Home / Romansa / SETELAH TALAK TIGA / Pangeran Bugatti Hitam

Share

Pangeran Bugatti Hitam

last update Last Updated: 2023-03-03 05:16:29

Hingga beberapa saat tak ada yang menghampiri. Aku sudah tidak tahan lagi, nyamuk dan rintik hujan yang mulai turun mendorong sisi otakku untuk menghadang siapa saja agar menolongku.

Sadar tak punya pilihan lain, aku melangkah maju. Dari mengacungkan jempol hingga mengibaskan lengan ke atas sudah kulakukan. Namun tak ada satu pun yang peduli, kesal aku melepas hak tinggi yang masih membungkus sebagian kaki.

Kemudian melangkah maju hampir ke tengah jalan, aku menunggu mobil yang sudah tampak sorot lampunya dari kejauhan. Saat hampir mendekat aku langsung berdiri menghalangi.

Aku menutup telinga saat suara ban beradu dengan aspal khas rem mendadak berdecit nyaring. Bodoh amat! Yang penting tidak tertabrak dan berhasil menghentikan pemilik mobil agar aku bisa minta bantuan dan pulang.

"Woi! cari mati, ya?" teriak orang itu, aku melepaskan kedua tangan dari telinga berjalan ke sisi kanan, tepatnya di bangku pengemudi, gementar aku memanggil pria yang berteriak tadi, wajahnya tampak garang.

"Pak, tolongin saya! Motor saya lagi ngadat, nggak mau menyala, saya nggak tau harus pulang naik apa," ucapku menghiba dengan kedua tangan menyatu, memohon agar pria itu sudi menolongku.

 "Nggak bi—"

"Suruh dia masuk, Pak Joko!" aku tersentak, suara itu ... bukankah itu suara si bos mesum? Aku berusaha mengintip mencari kebenaran praduga, tapi penerangan yang minim dari lampu jalan dan kaca mobil yang gelap membuatku tak bisa melihatnya.

"Ya sudah, masuk!" seru pria galak tadi. Aku mengangguk antusias, "Makasih, Pak! Bentar ya, saya ambil tas dan kunci motor dulu," ucapku. Setelahnya aku segera berlari dengan kaki telanjang ke arah motor, menepikan ke emperan sebuah kedai yang sepertinya sudah lama tutup.

Gegas kuraih high heels, menjinjingnya hingga ke mobil, aku hendak membuka pintu depan, tapi si sopir galak itu menyuruhku duduk di belakang, kuturuti saja, dari pada nggak bisa pulang. 

Kutarik knop pintu mobil, kemudian mengenyakkan tubuh di samping pria itu, "Jalan!" serunya pada sopir, lagi-lagi aku dibuat terpana dengan suaranya yang benar-benar mirip suara si bos, siluetnya pun sangat mirip. 

Ah, tidak mungkin! Ini pasti halusinasiku saja, gara-gara kepikiran dengan tingkah dan kata-katanya kemarin. Ya, itu benar. Aku harus berterima kasih dia sudah menolongku, jangan sampai diturunkan di tengah jalan, bisa apes lagi nanti. Aku berdeham, hanya ingin memecah kesunyian, siapa tahu orang itu sedang melamun dan tidak mendengar perkataanku nanti.

"Maaf, saya mau berterima kasih, Anda sudah menolong saya," ucapku seramah mungkin. Aku memicingkan mata, hanya untuk melihat siluet wajahnya dari samping ketika lampu jalan yang kami lewati menyuluh dalam mobil.

"Tentu saja, ini yang kedua kalinya,"

"Maaf?" 

"Aku sudah menolongmu dua kali," Semakin penasaran diriku dibuatnya, suara berat itu semakin familiar saja di telinga.

"Maaf, apa kita pernah bertemu sebelum ini?" tanyaku hati-hati.

"Ya, kita pernah bertemu saat kau ingin bunuh diri, dan aku menyelamatkanmu," Alisku menaut kian dalam, apa orang ini salah alamat atau salah minum obat? Bunuh diri? Kapan aku bunuh diri? Aku terkekeh dengan rasa aneh.

"Maaf, mungkin Anda salah orang," ucapku memaksa tetap tersenyum dalam keremangan.

"Nyalakan lampunya, Pak Joko!" serunya pada sopir itu. Bagus, kenapa tidak dari tadi, aku penasaran dengan wajah orang salah alamat ini, masa dia bilang aku ingin bunuh diri, ish! Ada-ada saja.

 

Lampu sudah menyala, dengan gerak santai aku menoleh pada lelaki itu, begitu fokus netra tertuju sempurna padanya, pantatku refleks berpindah tempat, saking terperanjatnya aku sampai berdiri, walhasil kepala menubruk atap mobil.

"Aduh," ringisku. Pria itu ... Ya Tuhan, ternyata kecurigaanku sejak tadi benar, itu Pak Abimana—bos killer super mesum itu, bagaimana sekarang?

"Kau bisa merusak mobilku dengan jurus karatemu itu," Dia berucap santai, sedangkan aku sudah menciut karna syok terapi darinya satu menit lalu. Aku kembali duduk, kali ini menempel ke pintu mobil, dia melepas kaca matanya seraya menatapku datar.

"Kenapa? Kau terkejut? Iya Hanindiya Atmojo. Aku Abimana—atasanmu sekaligus orang yang sudah menolongmu dua kali," paparnya lagi, netraku membola dengan mulut yang kurasa sudah menganga.

"Bedanya kau tidak berterima kasih seperti malam ini, kau menghadiahkan tendangan di tulang keringku saat itu," 

Sempurna! Dia berhasil membuat aku menahan napas, dengan kepala tertunduk menatap dengkul. Bodoh, bodoh! Mimpi apa aku semalam hingga kesialan bertubi-tubi menghampiri hari ini.

"Ma—af, Pak ... ta—pi saya tidak pernah mencoba bunuh diri," cicitku gugup. 

"Seperti yang saya katakan sebelumnya. Maaf tidak akan menyelesaikan masalah, terlepas dari apa pun alasannya, kamu hutang budi dua kali, so harus patuh dan ikut semua keinginan saya," ucapnya tegas. Sedang aku sudah menciut di pojok mobil, mau membantah takut diturunkan di sini, mana jalanan sepi lagi. Sial! Terpaksa aku duduk diam tanpa bantahan sedikit pun.

"Di mana rumahmu?" tanyanya lagi.

"Lurus saja, Pak. Ujung sana belok kanan," terangku meliriknya dari sudut mata. 

———

Tiba di depan rumah, aku memberanikan diri menoleh pada pria itu, dia terlihat tenang setelah membuatku gugup setengah mati.

"Terima kasih tumpangannya, Pak! Saya permisi," ucapku seraya beranjak turun.

"Wait!" Aku berhenti kala mendengar panggilannya, kaca mobil yang sudah tertutup dia turunkan, aku merunduk demi melongok menanyakan ada apa. Baru hendak membuka mulut.

"Ambil sepatumu, saya bukan pangeran dalam kisah Cinderella, lagi pula tidak perlu meninggalkan jejak, kita akan bertemu besok dan ... seterusnya, di kantor," 

What the f*ck? 

Aku bangkit lantas menengadah, menghirup pasokan oksigen sebanyak-banyaknya. Rasanya ingin kumakan saja lelaki kepedean macam dia, dengan geram aku tarik pintu mobil cepat, meraih sepatu dengan gerak kasar, kutatap dia dengan hati dongkol.

"Dasar ge-er!" Kubanting pintu mobilnya keras setelah membalas dia, rasanya sangat jengkel, tak kuhiraukan tatapan terkejut pria itu, mungkin heran dengan kelakuanku barusan, bodo amat! Yang penting aku sudah sampai rumah. 

Gegas aku melangkah masuk, meninggalkan Bugatti hitam mewah yang pemiliknya mungkin masih plonga-plongo di dalam sana. Rasain! Memangnya aku nggak bisa melawan, belum kenal saja dia siapa Hanin. Huh! Menyebalkan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
MOON
novel ini karakternya gak konsisten. membingungkan, karna dikit2 astagfirullah, wallahi, tapi selang seling nyebut f*ck
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • SETELAH TALAK TIGA   Melabrak Pelakor

    Terhitung sudah satu minggu Mas abi mendiamkanku, sementara itu aku tetap bekerja seperti biasanya dengan posisi baru yang diberikan oleh eyang.Hari ini aku berangkat seperti biasa, suamiku tidak masuk, menurut informasi yang kudengar dia ada rapat di luar kantor bersama dengan rekanan bisnisnya yang juga akan ditarik ke kantor kami untuk investasi besar-besaran, dalam sebuah project baru yang digadang-gadang akan menjadi proyek terbesar selama perjalanan bisnis Wira Bangsa Group.Namun anehnya aku tidak dilibatkan di dalam rapat itu, tapi aku juga tidak melihat kehadiran Kiara hari ini, berbagai sangka buruk pun mulai merasuk, apa mereka pergi bersama dan sengaja tidak mengajakku?Karena hati tak tenang aku kemudian menghubungi eyang, dengan lugas aku menceritakan semuanya tentang project tersebut tanpa melewatkan satupun, "Aku tidak diberitahu apa-apa, Eyang, dan aku juga tidak melihat Kiara di sini," aduku.Aku mengangguk mendengar perkataan eyang di seberang sana, pemikiran kami

  • SETELAH TALAK TIGA   Dingin

    Para karyawan lain telah berlalu pergi, begitu pun Kiara, di dalam ruangan luas yang terasa pengap sebab suasana mencekam, aku tinggal dengan Mas Abi dan eyang.Lelaki itu berdiri dengan sebelah tangan memegangi sandaran kursinya, ia meraup wajah berkali-kali, helaan napasnya pun terdengar berat.Aku melihat ke arah Eyang, wanita sepuh itu terlihat duduk dengan tegak, tatapannya menyorot lurus tak goyah. Cucunya mengintimidasi, sementara ia tak merasa bersalah dengan keputusan yang sudah diambil ini.“Apa ada lagi yang ingin kau bicarakan, Abimana?” tanya Eyang. Tampak lelaki itu tersenyum getir, ia menatap lekat pada wajah sepuh, “Aku sangat tersanjung dengan kejutan ini, Eyang. Sekarang, bolehkah aku bicara dengan Hanin sebentar?”“Tidak.” Ia menoleh dengan tatap tajam pada suamiku, “Aku tahu kau ingin menekan Hanin karena keputusanku. Dia tidak bersalah, asal kau tahu Abimana. Jika ingin protes atau menentang keputusan ini, bicara langsung pada eyang, jangan serang istrimu yang tid

  • SETELAH TALAK TIGA   Peresmian (Kejutan Tak Terduga)

    Setelah satu minggu aku menerima kabar dari Eyang, beliau meenelepon dan mengatakan padaku agar bersiap-siap, karena besok adalah hari pertamaku di Wirabangsa Group, tentu saja tanpa sepengetahuan suamiku, mas Abimana.Dan di sinilah aku sekarang, berdiri di depan cermin dan menatap pantulan bayanganku yang sudah siap dengan balutan busana formal yang sudah begitu lama tidak kukenakan.Kurapikan hijab label Bella square putih yang kukenakan, blus berwarna baby blue ini sangat cocok kala kupadupadankan, bawahan celana cutbray putih dan tas senada, aku melangkah keluar dengan hak tinggi yang menunjang penampilanku.Mas Abi sudah berangkat sejak pagi, aku menemui Daisyhara, ia juga terlihat cantik dengan baju senada denganku, kami akan berangkat ke kantor itu bersama-sama, sesuai arahan Eyang, bahkan begitu kami keluar mobil utusannya sudah menunggu."Kau siap, my little princes?" Daisyhara mengangguk dengan senyum semringah terpatri di bibirnya, "I'm ready, Mom!" Kami berdua lantas turu

  • SETELAH TALAK TIGA   Menemui Eyang

    Setelah percakapan panas semalam kami tidak saling bicara lagi, aku putuskan menemui Eyang untuk membicarakan masalah di perusahaan kami. Aku pergi ke sana tanpa sepengetahuan mas Abi, walaupun ia akan membiarkanku pergi, tapi aku tetap tidak ingin memberitahunya. mobil yang aku tumpangi berhenti di depan pelataran rumah besar di mana pertama sekali mas Abi membawaku kemari untuk dikenalkan pada satu-satunya keluarga yang dia miliki, bahkan kenangan manis itu masih melekat di ingatan.Aku bersama Daisy masuk ke dalam, ART baru yang dipekerjakannya mengatakan bahwa Eyang sedang di belakang, ia tidak berubah walaupun masa telah berganti, wanita sepuh itu suka menghabiskan waktunya di kebun kecil penuh anggur yang ia tanam dengan tangan sendiri.Aku langsung menuju ke arah sana, kami menghampirinya yang sedang memetik beberapa anggur dengan keranjang di tangannya, "Eyang ... assalamu'alaikum," panggilku. "Walaikum Salam." Wanita sepuh itu menyahut salamku seraya menoleh, tampaknya ia t

  • SETELAH TALAK TIGA   Pilihan Untuk Abimana

    Menjelang sore mas Abi pulang, wajahnya tampak lesu hari ini, priaku sepertinya kelelahan. Lekas aku menyambut tas yang ia bawa kemudian meraih tangan itu dan mencium dengan takzim. “Mau kuambilkan kopi?” tawarku. Dia mengangguk seraya tersenyum tipis, selanjutnya menjatuhkan tubuh di sofa, tampak jemari tangannya memijit pangkal hidung, itu pertanda ia sedang dalam masalah, aku berlalu mengambilkan kopi untuknya, setelah itu menghidangkan di meja. Mas Abi mengambilnya lantas hanya menyesap sedikit, ia memutar-mutar cangkir di atas piring tersebut, seterusnya pria itu termenung. Yang aku herankan, dia tidak bercerita sepatah kata pun, biasanya suamiku begitu ekspresif, ia akan membagi semua masalahnya denganku, sekecil apapun itu. “Mas, kamu baik-baik saja?” tanyaku, dia menoleh sejenak, kemudian mengangguk, “Mas oke, Sayang, hanya sedikit lelah,” sahutnya. Ia seperti baru tersadar, menoleh ke sekitarnya lalu menanyakan keberadaan putri kami, “Di mana Daisy?” “Tadi sopir eyang jemp

  • SETELAH TALAK TIGA   Tawaran Kiara

    Aku dan Kiara duduk berhadapan di ruang tamu, sejenak kami saling terdiam, aku melihat tatapannya sendu kala menatap Daisy, putriku itu memang terkesan cuek dengan orang yang tak dikenalnya.Sikapnya juga seperti orang dewasa, jika ada tamu, ia tak akan datang kalau tak dipanggil lebih dulu, apalagi mengganggu, Daisyhara tak sama dengan bocah seusianya, dia manja pada orang tuanya, tapi tahu waktu.aku memanggil Bibi Wara untuk menyajikan minuman, bagaimanapun wanita ini tamu, aku harus menghormatinya terlepas dari apapun status yang berhubungan denganku di masa lalu. Jika dipikir-pikir ini sungguh gila, bagaimana tidak, Kiara adalah mantan istri dari mantan suamiku, juga mantan pacar dari suamiku yang sekarang. Lihatlah, dunia yang sempit membuat kami berada dalam lingkaran yang rumit, tapi itulah takdir yang sudah tertulis.“Apa dia putrimu?” tanya Kiara tiba-tiba, ia tak mengalihkan tatapannya dari gadis kecilku.“Ya, dia putriku dan mas Abi.” Kiara tersenyum, “Cantik sekali, mata

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status