa aku tertabrak lalu mati di tempat.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • SETELAH TALAK TIGA   Melabrak Pelakor

    Terhitung sudah satu minggu Mas abi mendiamkanku, sementara itu aku tetap bekerja seperti biasanya dengan posisi baru yang diberikan oleh eyang.Hari ini aku berangkat seperti biasa, suamiku tidak masuk, menurut informasi yang kudengar dia ada rapat di luar kantor bersama dengan rekanan bisnisnya yang juga akan ditarik ke kantor kami untuk investasi besar-besaran, dalam sebuah project baru yang digadang-gadang akan menjadi proyek terbesar selama perjalanan bisnis Wira Bangsa Group.Namun anehnya aku tidak dilibatkan di dalam rapat itu, tapi aku juga tidak melihat kehadiran Kiara hari ini, berbagai sangka buruk pun mulai merasuk, apa mereka pergi bersama dan sengaja tidak mengajakku?Karena hati tak tenang aku kemudian menghubungi eyang, dengan lugas aku menceritakan semuanya tentang project tersebut tanpa melewatkan satupun, "Aku tidak diberitahu apa-apa, Eyang, dan aku juga tidak melihat Kiara di sini," aduku.Aku mengangguk mendengar perkataan eyang di seberang sana, pemikiran kami

  • SETELAH TALAK TIGA   Dingin

    Para karyawan lain telah berlalu pergi, begitu pun Kiara, di dalam ruangan luas yang terasa pengap sebab suasana mencekam, aku tinggal dengan Mas Abi dan eyang.Lelaki itu berdiri dengan sebelah tangan memegangi sandaran kursinya, ia meraup wajah berkali-kali, helaan napasnya pun terdengar berat.Aku melihat ke arah Eyang, wanita sepuh itu terlihat duduk dengan tegak, tatapannya menyorot lurus tak goyah. Cucunya mengintimidasi, sementara ia tak merasa bersalah dengan keputusan yang sudah diambil ini.“Apa ada lagi yang ingin kau bicarakan, Abimana?” tanya Eyang. Tampak lelaki itu tersenyum getir, ia menatap lekat pada wajah sepuh, “Aku sangat tersanjung dengan kejutan ini, Eyang. Sekarang, bolehkah aku bicara dengan Hanin sebentar?”“Tidak.” Ia menoleh dengan tatap tajam pada suamiku, “Aku tahu kau ingin menekan Hanin karena keputusanku. Dia tidak bersalah, asal kau tahu Abimana. Jika ingin protes atau menentang keputusan ini, bicara langsung pada eyang, jangan serang istrimu yang tid

  • SETELAH TALAK TIGA   Peresmian (Kejutan Tak Terduga)

    Setelah satu minggu aku menerima kabar dari Eyang, beliau meenelepon dan mengatakan padaku agar bersiap-siap, karena besok adalah hari pertamaku di Wirabangsa Group, tentu saja tanpa sepengetahuan suamiku, mas Abimana.Dan di sinilah aku sekarang, berdiri di depan cermin dan menatap pantulan bayanganku yang sudah siap dengan balutan busana formal yang sudah begitu lama tidak kukenakan.Kurapikan hijab label Bella square putih yang kukenakan, blus berwarna baby blue ini sangat cocok kala kupadupadankan, bawahan celana cutbray putih dan tas senada, aku melangkah keluar dengan hak tinggi yang menunjang penampilanku.Mas Abi sudah berangkat sejak pagi, aku menemui Daisyhara, ia juga terlihat cantik dengan baju senada denganku, kami akan berangkat ke kantor itu bersama-sama, sesuai arahan Eyang, bahkan begitu kami keluar mobil utusannya sudah menunggu."Kau siap, my little princes?" Daisyhara mengangguk dengan senyum semringah terpatri di bibirnya, "I'm ready, Mom!" Kami berdua lantas turu

  • SETELAH TALAK TIGA   Menemui Eyang

    Setelah percakapan panas semalam kami tidak saling bicara lagi, aku putuskan menemui Eyang untuk membicarakan masalah di perusahaan kami. Aku pergi ke sana tanpa sepengetahuan mas Abi, walaupun ia akan membiarkanku pergi, tapi aku tetap tidak ingin memberitahunya. mobil yang aku tumpangi berhenti di depan pelataran rumah besar di mana pertama sekali mas Abi membawaku kemari untuk dikenalkan pada satu-satunya keluarga yang dia miliki, bahkan kenangan manis itu masih melekat di ingatan.Aku bersama Daisy masuk ke dalam, ART baru yang dipekerjakannya mengatakan bahwa Eyang sedang di belakang, ia tidak berubah walaupun masa telah berganti, wanita sepuh itu suka menghabiskan waktunya di kebun kecil penuh anggur yang ia tanam dengan tangan sendiri.Aku langsung menuju ke arah sana, kami menghampirinya yang sedang memetik beberapa anggur dengan keranjang di tangannya, "Eyang ... assalamu'alaikum," panggilku. "Walaikum Salam." Wanita sepuh itu menyahut salamku seraya menoleh, tampaknya ia t

  • SETELAH TALAK TIGA   Pilihan Untuk Abimana

    Menjelang sore mas Abi pulang, wajahnya tampak lesu hari ini, priaku sepertinya kelelahan. Lekas aku menyambut tas yang ia bawa kemudian meraih tangan itu dan mencium dengan takzim. “Mau kuambilkan kopi?” tawarku. Dia mengangguk seraya tersenyum tipis, selanjutnya menjatuhkan tubuh di sofa, tampak jemari tangannya memijit pangkal hidung, itu pertanda ia sedang dalam masalah, aku berlalu mengambilkan kopi untuknya, setelah itu menghidangkan di meja. Mas Abi mengambilnya lantas hanya menyesap sedikit, ia memutar-mutar cangkir di atas piring tersebut, seterusnya pria itu termenung. Yang aku herankan, dia tidak bercerita sepatah kata pun, biasanya suamiku begitu ekspresif, ia akan membagi semua masalahnya denganku, sekecil apapun itu. “Mas, kamu baik-baik saja?” tanyaku, dia menoleh sejenak, kemudian mengangguk, “Mas oke, Sayang, hanya sedikit lelah,” sahutnya. Ia seperti baru tersadar, menoleh ke sekitarnya lalu menanyakan keberadaan putri kami, “Di mana Daisy?” “Tadi sopir eyang jemp

  • SETELAH TALAK TIGA   Tawaran Kiara

    Aku dan Kiara duduk berhadapan di ruang tamu, sejenak kami saling terdiam, aku melihat tatapannya sendu kala menatap Daisy, putriku itu memang terkesan cuek dengan orang yang tak dikenalnya.Sikapnya juga seperti orang dewasa, jika ada tamu, ia tak akan datang kalau tak dipanggil lebih dulu, apalagi mengganggu, Daisyhara tak sama dengan bocah seusianya, dia manja pada orang tuanya, tapi tahu waktu.aku memanggil Bibi Wara untuk menyajikan minuman, bagaimanapun wanita ini tamu, aku harus menghormatinya terlepas dari apapun status yang berhubungan denganku di masa lalu. Jika dipikir-pikir ini sungguh gila, bagaimana tidak, Kiara adalah mantan istri dari mantan suamiku, juga mantan pacar dari suamiku yang sekarang. Lihatlah, dunia yang sempit membuat kami berada dalam lingkaran yang rumit, tapi itulah takdir yang sudah tertulis.“Apa dia putrimu?” tanya Kiara tiba-tiba, ia tak mengalihkan tatapannya dari gadis kecilku.“Ya, dia putriku dan mas Abi.” Kiara tersenyum, “Cantik sekali, mata

  • SETELAH TALAK TIGA   SEASON 2 (Bab 1)

    Lima tahun kemudian ....Di dalam sebuah mansion mewah tampak sepasang suami istri sedang mengawasi seorang anak perempuan berusia kisaran empat tahun yang sedang aktif-aktifnya.“Daisy jangan ke sana, Nak!” seru Hanindiya, wanita itu mengejar buah hatinya yang sedang berlari keluar. Abimana yang sudah siap berangkat kerja langsung bangkit menyusul mereka.Pasca menikah dengan Hanin Abi membeli sebuah mansion untuk ditinggali bersama dengan keluarga kecilnya, ia memutuskan pindah dari apartemen lama yang ditinggali saat masih bujang.Kini keluarga mereka utuh dan bahagia, dikaruniai seorang putri yang sangat menggemaskan.Abi bangkit dari duduknya, ia bergegas mendekat pada pintu utama yang terbuka lebar, tampak istrinya sedang menggendong Daisyhara putri tunggal mereka yang cantik dan pintar.“Sayang, mas berangkat dulu, ya?” Hanin mengangguk, ia mendekat, meraih tangan suaminya dan mencium dengan takzim, Abimana meraih belakang kepala sang istri, balas mengecup keningnya lembut.“Ha

  • SETELAH TALAK TIGA   Bab 45

    Gema doa-doa terbaik memenuhi aula gedung berdekorasi indah, aku pun ikut menadahkan tangan meminta pada-Nya, semoga biduk kedua yang kutumpangi tidak karam di tengah jalan seperti sebelumnya. Aku memiringkan tubuh menghadap suamiku, meraih tangannya kemudian mencium takzim, dia menyentuh kepala ini melantunkan doa di atasnya. Kemudian aku menegakkan tubuh, netra kami beradu, dia tersenyum padaku. Kubalas senyum itu seiring jantung yang kian berdentam hebat, dia mengikis jarak di antara kami, kemudian sebuah kecupan mendarah di dahi ini, lama dan sanggup membuat hatiku menghangat karenanya. "Ciyeeee!!! " Itu suara Dian dan para karyawati lain, mereka beramai-ramai memfoto bahkan mungkin saja memvideokan kami, tak seperti biasanya, Mas Abi kali ini tersenyum, tak ada raut marah padanya, aku tau dia tengah berbahagia, aku pun begitu. Setelahnya kami diiring ke luar gedung, lalu berjalan berdampingan menuju pelaminan, Dian mengangkat ujung gaunku yang menjuntai, sedangkan aku menggan

  • SETELAH TALAK TIGA   Bab 44

    Desember sendu, hujan mengguyur di luar sana, aku tengah menyesap secangkir kopi, cairan hitam terfav buatan calon istri. Ya, masih calon, sebutan itu akan segera berganti."Kira-kira di wedding reseption kita bakalan ujan nggak ya, Mas?" tanyanya menatap lurus bulir-bulir rahmat yang tengah tumpah di luar sana, aku meletakkan kembali cangkir kopi di meja."Entahlah, Mas juga nggak bisa jamin, kalau penghujan terus terpaksa kita ganti konsep dari outdoor ke indoor," sahutku menoleh padanya, alis serupa sabit itu langsung menaut."Nggak bisa gitu, dong! Kita udah sewa tempat dan udah bayar jugak, masa dibatalin lagi, sih?" protesnya tak terima, kutarik napas dalam.Satu minggu berlalu, hubunganku dan Hanin semakin intens, kami melakukan semua bersama, begitulah kami akhir ini, sering beda pendapat, kadang bisa cek-cok karna hal kecil.Tapi demi Tuhan aku tak mempermasalahkan perbedaan ini, justru itu adalah warna sendiri dalam hubungan kami, kutatap wajahnya lekat."Terus mau bagaimana

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status