Home / Romansa / SKANDAL PEWARIS CULUN / Bab 3. Si Culun Yang Liar

Share

Bab 3. Si Culun Yang Liar

last update Huling Na-update: 2025-08-19 15:41:49

Zayden menghela napas panjang. Ia baru keluar dari kamar mandi setelah tadi Misha mengotori pakaiannya dengan muntahan.

“Bisa-bisanya dia tertidur pulas setelah memuntahkan hampir seluruh isi perutnya ke anak buahnya sendiri.”

Zayden berdecak kesal, menatap Misha yang masih terlelap di atas kasur motel. Pakaian wanita itu masih bersih, kontras dengan miliknya yang basah dan bau—yang sudah ia buang ke tempat sampah kamar mandi. Sepertinya ia harus menelepon seseorang  untuk membawakannya pakaian ganti. 

Di tubuhnya, hanya ada handuk yang melilit dari pinggang ke bawah. Badannya masih setengah basah. Saat berjalan sambil mengeringkan rambut, ia terkejut karena melihat Misha yang terbangun. Misha duduk di pinggir kasur, setengah limbung karena mabuk. Namun ia belum menyadari keberadaannya. 

“Syukurlah, ternyata masih mabuk.”

Zayden menghela napas lega, ia tak terlalu malu karena sedang setengah telanjang. Ia akhirnya berjalan ke arah nakas di samping tempat tidur, berencana menelepon seseorang untuk membawakan baju ganti. 

“Akhirnya Anda bangun juga, Bu Misha. Sepertinya Anda masih mabuk, tidurlah lagi. Tenang saja, Anda tidak terkena muntahan Anda sendiri,” kata Zayden pada Misha.

Melihat Misha yang hanya diam dan tidak menanggapi ucapannya, Zayden kembali pada tujuannya untuk menelpon seseorang. Zayden sama sekali tidak menyadari saat Misha tiba-tiba bangkit dari kasur, berjalan mendekatinya. 

Dan lagi-lagi Zayden terkejut karena Misha tiba-tiba menyentuh otot perutnya. 

“Badanmu bagus juga,” ucap Misha sambil menatap otot perut Zayden. “Sebaiknya jangan terlalu sering menyembunyikan otot tubuhmu di balik semua kemeja longgarmu itu.” 

Ada tatapan takjub di mata atasannya itu.

“Andai saja bebek cerewet itu tahu bahwa ada otot seseksi ini di balik bajumu, mungkin dia akan langsung melemparkan dirinya sendiri padamu,” kekeh Misha dengan pemikirannya.

Zayden merasa tak nyaman karena tiba-tiba disentuh seperti itu. “Bu Misha, apa yang Anda lakukan?”

“Tentu saja mengagumi ciptaan Tuhan,” rancau Misha.

Zayden berdiri terpaku saat tangan Misha masih menyentuh otot perutnya. Hingga sentuhan itu semakin turun sedikit ke garis batas handuk yang melilit pinggangnya. Akan semakin bahaya jika dia tidak segera menghindar. Seseorang yang mabuk tentu saja tidak sadar dengan apa yang dia lakukan.

“Aku jadi penasaran…” gumam Misha, matanya setengah terpejam, senyumnya tipis tapi jelas menantang. 

“Yang di bawah sini … bagaimana, ya?” Jari Misha berhenti di ujung handuk, membuat napas Zayden tercekat. Zayden memejamkan mata sesaat. Setengah karena ingin mengontrol diri, setengah karena hampir kehabisan napas.

Misha menyeringai, tidak kehabisan cara untuk menggoda Zayden. Dia lanjut berkata, “Apa aku boleh melihatnya?” bisik Misha, kali ini nyaris tanpa suara. “Sedikit saja, untuk riset pribadi.”

Zayden tidak langsung menjawab. Rahangnya mengencang, tangan yang semula menggenggam handuk kini bergerak, menahan tangan Misha yang hampir menyentuh bagian paling sensitif dari tubuhnya.

“Hentikan!” perintah Zayden.

Misha hanya tersenyum miring. Genggaman Zayden bukan dorongan untuk menolak. Tidak ada kekuatan, hanya sekedar menunda waktu.

“Saya bukan pria baik-baik seperti yang Anda kira, Bu Misha,” lanjutnya menatap mata Misha dengan intens.

“Kalau Anda terus seperti ini… saya tidak akan melepaskan Anda.”

Bukannya takut, justru senyum Misha makin lebar, antara mabuk, berani dan menantang. Tak lagi bisa menahan, Zayden akhirnya menarik Misha, satu tangannya memeluk pinggang Misha, yang satu lagi menyentuh tengkuknya, lalu berbisik di telinganya, “Ingatlah, Anda yang memulai ini. Jadi jangan salahkan… kalau saya selesaikan semuanya.”

Misha tersenyum. Usahanya membuat Zayden goyah tidak sia-sia. “Kalau begitu, selesaikan semuanya, Zay,” balas Misha menantang.

Misha mendorong dada Zayden, menciptakan sedikit jarak agar bisa melihat wajah Zayden yang memerah. 

Tanpa menunggu lama, Misha mendekatkan wajahnya. Bibirnya yang berlapis gincu merah meraup bibir Zayden. menyesap dan menggigitnya kecil, penuh tuntutan. Tubuhnya menghangat, membara oleh gairah yang tak tertahankan. Begitupun Zayden, pria itu sama terbakarnya.

Tangan Zayden yang tadi memeluk pinggang Misha kini beralih merambat, menyentuh kancing kemeja yang dikenakan wanita itu dan membukanya satu persatu. Tak butuh waktu lama hingga Zayden disuguhkan pemandangan menakjubkan. Jakunnya terlihat naik turun menahan hasratnya yang semakin liar.

“Sentuh aku, Zay!” bisik Misha lirih saat Zayden sedang betah menikmati tubuhnya yang setengah telanjang, belum sempat menyentuhnya.

“Kau yang memintanya, Bu Misha. Jangan menyesal!”

Zayden tidak lagi menahan diri. Pria itu bergerak menyentuh leher Misha. Mengendus, menyesap serta menggigitnya hingga meninggalkan jejak yang terlalu nyata. Ciuman itu tak berhenti sampai di situ, bahu Misha menjadi incarannya setelah kemeja yang dipakainya meluncur begitu saja.

“Aahh….”

“Kamu menyukainya?” Erangan yang lolos dari bibir Misha, menggelitik rasa penasaran Zayden. Dia belum sepenuhnya menjamah tubuh Misha, tapi wanita itu tampak sudah terbang ke nirwana.

Misha mengangguk. Sentuhan Zayden pada tubuhnya membangkitkan kembali rasa nikmat yang sudah lama dilupakannya. Dia ingin lebih dari sekedar sentuhan. Dia menginginkan Zayden lebih dari itu.

“Aku sudah mengatakan padamu, jika aku bukan pria baik-baik. Membuatmu melayang seperti ini bukan hal yang sulit bagiku, Bu Misha.”

Zayden kembali melancarkan aksinya, kali ini dia menggendong tubuh Misha, membawanya ke atas ranjang. Namun, tidak melepaskan pagutan mereka. Decapan itu semakin panas seiring tangan Zayden yang menyentuh dan meremas bagian depan tubuh Misha yang masih terbungkus kain pelindung. 

“Uughh….” 

Lenguhan itu kembali terdengar. Misha benar-benar dibuat gila oleh sentuhan-sentuhan Zayden. Puncaknya, saat tangan Zayden menyentuh bagian sensitifnya. Ia mengerang panjang seiring tubuhnya yang melengkung ke atas. Ia mendapatkan pelepasannya bahkan sebelum Misha memasukinya.

Sudah sangat lama dia tidak merasakan perasaan memabukkan seperti ini lagi. Rasanya membuatnya hampir gila.

Bisikan Zayden yang sensual membuat Misha semakin menginginkan lebih.

“Sekarang giliranku, Bu Misha….”

***

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • SKANDAL PEWARIS CULUN   Bab 8. Insiden Kecil Dalam Lift

    “Kenapa harus berpapasan lagi,” desah Misha dalam hati saat berdiri berdua bersisian dengan Zayden saat menunggu lift datang. Misha berusaha tetap tenang, dengan wajah dingin seperti biasanya dan tanpa senyuman. Seakan-akan tidak ada Zayden di sana.Kedok yang berusaha dia pertahankan meski hatinya berdebar tidak karuan.“Tenang, Misha. Rileks,” Misha berusaha menyabarkan diri.Tidak ada yang berbicara, hanya ada keheningan dan riuhnya beberapa percakapan dari dalam ruangan yang terdengar sampai lorong sebagai latarnya. Misha juga enggan untuk berbicara duluan.Lift akhirnya tiba, yang terasa begitu lama bagi Misha. Keduanya masuk bersamaan ke dalam lift yang kosong dengan tujuan yang sama yaitu lobbi.Pintu lift tertutup, menampilkan pantulan sosok mereka berdua di sana dengan jelas.“Zayden.”Misha akhirnya buka suara.Zayden meliriknya sekilas sebelum menjawab. “Iya, Bu Misha.”“Senin besok akan ada anak intern di team kita. Kamu yang akan menjadi pengawasnya ya.”Zayden sontak me

  • SKANDAL PEWARIS CULUN   Bab 7. Kebimbangan Yang Semakin Nyata

    Di antara riuhnya obrolan para karyawan di jam makan siang, Misha nampak gelisah. Padahal saat itu dia sedang tidak makan sendirian melainkan bersama beberapa rekan kerja dan Joshua yang duduk di depannya sembari mengoceh panjang lebar entah menceritakan apa.Misha berusaha menikmati makanannya, namun fokusnya berada di tempat lain. Pada pria yang juga sedang menikmati makan siangnya duduk beberapa meja darinya sembari di ganggu oleh rekan kerjanya.“Kamu tahu, Misha. Aku harap kita akan dapat bonus dari proyek…”Misha mengangguk-anggukan kepalanya, seakan merespon ucapan Joshua agar pria itu tidak curiga kalau dia sejak awal mencuri-curi pandang ke arah Zayden. Berusaha dibuat senatural mungkin agar tidak ada yang menyadari kemana perhatiannya berada. Kunyahan demi kunyahan yang ditelannya, tidak begitu terasa oleh Misha. Hatinya merasa tidak tenang. Batinnya kembali bergejolak, seperti malam itu. Saat Zayden diganggu oleh rekan kerjanya yang lain.Namun di sisi lain, Misha masih m

  • SKANDAL PEWARIS CULUN   Bab 6. Gagalnya Trik Licik Balas Dendam

    Misha yakin, dia tidak salah dengar. “Zay? Apa kamu baru saja berdecak padaku?”Pria itu nampak bergeming, ekspresinya sedatar biasanya hingga Misha harus menyipitkan mata untuk mencari celah.Zayden menggeleng. “Tidak, Bu. Mungkin Anda salah dengar.”“Benarkah salah dengar?” Batin Misha penuh keraguan. “Sepertinya tidak.”Misha sangat yakin dia mendengar pria itu berdecak tadi. Namun sepertinya, percuma saja jika memaksa pria itu mengakuinya. Zayden pandai mengatur ekspresinya untuk mengelabui orang-orang. Setelah melihat sisi lain Zayden yang liar tadi malam, Misha tidak bisa lagi melihat pria itu seperti biasanya. Tatapan mata Zayden mengisyaratkan jika ada banyak hal yang disembunyikan olehnya. Teringat tentang hal semalam, tanpa sadar Misha merasa malu sendiri dan mengalihkan pandangan dari Zayden yang tengah menatapnya.Misha mencoba untuk mengalihkan pembicaraan mereka kembali ke pekerjaan. “Kalau begitu, tolong kamu lakukan riset untuk mencari beberapa bahan campaign besert

  • SKANDAL PEWARIS CULUN   Bab 5. Memanfaatkan Kesempatan Untuk Keuntungan Pribadi

    “Zayden, kemarilah!” Misha memanggil Zayden ke mejanya. Ia sedikit meninggikan suara karena posisi duduk Zayden yang terpisah cukup jauh dengannya. Merasa dipanggil, Zayden dengan sigap menghampiri meja Misha. Dia berdiri dengan sopan di samping Misha. Menunggu atasannya memberikan instruksi untuk dikerjakan. Sepertinya Misha sudah tidak terganggu dengan yang mereka lakukan tadi malam. Mungkin baginya, hal itu memang bukan apa-apa.“Ini, kerjakan semuanya dan berikan lagi ke saya setelah selesai sebelum makan siang!” perintahnya.Misha menyodorkan tumpukkan kertas yang harus dikerjakan oleh Zayden. Dari beberapa tumpukkan kertas itu, ada yang sebagian adalah pekerjaannya. “Baik, Bu Misha.”Misha tersenyum puas melihat Zayden yang dengan mudah mengiyakan perintahnya. Memang seperti itulah Zayden—penurut dan tidak bisa membantah.“Apa kamu juga sepenurut ini ketika di atas ranjang,” batin Misha diiringi senyum tipis. Matanya diam-diam menatap tubuh Zayden. Bayangan tubuh seksinya

  • SKANDAL PEWARIS CULUN   Bab 4. Setelah Kegiatan Panas Semalam

    “Astaga! Apa yang telah aku lakukan?!” Misha memegang kepalanya yang terasa berdenyut. Semalam ia terlalu banyak minum. Saat hendak bangun untuk memulai aktivitasnya, matanya membulat lebar. Zayden— pria culun yang juga bawahannya itu ada di sampingnya dan bertelanjang dada!Misha menjambak rambutnya, frustasi. Tidak seharusnya ia tidur dengan bawahannya. Bahkan jika dia mabuk, seharusnya dia bisa menahan diri.“Tenang Misha, jangan panik!” batin Misha kembali menoleh ke samping, di mana Zayden masih tidur.Misha menggigit bibirnya sambil mencoba berpikir apa yang harus dilakukannya. “Baiklah, kamu bisa mengatakannya pada Zayden untuk melupakan semua ini.” Misha menarik napas panjang, mencoba meyakinkan diri sendiri bahwa semua ini bukanlah apa-apa. Namun, di tengah kepanikannya, Zayden justru bangun. Pria itu menatapnya sambil tersenyum tipis.“Selamat pagi, Bu Misha,” sapa Zayden.Misha berdeham, mencoba menyembunyikan kegusarannya. Matanya menatap gelisah Zayden yang menyandarka

  • SKANDAL PEWARIS CULUN   Bab 3. Si Culun Yang Liar

    Zayden menghela napas panjang. Ia baru keluar dari kamar mandi setelah tadi Misha mengotori pakaiannya dengan muntahan.“Bisa-bisanya dia tertidur pulas setelah memuntahkan hampir seluruh isi perutnya ke anak buahnya sendiri.”Zayden berdecak kesal, menatap Misha yang masih terlelap di atas kasur motel. Pakaian wanita itu masih bersih, kontras dengan miliknya yang basah dan bau—yang sudah ia buang ke tempat sampah kamar mandi. Sepertinya ia harus menelepon seseorang untuk membawakannya pakaian ganti. Di tubuhnya, hanya ada handuk yang melilit dari pinggang ke bawah. Badannya masih setengah basah. Saat berjalan sambil mengeringkan rambut, ia terkejut karena melihat Misha yang terbangun. Misha duduk di pinggir kasur, setengah limbung karena mabuk. Namun ia belum menyadari keberadaannya. “Syukurlah, ternyata masih mabuk.”Zayden menghela napas lega, ia tak terlalu malu karena sedang setengah telanjang. Ia akhirnya berjalan ke arah nakas di samping tempat tidur, berencana menelepon ses

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status