Beranda / Romansa / SOPIR PRIBADIKU TERNYATA MILIARDER / Bab 6: Bayangan yang Semakin Dekat

Share

Bab 6: Bayangan yang Semakin Dekat

Penulis: Zayba Almira
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-01 15:06:43

Keira duduk di kamar kerjanya, menatap dokumen yang mereka ambil dari gudang semalam. Tulisan-tulisan di atas kertas itu penuh dengan simbol aneh, nama-nama yang ia tidak kenali, dan beberapa angka yang tampaknya merupakan koordinat.

"Adrian, apa ini sebenarnya?" tanyanya, suaranya bergetar sedikit saat Adrian memasuki ruangan.

Pria itu berjalan mendekat, mengenakan ekspresi serius yang membuat suasana semakin tegang. "Ini peta aktivitas mereka. Tempat-tempat ini adalah lokasi yang sering mereka gunakan untuk rapat atau menyembunyikan operasi mereka."

Keira meremas tangannya, mencoba menenangkan diri. Namun, pikirannya terus-menerus membayangkan bahaya yang mengintai. "Jika mereka tahu kita mengambil ini, apa yang akan mereka lakukan?"

Adrian menatapnya, matanya menunjukkan rasa empati sekaligus peringatan. "Mereka akan mencoba menghentikan kita. Mereka tidak akan membiarkan siapa pun menghalangi tujuan mereka."

Ucapan itu membuat darah Keira membeku. Namun, ia menguatkan dirinya. "Kalau begitu, kita harus bertindak lebih cepat dari mereka."

Adrian tersenyum kecil. "Keberanian Anda mengagumkan, Nona. Tapi keberanian saja tidak cukup. Kita membutuhkan sekutu."

Adrian membawa Keira ke sebuah kafe kecil yang tersembunyi di sudut kota. Di sana, mereka bertemu dengan seorang wanita berambut pendek yang mengenakan jaket kulit. Wajahnya keras, tetapi ada sorot mata cerdas yang langsung memperhatikan Keira.

"Ini dia pewaris Hartono Group," kata wanita itu, suaranya sarkastis. "Kukira kau lebih muda dari yang kubayangkan."

Keira mengerutkan kening, tetapi Adrian segera menengahi. "Lina, kita tidak punya waktu untuk komentar seperti itu. Kita butuh bantuanmu."

Lina tersenyum tipis. "Selalu langsung ke inti masalah, ya, Adrian?"

Adrian mengangguk. "Kami menemukan dokumen ini di salah satu gudang mereka. Kami butuh analisamu."

Lina mengambil dokumen itu dan membacanya dengan cepat. Ekspresinya berubah menjadi serius. "Ini... ini lebih besar dari yang kukira. Lama Hitam tidak hanya mengincar keluargamu, Nona. Mereka sedang membangun jaringan untuk sesuatu yang lebih besar."

Keira merasa jantungnya berdetak lebih cepat. "Apa maksudmu?"

Lina meletakkan dokumen itu di atas meja dan menunjuk pada koordinat tertentu. "Mereka mengumpulkan kekuatan finansial, politik, bahkan militer. Jika dibiarkan, mereka tidak hanya akan menghancurkan keluargamu, tetapi juga menguasai sebagian besar sektor ekonomi di kota ini."

Setelah pertemuan itu, Keira dan Adrian kembali ke rumah. Keira merasa pikirannya dipenuhi oleh segala kemungkinan buruk. Ia tidak bisa membayangkan kehilangan lebih banyak hal dalam hidupnya.

Saat mereka tiba, Keira memutuskan untuk mengajukan pertanyaan yang sudah lama ia pendam. "Adrian, apa sebenarnya hubunganmu dengan keluargaku? Kau bilang kau melindungiku karena janji pada ibuku. Tapi… apakah ada alasan lain?"

Adrian terdiam sejenak, lalu menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan. "Ada banyak hal yang tidak bisa saya katakan sekarang, Nona. Tapi percayalah, semua yang saya lakukan adalah untuk melindungi Anda."

Keira merasa frustrasi dengan jawaban itu. Ia tahu Adrian menyembunyikan sesuatu, tetapi ia tidak ingin memaksanya. "Aku hanya ingin tahu apakah aku bisa sepenuhnya mempercayaimu."

Adrian mendekatinya, menatap langsung ke matanya. "Saya akan mengorbankan segalanya untuk memastikan Anda selamat. Itu janji saya, dan saya tidak pernah melanggarnya."

Ucapan itu membuat Keira terdiam. Untuk pertama kalinya, ia merasakan ketulusan yang dalam dari pria itu, meskipun ia masih tidak sepenuhnya mengerti siapa Adrian sebenarnya.

Beberapa hari kemudian, Lina mengirim pesan kepada Adrian dan Keira. "Aku menemukan sesuatu yang besar," katanya dalam pesan itu.

Mereka bertemu lagi di tempat yang sama, tetapi kali ini Lina membawa peta elektronik dan beberapa dokumen tambahan. "Ini adalah rencana operasi mereka berikutnya," katanya sambil menunjukkan lokasi di layar.

"Tempat ini adalah pusat distribusi ilegal mereka. Jika kita menghancurkannya, kita bisa melumpuhkan sebagian besar aktivitas mereka."

Keira menatap peta itu dengan serius. "Apa risikonya?"

Lina tertawa kecil. "Risiko? Semuanya. Mereka akan tahu kita ada di sana, dan mereka tidak akan tinggal diam."

Adrian mengangguk. "Tapi ini adalah langkah yang harus kita ambil."

Malam itu, mereka merencanakan operasi dengan hati-hati. Keira bersikeras ikut, meskipun Adrian mencoba membujuknya untuk tetap di rumah.

"Aku tidak bisa hanya duduk dan menunggu lagi," kata Keira dengan tegas. "Ini hidupku. Aku ingin melawan."

Akhirnya, Adrian menyerah. "Baiklah. Tapi tetaplah di belakangku. Apa pun yang terjadi, jangan bertindak ceroboh."

Mereka tiba di lokasi tepat tengah malam. Gudang itu dijaga ketat oleh beberapa pria bersenjata. Adrian memimpin mereka masuk melalui sisi belakang, menggunakan semua pengetahuan taktisnya untuk menghindari deteksi.

Namun, ketika mereka mencapai ruang utama, alarm berbunyi. Mereka telah ditemukan.

"Keluar sekarang juga!" seru salah satu penjaga.

Adrian segera melindungi Keira, melumpuhkan penjaga pertama yang mendekat. Lina, yang membawa pistol kecil, memberikan perlindungan dari belakang.

Keira merasakan adrenalin mengalir di tubuhnya. Ia melihat bagaimana Adrian bergerak dengan kecepatan dan ketepatan yang luar biasa, melawan musuh tanpa ragu-ragu.

Namun, sesuatu terjadi. Seorang pria besar berhasil menyerang Adrian dari belakang, menjatuhkannya ke tanah. Keira, yang berada di dekatnya, merasa panik.

"Adrian!" serunya.

Tanpa berpikir panjang, Keira mengambil pisau kecil yang diajarkan Adrian untuk digunakan. Dengan tangan gemetar, ia menusuk pria itu di lengan, cukup untuk membuatnya melepaskan Adrian.

Adrian bangkit dan melumpuhkan pria itu sepenuhnya. Ia menatap Keira dengan ekspresi campuran antara kemarahan dan kebanggaan. "Apa yang Anda lakukan? Saya bilang tetap di belakang!"

Keira menggeleng, air mata mengalir di pipinya. "Aku tidak bisa hanya berdiri diam saat kau dalam bahaya."

Adrian tidak berkata apa-apa. Ia hanya mengangguk, lalu memimpin mereka keluar sebelum bala bantuan musuh tiba.

Setelah kembali ke rumah, Keira merasa tubuhnya lemas. Malam itu, ia menyadari bahwa dirinya telah melangkah terlalu jauh ke dunia yang penuh bahaya.

Namun, di balik rasa takut, ia juga merasa ada kekuatan baru dalam dirinya. Ia tahu bahwa ia telah berubah—menjadi seseorang yang lebih berani, lebih tegas, dan lebih siap menghadapi apa pun yang akan datang.

Adrian, di sisi lain, merasa lebih khawatir dari sebelumnya. Ia tahu bahwa Keira telah menunjukkan keberanian luar biasa, tetapi ia juga tahu bahwa ini baru permulaan dari perang panjang melawan musuh yang jauh lebih besar.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • SOPIR PRIBADIKU TERNYATA MILIARDER   Bab 232

    Matahari pagi membuka hari dengan sinar lembut yang mengusir embun dan membangkitkan semangat baru. Di Taman Pulih yang kini telah menjadi saksi pergerakan hidup bersama, setiap sudutnya bercerita—tentang perjuangan, tentang mimpi yang diberdayakan oleh tangan-tangan penuh cinta, dan tentang keberanian yang menorehkan satu jejak abadi.Di ujung taman, Keira dan Adrian bersama-sama mengadakan acara kecil yang mengundang warga dari berbagai penjuru kota. Di tengah-tengah panggung sederhana yang dihiasi lampu-lampu tenaga surya dan rangkaian bunga-bunga segar, mereka berbagi kisah perjalanan hidup yang terukir dalam setumpuk kenangan."Setiap langkah, setiap tawa, setiap air mata—semua itu adalah bagian dari cerita kita," ujar Adrian di hadapan kerumunan yang terpaku dalam keheningan penuh harap. "Hari ini, kita rayakan bukan hanya apa yang telah terjadi, tapi juga apa yang akan terus kita bangun bersama."Sorak-sorai dan tepuk tangan hangat mengalun, seolah alam pun turut merayakan

  • SOPIR PRIBADIKU TERNYATA MILIARDER   Bab 231

    Di pagi yang cerah, seolah alam sendiri ingin menyambut babak baru dalam hidup mereka, kota kecil itu terasa lebih hidup dari sebelumnya. Taman Pulih, yang sudah menjadi simbol perjuangan dan harapan, kini beriak dengan kegiatan yang penuh warna. Di sinilah titik temu cerita—bukan lagi persimpangan antara masa lalu dan masa depan, melainkan sebagai saksi perjalanan setiap insan yang telah melewati badai dan menemukan cahaya.Di Taman Pulih, Keira dan Adrian duduk di bangku kayu yang sama sejak lama. Di sekeliling mereka, para penduduk berkumpul; ada yang membawa makanan, ada pula yang menyuguhkan alunan musik akustik sederhana. Anak-anak berlarian sambil tertawa, menyisipkan cerita baru di antara gemerisik dedaunan.“Lihat, Kang,” ujar Keira sambil menunjuk ke arah sekelompok remaja yang sedang bermain alat musik hasil kreativitas mereka dari barang bekas. “Dunia ini terus mengajarkan kita untuk memulai dari nol, tapi selalu ada keindahan di setiap langkahnya.”Adrian mengangguk,

  • SOPIR PRIBADIKU TERNYATA MILIARDER   Bab 230

    Setahun setelah malam penuh bintang dan janji yang tersulam dalam keheningan, dunia yang telah tersingkap dari luka masa lalu kini menunjukkan tanda-tanda perubahan yang lebih segar lagi. Di jantung kota kecil, Taman Pulih yang dulu hanya sebatas gagasan di atas kertas, kini telah menjadi oasis kehidupan—ruang yang mengundang tawa, perbincangan, dan harapan baru.Di pojok taman, Keira berdiri di bawah naungan pohon kenari yang dulu ia tanam bersama Adrian. Setiap helai daunnya menyatu bercerita tentang kerja keras, keberanian, dan keyakinan yang tak pernah padam. Di depan matanya, sekumpulan anak-anak tengah bermain, membuat kreasi dari daun kering dan ranting kecil. Tawa mereka seakan mengukir jejak kecil di tanah yang telah lama dirawat.Adrian, yang kini aktif membantu pembangunan komunitas, terlihat sibuk mendampingi para relawan yang sedang memasang instalasi lampu tenaga surya di sudut taman. “Setiap kilau lampu itu adalah cermin jiwa yang kembali bersinar,” gumamnya sambil

  • SOPIR PRIBADIKU TERNYATA MILIARDER   Bab 229

    Langit pagi membawa aroma embun dan tanah yang baru digarap. Di kejauhan, suara anak-anak dari sekolah dasar terdengar samar, bercampur dengan deru sepeda yang melintasi jalan kecil berkerikil. Dunia sudah tak lagi penuh gema peringatan bahaya—tapi gema tawa dan kehidupan.Di dapur rumah kecil itu, Keira sedang melipat surat-surat yang masuk minggu ini—bukan dari pejabat atau lembaga internasional, tapi dari orang-orang biasa: seorang guru di pelosok yang terinspirasi untuk mengajar coding dasar; seorang ibu yang kini bekerja di perpustakaan komunitas; seorang anak remaja yang baru saja memenangkan lomba inovasi pertanian.Semua surat itu ditaruh Keira di dalam sebuah kotak kayu berukir sederhana. Di bagian depan kotak itu, tertulis satu kata dengan tangan: “Ingatan.”Adrian masuk dengan membawa sekeranjang hasil panen pertama mereka—tomat, selada, dan dua buah paprika yang tumbuh lucu mirip huruf “A” dan “K”.“Lihat ini, kayaknya sayuran kita bisa ikut lomba fashion,” ujarnya samb

  • SOPIR PRIBADIKU TERNYATA MILIARDER   Bab 228

    Pagi itu, aroma kayu basah dan tanah yang baru disiram memenuhi udara. Kabut tipis masih menggantung di kebun belakang, tempat Keira menanam pohon kecil kemarin sore—pohon kenari yang diberikan oleh salah satu murid Samantha sebagai hadiah syukur.Keira berdiri diam di depannya, memandangi batang muda itu yang tampak rapuh namun penuh harapan."Aku belum pernah menanam pohon sebelumnya," katanya pelan ketika Adrian mendekat dari belakang, memeluk pinggangnya sambil menyandarkan dagu di pundaknya.“Tapi kamu tahu cara menumbuhkan sesuatu,” bisik Adrian, “karena kamu tahu cara menjaga.”Keira menyandarkan kepalanya ke bahu suaminya. “Pohon ini akan tumbuh tinggi nanti. Mungkin anak kita akan panjat dia, atau duduk di bawahnya baca buku. Tapi yang paling penting… dia akan tumbuh dari rumah ini.”Adrian mengangguk, membayangkan masa depan yang terasa jauh lebih dekat daripada sebelumnya.Samantha berdiri di bawah pohon besar di halaman belakang pusat pelatihannya. Beberapa siswa sedang

  • SOPIR PRIBADIKU TERNYATA MILIARDER   Bab 227

    Rumah kecil di pinggiran kota itu jauh dari kata mewah. Dindingnya sederhana, dikelilingi pagar kayu yang mulai dipanjati tanaman rambat. Tapi di dalamnya, setiap sudut memancarkan ketenangan. Di teras depan, Keira sedang menyiram bunga-bunga yang kini tumbuh subur. Tangannya lembut mengusap daun yang basah, sementara angin sore membelai rambutnya yang digelung santai.“Kalau kamu terus menyiram mereka segitu telatnya, nanti bisa tumbuh akar hati di situ,” goda Adrian dari pintu depan, membawa dua cangkir teh hangat.Keira tertawa pelan. “Kalau bisa, kenapa nggak? Setidaknya rumah ini jadi hidup.”Mereka duduk berdua di bangku panjang yang terbuat dari kayu daur ulang. Tak ada suara selain cicit burung dan desir angin. Dunia tak lagi berisik seperti dulu. Tanpa ancaman, tanpa kejaran. Hanya hidup... dan harapan.Di dalam rumah, tembok-temboknya dipenuhi foto—bukan foto kemenangan atau upacara penghargaan, tapi foto-foto kecil: senyum mereka di dapur, jejak kaki di taman saat hujan,

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status