Mentari terjaga dari tidurnya saat merasakan tangan seseorang mengelus wajahnya.
Saat membuka mata dia melihat wajah Benji tepat berada di atasnya.
"Astaga" kagetnya dengan mendorong dada Benji agar menjauh.
Dia segera mengubah posisinya menjadi duduk. Dia lupa kalau semalam Benji tidur di sini.
Dan bodohnya dia malah ketiduran jadi lupa buat pindah tidur di sopa.
" ck biasa aja, kayak liat hantu" ucap Benji sinis.
Pria itu segera memakai kaosnya dan mengambil jaket nya.
Lah sejak kapan Benji tidak memakai bajunya, Mentari meihat kebawah ah untung ternyata dia masih memakai bajunya.
"Gue nggak sebejat itu kali" ujar Benji yang mengetahui isi pikiran Mentari.
Mentari melihat keluar jendela hari masih gelap. Lalu dia melihat jam di meja, pantes aja gelap masih jam tiga pagi bantinya.
"Gue pulang" ujar Benji dengan melangkah ke jendela.
"Kenapa nggak dari semalam" batin Mentari.
Dia mengikuti benji, penasaran bagaimana cara pria itu turun.
" Tangga" ucapnya, saat melihat tangga yang ada di bawah jendelanya. Sejak kapan ada tangga di situ.
"Lo kira gue manjat naik kesini, emang gue spider-man yang bisa manjat tembok" ujar Benji yang mulai menurunkan kakinya di anak tangga pertama.
Iya juga sih, ini gara-gara dia sering baca novel tentang cowok-cowok yang bisa manjat sampai ke balkon rumah pacarnya.
Tapi sejak kapan ada tangga di situ
"Aku harus buang tangga itu besok biar kak Benji nggak bisa naik lagi kesini" batin Mentari tersenyum senang."Nggak usah mimpi walau lo buang ni tangga, gue masih punya seribu tangga lagi" teriak Benji yang ternyata sudah sampai kebawah. Pria itu mengambil tangganya, dan menaruhnya di dekat pohon yang ada di depan rumah Mentari.
Kenapa Benji selalu bisa membaca pikiranya.
"Gue pulang" teriak pria itu lagi.
Untung masih sepi kalau tidak bisa gawat.
Mentari berdo'a dalam hati smoga besok-besok kalau Benji naik ke kamarnya lagi, ada orang yang lihat biar di kira maling. Jadi pria itu nggak bisa masuk kesini lagi.
"Do'a yang jelek itu nggak akan pernah terkabul" teriak Benji entah dari mana.
Mentari melebarkan matanya kaget dia buru-buru menutup pintu jendelanya. Takut ibunya kebangun karena mendengar teriakan Benji.
Brummmmm
Tak lama terdengar suara mobil yang melaju pasti itu mobil Benji.
Dia bernapas lega, pokoknya besok dia harus buang tangga itu.
****
Mentari sudah berada di kampusnya sekarang, tadi pagi seperti rencananya dia membuang tangga itu, lalu menambahkan kunci pada jendelanya biar Benji tidak bisa masuk lagi.Sekarang sudah waktunya makan siang, dan dia sedang menikmati makananya.
"Hai cupu...." sapa seseorang yang sudah duduk di sebelahnya.
Ada Veve dan teman-temanya di sana. Mereka orang-orang yang sering mengganggu Mentari, padahal dia tidak pernah punya salah apa-apa.
"Wah kok lo makan nggak ada kuah nya entar seret lo.." ucap Veve.
"Nih gue kasih kuah buat lo.." ujar Veve dengan menyiram kan minumanya ke piring Mentari.
Mentari melebar kan matanya ketika melihat nasinya sudah berwarna merah akibat minuman soda yang di tuang kan Veve.
"Baikan gue ngasih lo kuah" ujar Veve mengejek.
Mentari meletakan sendok nya.
"Bisa jangan ngganggu aku" ucapnya."Wow nggak bisa tu maaf ya..." ucap salah satu teman Veve. Di iringi dengan tawa mereka bertiga.
Mentari memilih mengalah lebih baik dia pergi saja dari sini.
"Eh mau kemana lo, nih makanan lo belum habis" ucap Veve.
Mentari tak peduli dia terus berjalan namun baru beberapa langkah.
Buk...
Seseorang menjagal kakinya, dia tau ini pasti perbuatan Veve.
"Hahahahaha" tawa veve dan temanya semakin kencang.
"Lo gimana sih mata udah empat masak nggak keliatan juga" ujar Veve dengan senyum mengejek.
Mentari buru-buru mengambil bukunya yang terjatuh dan segera pergi.
Dia pergi ke taman belakang kampus tempat dimana tak ada orang yang mengganggunya.
Dia akan duduk di sini sambil menunggu kelas berikutnya dimulai.
Dia heran sama-sama orang-orang yang sering mengganggu orang lain. Apalagi orang itu sama sekali tidak salah.
Sebenarnya bisa saja dia melawan cuman dia malas meladeni orang seperti itu, biarkan saja nanti juga bosan sendiri.
Benar kata Benji, dia benci sama orang-orang yang hanya menilai orang lain dari fisik dan materi.
Mentari menggelengkan kepalanya kenapa dia jadi memikirkan pria itu sih.
Dia menghembuskan napas, rasanya ingin teriak dan mencaci maki orang yang membully nya.
Walau dia terlihat sabar, tapi tetap saja dia itu manusia biasa yang punya rasa kesal.
Apa lagi tadi makananya jadi terbuang sia-sia. Padahal masih banyak dia baru makan beberapa suap saja.
Ya sudah lah nanti dia bisa makan dirumah saja lagi.
Benji meraih tangan Mentari, lalu menggenggam nya erat. "Untuk orang yang pertama kali jatuh cinta, gue bingung sebenarnya mau bertindak bagaimana. Makanya akhirnya yang bisa gue lakuin cuma maksa lo buat jadi pacar gue.." ujar Benji melanjutkan ceritanya. Dia ingat banget waktu itu, dia memacari Mentari tanpa persetujuan Mentari, alias maksa. "Dan lo selalu nangis setiap gue deketin.." ujar Benji dengan tertawa lucu. Mentari pun ikut tertawa, dia takut banget sama Benji waktu itu. "Gue sempat mikir waktu itu, apa muka gue serem banget.." ujar Benji lagi. " Bukan serem, kakak tu ganteng. Cuma galak.." sanggah Mentari. "Kalau gue ganteng, kenapa lo nggak mau sama gue waktu itu?" Tanya Benji heran. "Ya... Karena aku nggak yakin kakak suka sama aku. Aku tu mikir kok bisa, orang kayak kakak, suka sama aku yang biasa aja.." ucap Mentari
"semakin gue perhatiin semakin gue tertarik sama lo.." ujar Benji melanjutkan ceritanya, nggak mau Mentari berlarut-larut dalam kesedihan nya.Mentari pun kembali mendengarkan cerita Benji."Walaupun lo sering di Jahatin, lo tetap semangat pergi kuliah, itu yang bikin gue salut. Lo tetap senyum setiap masuk ke kampus, dan walaupun sendirian gue ngelihat lo tetap bahagia, lo kayak punya dunia sendiri.." ujar Benji.Waktu itu tanpa sadar saat melihat Mentari tersenyum, Benji juga ikut tersenyum, seakan tertular."Akhirnya gue sadar, kalau ternyata kita sama, sama-sama sendirian dan kesepian. Lo sendirian karena di jauhi teman-teman lo, gue sendirian karena nggak mau dekat sama siapa pun.."Kala melihat Mentari dia seperti melihat dirinya sendiri, kesepian nggak punya teman. Tapi sebenarnya hidup mereka, nggak semenyedihkan itu. Mentari dan Benji sama-sama menikmati kesepian mereka. Karena itu membuat mereka tenang."Dari situ pula, gue m
"turun dulu kaki gue kesemutan.." ucap Benji ke Mentari, akibat terlalu lama memangku Mentari."Lemah." Ucap Mentari pelan, dengan turun dari pangkuan Benji."Apa?" Ujar Benji, dia masih bisa mendengar ucapan Mentari."Nggak.." ujar Mentari dengan tersenyum semanis mungkin takut di amuk Benji. Karena sudah mengatainya.Sementara Benji nggak mau ambil pusing, dia meluruskan kakinya. Supaya kesemutan nya hilang."Kak gimana kalau kita ceritanya dengan duduk di sana aja" ajak Mentari dengan menunjuk sofa besar yang ada di dekat jendela kamar mereka.Mereka berdua biasanya duduk di sana kalau malam, terus lihat bintang-bintang.Mentari langsung berjalan ke sofa itu tanpa menunggu jawaban dari Benji."Wah... Banyak banget bintang nya..." Ujar Mentari dengan duduk di sofa itu.Tak lama Benji pun menyusul duduk di sana, saat kakinya sudah mendingan.Mau cerita aja, banyak Drama nya."Terus gimana?" Tanya Mentari t
"aku takut banget rasanya hiks..." Ujar Mentari di sela tangisnya.Benji menjauhkan wajah Mentari dari lehernya. Wajah Mentari terlihat sembab, dan matanya juga bengkak.Jujur Benji tidak suka kalau melihat Mentari menangis, apalagi itu karena dirinya."Udah.." ucapnya dengan menghapus air mata Mentari."Aku terus berpikir buruk, aku bingung kenapa kakak begitu? Apa aku ada salah?" Ujar Mentari mengungkapkan semua unek-unek nya.Benji terus menghapus air mata Mentari yang keluar, dia diam saja membiarkan Mentari mengeluarkan semua isi hatinya."Aku takut kalau kakak ninggalin aku sama Bachtiar, terus aku harus gimana?" Ujar Mentari sedih."Nggak akan..." Jawab Benji tegas.Cup.Benji mengecup bibir Mentari."Udah ya.." ujarnya sekali lagi, dengan mengelus pipi Mentari."Ta
"cium dong..." Ujar Benji dengan memajukan wajahnya ke depan muka Mentari.Dari acara kejutan tadi, sampai sekarang Mentari masih terus mendiaminya. Bachtiar juga gitu.Tadi Benji menitipkan Bachtiar dulu ke rumah mertuanya, dia harus membujuk Mentari dulu sekarang. Kalau masalah anaknya gampang, tinggal di beliin mainan aja nanti juga baik lagi."Tari..." Seru Benji, saat Mentari diam saja."Suaminya lagi ngomong juga, malah sibuk main handphone.." ujar Benji lagi.Benji mengambil hp yang ada di tangan Mentari, lalu mengantongi nya.Mentari menatap Benji dengan kesal."Makanya ngomong dulu..." Ucap Benji.Mentari membuang mukanya, dia masih kesal sama Benji. Mentari mengambil laptopnya, biarin aja hp nya di ambil sama Benji. Dia masih bisa main game dan nonton di laptop.Benji menghembuskan napasnya sabar. Dia ikut naik k
Benji jadi menyesal melakukan rencana kejutan ini. Dia menyesal membuat Mentari menangis sampai seperti ini.Selama mereka menikah, mereka nggak pernah merayakan anniversary. Bahkan Benji dan Mentari juga nggak pernah merayakan ulang tahun mereka selama mereka kenal. Kecuali ulang tahun Bachtiar.Alasan nya, kalau Mentari dia memang nggak suka ngerayain ulang tahun. Kalau Benji sendiri dia pasti sedih kalau ingat tentang perayaan ulang tahun, membuatnya jadi ingat dengan perlakuan papinya dulu.Kado ulang tahun yang Benji sangat ingin kan dari dulu. Yaitu di peluk dan di sayang sama papinya, tapi sayang sampai sekarang keinginan itu belum terwujud.Makanya Benji malas kalau merayakan ulang tahun.Dan di perayaan pernikahan mereka yang ke enam tahun ini lah, akhirnya Benji punya ide untuk pertamakali nya mereka harus merayakan nya."Rani siapa?" Tanya Mentari masih me