All Chapters of SKANDAL JEPIT Mr.Presdir: Chapter 1 - Chapter 10
90 Chapters
Hari Yang Kampret
            Di halaman sebuah hotel berbintang yang ada di salah satu kota kecil di Jawa Timur, terlihat seorang gadis berlari-lari kecil menuju hotel.   "Kampret! Kenapa harus hujan sih," gerutu gadis bersweater hitam itu sambil mengangkat tas di atas kepala, berharap gerimis yang membasahi halaman hotel tersebut tak ikut membasahi kepalanya.                  Dan ketika ia memasuki hotel …   "Brugh! Isshh …" desis gadis itu saat tak sengaja menabrak seseorang.   "Hei, hati-hati dong!" teriak orang yang baru saja tertabrak oleh gadis tersebut.   "Maaf," ujar gadis itu sambil menangkupkan kedua telapak tangan di depan dada.   Lalu …   "Ji!" p
Read more
Brewok Tak Berhati
              Dua jam kemudian akhirnya Jiya pun sadar, ia mulai membuka matanya perlahan. "Ini  di mana," gumam Jiya sambil memegangi kepalanya yang terasa berat. "Hacihhh!" Ia pun bersin seketika. "Sudah bangun?" tanya seorang wanita yang kini berjalan ke arahnya. "Sudah, kamu siapa? Dan di mana ini?" tanya Jiya yang sangat asing melihat wanita itu. Wanita itu pun tersenyum hangat. "Ini ada di hotel dan saya adalah  dokter yang dipanggil oleh Pak Adam untuk merawat kamu?" jawabnya dengan tenang sambil memberikan segelas teh hangat pada Jiya. "Terima kasih," ucap Jiya lalu menerima teh tersebut dan segera menyeruputnya.Tapi tiba-tiba Jiya menghentikan aktifitasnya. "Tunggu, hotel? Pak Adam itu orang yang menab
Read more
Alasan Yang Tepat
"Bumi tenang. Papa sedang  ada di luar kota, sedang mengurus proyek baru," jawab Adam sambil memijat kepalanya. "Papa, masih lama di sana?" tanya Bumi—anak yang ada di dalam panggilan tersebut. "Masih, mungkin—"  Tut … tut … tut! Panggilan tersebut terputus begitu saja. "Dasar anak nakal," ujar Adam sambil menatap layar ponselnya. * Di tempat lain.           Saat ini Jiya dan Nindi pun bergegas  meninggalkan hotel tersebut. Dan ketika mereka sampai di luar hotel … "Gendeng awakmu Ji, wani-wanine awakmu nompo duwike wong kae maeng (gila kamu Ji, berani-beraninya k
Read more
Tidak Salah
          Mendengar teriakan terebut Pak Ghofur dan Adam pun langsung saja berlari ke dalam rumah. Di sana terlihat Bu Mutia—Ibu Jiya sedang tergeletak di lantai dengan Jiya yang sedang memangku kepalanya. "Bu, kamu kenapa?" tanya Pak Ghofur yang juga langsung duduk di lantai kebingungan menatap istrinya tersebut. "Mari Pak kita bawa ke rumah sakit, saya akan siapkan mobilnya dulu," ucap Adam. Pak Ghofur pun langsung menyahut, "Iya Nak, tolong ya." Lalu Adam pun bergegas menyiapkan mobil seperti yang ia katakan, dan tak lama kemudian kembali masuk ke dalam rumah tersebut. "Sudah Pak, ayo kita bawa ke mobil," ujar Adam sambil bersiap menggendong Bu Mutia. "Kuat apa tidak?" tanya Jiya sambi
Read more
Bumi Hilang
"Sudah hentikan, aku mengerti," sahut Adam yang sudah bisa membayangkan apa yang Bumi lakukan. "Terima kasih Tuan," sahut Barak dengan suara lega. "Lalu kalian sekarang ada di mana?" tanya Adam sambil menatap jam tangannya yang menunjukkan pukul sembilan malam. "Kami baru saja masuk kota Surabaya," jawab Barak dengan cepat. "Apa kalian hanya berdua?" "Iya Tuan," sahut Barak dengan cepat. "Huff," Adam menghela napas panjang. "Kalian cari tempat menginap dulu, besok pagi baru melanjutkan perjalanan lagi," sambungnya. "Baik Tuan," sahut Barak dengan tenang. Lalu Adam pun mematikan panggilan tersebut dan meletakkan ponselnya di atas meja
Read more
Jangan Fitnah Aku Mbak
PLAKKK! Sebuah tamparan menebas pipi laki-laki yang baru saja memukul Adam. "Kamu itu yang mampus!" teriak Jiya setelah menampar pipi laki-laki itu sekuat tenaga. "Ternyata selama ini kamu juga jalang," ujar laki-laki itu sambil menarik kemeja Jiya hingga membuat beberapa kancing kemejanya terlepas. Jiya pun tersenyum sinis. "Apa yang ingin kamu lakukan? Apa orang tua Sherin belum berbicara pada paman dan bibi?"  "Mereka tetap ingin aku menikah dengan kamu. Dan aku harus menikah dengan kamu," tegasnya. Jiya pun tersenyum menghina, "Aku … menikah dengan kamu yang sudah selingkuh di depan mataku? Otakmu itu ada di mana?"  "Kamu sendiri, apa yang kamu lakukan dengan laki-laki sial ini?" ucap laki-laki itu seolah mengintrogasi.
Read more
Sepuluh Juta Untuk Nama Moli
"Maafkan saya Tuan Muda," sahut orang tersebut sambil membungkukkan badannya. "Orang nggak berguna!" teriak anak itu dengan gaya tengil. 'Duh anak siapa ini, kok bisa begini bentukannya,' batin Jiya yang merasa heran melihat tingkah super anak tersebut. Sesaat kemudian …. "Turunkan dia," ucap Adam yang  entah sejak kapan sudah ada di belakang Jiya. Jiya pun langsung menoleh dan segera menurunkan anak laki-laki tersebut. "Siapa yang mengajarimu seperti itu?" tanya Adam sambil menatap tajam ke arah anak tersebut.  Anak itu pun menunduk tapi wajahnya tidak menunjukkan rasa bersalah. "Katakan!" bentak Adam.
Read more
Kalah Taruhan
"Tidakkkkk!" teriak Bumi sambil mengacak-ngacak rambutnya. "Tidak mungkin, aku ini juara catur kenapa bisa kalah," ucap anak laki-laki itu sambil menatap papan catur di hadapannya dengan rasa tak terima. Jiya pun tersenyum santai. "Bagaimana? Aku sudah mengalahkanmu tiga kali," ucapnya dengan tenang. Bumi pun langsung menunjuk wajah Jiya. "Kamu pasti curang," tukas Bumi, menolak kekalahannya. Jiya pun menyenderkan tubuhnya di kursi yang ia duduki. "Katanya laki-laki dewasa … laki-laki kok mewek," ejek Jiya seperti anak kecil. "Aku nggak nangis!" serunya sambil turun dari kursi yang didudukinya.  Jiya pun menatap Bumi dengan remeh. "Kalau begitu buktikan. Laki-laki itu kalau punya janji harus ditepati," sahutnya sambil bersikap sok malas menghadapi B
Read more
Sepuluh Juta per Bulan
    Akhirnya Bumi pun pergi mencari toko penjual es krim bersama anak-anak itu.  "Ke mana mereka?" tanya Adam sambil terus menatap ke arah anak-anak kecil tersebut. "Mencari toko," jawab Jiya dengan santai. "Mencari toko, apa maksud kamu?" tanya Adam.  "Ya mencari toko," sahut Jiya masih dengan nada santai. "Bukannya tadi ada toko." "Ada, tapi jam segini toko yang menjual es krim jarang yang sudah buka," terang Jiya. Adam pun bergumam menanggapi hal tersebut. "Mana," ucap Jiya sambil menengadahkan tangannya di depan Adam. Adam pun mengernyitkan keningnya melihat tangan Jiya. "Apa?" tanyanya. "Ganti uangku," jawab Jiya singkat. Adam menghela napasnya saat melihat hal itu, ia pun segera mengeluarkan dompetnya. "Ini," ucapny
Read more
Bukan Dari Paijo
"A-a-aku …" Jiya kebingungan harus menjawab apa.   Adam pun memejamkan matanya. "Ehem," dehemnya, "sudah aku tidak ingin mendengar omong kosong lagi. Apa yang terjadi?" tanyanya sambil menatap ke arah Jiya.   Kemudian Lina pun langsung menyahut, "Ini Pak, saya Lina. Saya salah satu temannya Jiya, saya ingin melamar menjadi pengasuh untuk anak Bapak."   Adam pun langsung menatap ke arah Lina. "Jadi kamu?"   "Iya Pak, saya," sahut Lina sambil tersenyum manis pada Adam.   'Apa orang seperti ini bisa menangani Bumi,' pikir Adam sambil menatap ke arah Lina beberapa saat. "Ya baiklah kamu ikuti saja bagaimana perkataan Jiya," ucap Adam dengan tatapan dingin menyertai kalimatnya.   "Baik Pak," sahut Lina dengan lembut.   Lalu Adam kembali menatap ke arah Jiya yang masih sibuk menggoda Bumi kecil. "Kamu," panggilnya.  
Read more
PREV
123456
...
9
DMCA.com Protection Status