"APA?" teriak Jiya yang terlihat terkejut.
Semua orang yang ada di ruangan itu pun menatap ke arah Jiya dengan penasaran.
"Baik-baik, aku akan secepatnya ke sana," ujarnya lagi menanggapi kalimat orang yang ada di dalam panggilan tersebut.
Setelah selesai mengatakan hal tersebut, Jiya pun menutup panggilan itu.
"Ada apa?" tanya Nindy dengan suara lemah.
"Toko kue kebakaran," jawab Jiya sambil memasukkan ponsel tersebut ke dalam sakunya dengan cepat.
"Ji," panggil Nindy sambil menatap sahabatnya yang terlihat gugup itu.
Jiya pun menatap Nindy. "Ya?"
Nindy melambaikan tangannya, dan Jiya pun segera mendekat.
"Kenapa?" tanya Jiya saBeberapa penjahat itu pun langsung melarikan diri. Sedangkan Jiya langsung bangun dan berlari ke arah Bumi."Bumi," ucapnya sambil merengkuh tubuh anak laki-laki yang terlihat lemas, tak sadarkan diri itu.Dan Jiya pun makin histeris karena melihat darah mengalir dari kepala anak laki-laki yang menyelamatkannya tersebut.Adam yang sudah sampai pun segera mengambil Bumi dari tangan Jiya. Ia dengan cepat menggendong Bumi ke arah mobilnya, sedangkan Jiya segara menyusul Adam dan dengan cepat mereka masuk ke dalam mobil tersebut. Satu jam berlalu, Jiya dan Adam terus menunggu di depan ruang IGD salah satu rumah sakit di kota itu."Kamu istirahat saja dulu," ucap Adam ketika melihat wajah Jiya yang terlihat pucat.
Beberapa jam berlalu, setelah selesai membantu Bumi membersihkan diri, makan dan sebagainya, akhirnya Jiya pun istirahat di kursi yang ada di dekat anak laki-laki tengil itu."Kamu capek?" tanya Bumi sambil melirik ke arah Jiya.Jiya pun tersenyum kecil. "Tidak, kenapa capek. Hanya saja saat ini aku lapar tadi lupa belum sarapan. Aku pergi cari sarapan dulu ya," ucap Jiya dengan ceria.Bumi pun langsung menyahut, "Jangan. Biar mereka yang membelikan makanan untuk kamu." Bumi mengatakan hal tersebut sambil menunjuk ke arah dua wanita yang ditugaskan untuk merawat dirinya.Kemudian kedua wanita itu pun langsung mendekat ke arah Jiya. "Iya, biar kami saja yang membelikan makanan untuk kamu. Kamu ingin apa?" tanya salah satu dari mereka.
"Tapi dia itu seorang tentara, apa mungkin dia akan melakukan hal serendah itu?" ujar Jiya sambil terus menatap ke arah kertas yang ada di tangannya."Aku hanya menunjukkan apa yang aku temukan. Percaya atau tidak, itu urusan kamu," sahut Adam dengan nada dingin.Jiya pun kembali menatap Adam, tapi ia hanya diam sambil terus menatap wajah tampan itu."Kenapa?" tanya Adam dengan tatapan tajam yang menyertai kalimat tersebut.Jiya pun terkesiap. "Ah tidak apa-apa. Kamu benar, dia mungkin saja melakukan hal itu," ujarnya dengan serius."Ternyata otak kamu masih berfungsi," sahut Adam dengan ringan.Jiya pun menyipitkan matanya ke arah Adam. "Hisss," desisnya kesal. 'Dasar mulut pisau,' batinnya.&n
"Ha?" ucap Jiya yang bingung dengan pertanyaan ibunya barusan."Ha, apanya. Kapan kamu berangkat, biar ibu bantu siap-siap," ucap Bu Mutia lagi.Jiya pun menatap ke arah Ibunya dengan tatapan aneh."Malah ngelihatin Ibuk kaya gitu," ujar ibunya yang saat ini sedang sibuk memberi makan ikan kesayangannya."Ibuk nggak ngelarang?" tanya Jiya dengan bingung.Bu Mutia pun menyahut, "Bagus juga kalau kamu bisa ke Jakarta. Nanti Ibuk bilang sama Adam supaya ngenalin kamu sama temannya yang ada di sana, siapa tahu ada jodoh di sana.""Ibuk …." Jiya pun merengek seperti anak kecil pada Ibunya.Bu Mutia pun terkekeh melihat tingkah Jiya tersebut.
Jiya pun berbalik dan segara mencengkeram tangan wanita tersebut dengan sekuat tenaga. Hingga wanita tersebut meringis dan kemudian melepaskan rambut Jiya."Sialan kamu!" Maki wanita tersebut yang kesal menatap Jiya sambil memegangi tangannya yang sakit karena bekas cengkeraman Jiya."Kamu itu yang si—"Bi Sumi pun segera berdiri di hadapan Jiya. "Nona, ini tidak pantas," sela Bi Sumi menengahi.'Nona?' batin Jiya sambil terus menatap ke arah wanita tersebut."Kenapa kamu menatapku seperti itu? Dasar gadis kampung pembawa sial!" ujar wanita tersebut sambil menatap tajam ke arah Jiya.Bi Sumi pun kembali menyahut, "Hentikan Nona."
Kemudian Jiya pun mendekatkan wajahnya ke telinga Adam lalu berbisik, "Aku ingin mencari pembalut, apa kamu bisa menyuruhnya membelikan benda itu?"Mendengar hal tersebut, Adam pun langsung melepaskan cekalan tangannya. "Cepat kembali," ujarnya sambil berlalu."Iya," sahut Jiya lalu berjalan kembali dengan Rangga sambil meneruskan perbincangan mereka. Beberapa saat kemudian mereka pun sudah sampai di sebuah tempat makan kecil yang ada di dekat rumah sakit tersebut."Bukannya tadi kamu ingin membeli sesuatu yang penting?" tanya Rangga dengan santai sambil duduk di dekat Jiya setelah memesan makanan untuk mereka.Jiya pun menyahut dengan santai, "Aku hanya asal bicara saja.""Jadi kamu membohon
"Kamu …"Belum selesai Adam mengucapkan kalimatnya, Jiya sudah berdiri dari kursinya lalu berjalan ke arah Rangga yang sedang berdiri di dekat Adam.Rangga pun mengernyitkan keningnya ketika Jiya berdiri di hadapannya."Mas tolong suapi Bumi, aku akan pergi keluar sebentar," ujar Jiya sambil memberikan piring yang ada di tangannya dengan tergesa-gesa.Rangga pun menerima piring tersebut lalu melihat Jiya yang berlari meninggalkan ruangan itu.Namun di saat yang sama …"Ji!" panggil Bi Sumi namun tak terdengar oleh Jiya yang sudah berlari entah ke mana. "Anak itu sangat ceroboh," gumam Bi Sumi sambil menatap ke arah tas kecil yang ada di sampingnya—tas milik Jiya.Adam yang juga melihat ta
Terlihat seorang wanita yang mereka kenal, berjalan ke arah mereka dengan arogan."Dih," ujar Jiya pelan ketika mendengar sahutan tersebut."Kenapa, tidak suka melihatku?" tanya wanita tersebut setelah berdiri tak jauh dari Jiya dan bi Sumi.Bi Sumi pun menyahut dengan cepat, "Mana mungkin ada hal seperti itu.""Tapi aku lihat orang di dekat kamu tidak seperti itu," ujar wanita tersebut sambil menatap tajam ke arah Jiya dan terlihat seperti sengaja ingin mencari masalah.Lalu Jiya pun langsung tersenyum menanggapi perkataan wanita tersebut. "Mana mungkin. Kamu kan keponakannya nyonya pemilik rumah ini, jadi mana mungkin aku tidak menyukai kamu," tandasnya.Wan