Beranda / Romansa / SOPIR PRIBADIKU TERNYATA MILIARDER / Bab 7: Konspirasi dalam Cermin

Share

Bab 7: Konspirasi dalam Cermin

Penulis: Zayba Almira
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-01 15:08:27

Pagi setelah serangan di gudang, Keira terbangun dengan kepala yang berat. Malam itu terus membayangi pikirannya, terutama ketika ia melihat Adrian terluka saat melindunginya.

Namun, perhatian Keira langsung teralihkan ketika seorang pelayan mengetuk pintu kamarnya dengan surat di tangan.

"Surat ini baru saja dikirimkan, Nona Keira," kata pelayan itu dengan wajah bingung.

Keira mengambil surat itu. Kertasnya tampak biasa, tetapi ada sesuatu yang membuatnya merasa tidak nyaman. Ketika ia membukanya, sebuah tulisan tangan rapi tertulis di atasnya:

"Kami tahu apa yang kau lakukan. Berhentilah, atau kau akan kehilangan lebih banyak dari yang pernah kau bayangkan."

Tangannya gemetar saat membaca surat itu. Ia segera berlari ke ruang tamu, di mana Adrian sedang duduk sambil memeriksa lukanya.

"Adrian!" serunya, melemparkan surat itu ke atas meja.

Adrian membaca surat itu dengan tenang, tetapi Keira bisa melihat ketegangan di rahangnya. "Mereka mulai mengawasi kita," katanya akhirnya.

"Lalu apa yang harus kita lakukan? Mereka tahu tentang kita!" Keira merasa panik.

Adrian berdiri, tatapannya penuh keyakinan. "Kita tidak akan mundur. Ini hanya ancaman kosong untuk membuat Anda takut. Tapi kita harus lebih berhati-hati mulai sekarang."

Adrian segera menghubungi Lina untuk membahas ancaman itu. Ketika mereka bertemu di apartemen Lina, wanita itu sudah menunggu dengan sebuah laptop terbuka di depannya.

"Aku sedang menyelidiki dokumen-dokumen itu lebih jauh," katanya tanpa basa-basi. "Dan aku menemukan sesuatu yang menarik. Salah satu nama di daftar ini, 'Michael Salim,' tampaknya adalah kontak utama Lama Hitam di kota ini."

Adrian mengerutkan kening. "Michael Salim? Bukankah dia seorang filantropis terkenal?"

Lina mengangguk. "Tepat. Dia menggunakan kegiatan amalnya sebagai kedok untuk mencuci uang dan mendanai operasi mereka."

Keira menatap layar laptop dengan ngeri. "Bagaimana seseorang seperti dia bisa begitu berbahaya?"

Lina menatapnya tajam. "Karena orang-orang seperti dia tahu bagaimana menyembunyikan niat mereka di balik senyuman dan pidato indah. Kita harus bertemu dengannya, tetapi ini sangat berisiko."

Keira mengangguk pelan. "Jika itu bisa membawa kita lebih dekat untuk menghentikan mereka, aku siap."

Michael Salim dijadwalkan menghadiri pesta amal besar di sebuah hotel mewah malam itu. Adrian dan Keira menyusun rencana untuk menghadiri acara tersebut dengan identitas palsu.

Ketika mereka tiba, suasana mewah menyambut mereka. Gaun panjang berkilauan, pria-pria dalam jas rapi, dan lampu kristal yang berkilauan menciptakan suasana yang tampak seperti dongeng. Namun, di balik kemewahan itu, Keira merasa suasana tegang.

"Kita harus tetap waspada," bisik Adrian saat mereka memasuki aula utama. "Orang-orang ini tahu cara membaca gerak-gerik kita."

Keira mengangguk. Ia berusaha terlihat tenang, meskipun hatinya berdebar kencang.

Saat mereka berjalan di antara tamu-tamu, mereka akhirnya menemukan Michael Salim. Pria itu tampak ramah, tertawa dan berbincang dengan para tamu lainnya.

Adrian memberi isyarat kepada Keira untuk mendekati Michael sementara ia sendiri mengamati dari kejauhan. Dengan hati-hati, Keira mendekati pria itu.

"Pak Michael, senang sekali akhirnya bisa bertemu dengan Anda," katanya dengan senyum lemah.

Michael menoleh, tersenyum hangat. "Oh, nona muda. Senang bertemu dengan Anda juga. Dan Anda adalah…?"

Keira berpura-pura menjadi seorang investor muda yang ingin tahu lebih banyak tentang proyek amal Michael. Percakapan mereka berlangsung lancar, tetapi Keira merasa bahwa pria itu memperhatikannya dengan cermat, seperti mencoba membaca niatnya.

Namun, momen itu tiba-tiba terganggu ketika seorang pria besar dengan wajah keras mendekati Michael dan berbisik di telinganya. Wajah Michael berubah serius, dan ia melirik ke arah Adrian yang berdiri di seberang ruangan.

"Aku rasa kita akan bertemu lagi, Nona," kata Michael sebelum pergi dengan pria itu.

Keira kembali ke sisi Adrian, wajahnya pucat. "Dia tahu siapa kita," bisiknya.

Adrian mengangguk, matanya penuh kekhawatiran. "Kita harus keluar sekarang."

Ketika mereka menuju pintu keluar, dua pria bertubuh besar menghadang jalan mereka. Wajah mereka dingin, mata mereka penuh ancaman.

"Ke mana kalian ingin pergi?" salah satu dari mereka bertanya, suaranya kasar.

Adrian segera berdiri di depan Keira, melindunginya. "Kami tidak ingin masalah," katanya tenang.

Namun, pria itu tersenyum dingin. "Terlambat untuk itu."

Pertarungan pun dimulai. Adrian melawan dengan keahlian luar biasa, tetapi dua lawannya bukanlah orang biasa. Mereka tampaknya dilatih khusus untuk menghadapi situasi seperti ini.

Keira merasa tubuhnya gemetar saat melihat Adrian terluka oleh pukulan keras. Namun, ia mengingat latihan yang telah diajarkan Adrian padanya. Dengan keberanian yang mendadak muncul, ia meraih botol anggur dari meja terdekat dan memukul salah satu pria itu di kepala.

Pria itu terjatuh, memberi Adrian waktu untuk melumpuhkan lawan lainnya.

"Keira, cepat! Kita harus pergi!" seru Adrian sambil menarik tangannya.

Mereka berhasil keluar dari hotel dengan susah payah, melarikan diri ke mobil mereka. Keira merasa napasnya tersengal-sengal, dan air mata mengalir di pipinya.

"Adrian… ini semakin berbahaya. Aku tidak tahu apakah aku bisa melanjutkan ini," katanya dengan suara bergetar.

Adrian menatapnya, matanya lembut meskipun wajahnya penuh luka. "Saya tahu ini sulit. Tapi Anda lebih kuat dari yang Anda pikirkan, Keira. Anda telah membuktikannya malam ini."

Setelah kembali ke rumah, Adrian mendapat panggilan dari Lina. "Kita punya masalah besar," kata Lina dengan nada tegang.

"Apa yang terjadi?" tanya Adrian.

"Aku memeriksa lebih lanjut tentang orang-orang yang hadir di pesta tadi. Ada satu nama yang mencurigakan, dan ternyata... dia salah satu dari anggota dewan perusahaan Hartono Group."

Keira yang mendengar percakapan itu merasa terkejut. "Maksudmu, ada pengkhianat di antara orang-orang ayahku?"

Lina mengangguk di layar. "Dan aku yakin dia adalah mata-mata utama Lama Hitam di dalam perusahaanmu. Mereka sudah lebih dekat dari yang kita duga."

Keira merasa dunianya semakin kacau. Tidak hanya ia harus menghadapi ancaman dari luar, tetapi juga pengkhianatan dari orang-orang yang seharusnya ia percayai.

Namun, dalam kekacauan itu, ia menemukan tekad baru. Ia tidak akan membiarkan musuh-musuhnya menang, bahkan jika ia harus melawan dari dalam keluarganya sendiri.

Adrian, di sisi lain, mulai merasa waktu mereka semakin sempit. Dengan musuh yang terus mengintai dan pengkhianat di dalam lingkaran mereka, ia tahu bahwa setiap langkah berikutnya harus diambil dengan hati-hati.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • SOPIR PRIBADIKU TERNYATA MILIARDER   Bab 232

    Matahari pagi membuka hari dengan sinar lembut yang mengusir embun dan membangkitkan semangat baru. Di Taman Pulih yang kini telah menjadi saksi pergerakan hidup bersama, setiap sudutnya bercerita—tentang perjuangan, tentang mimpi yang diberdayakan oleh tangan-tangan penuh cinta, dan tentang keberanian yang menorehkan satu jejak abadi.Di ujung taman, Keira dan Adrian bersama-sama mengadakan acara kecil yang mengundang warga dari berbagai penjuru kota. Di tengah-tengah panggung sederhana yang dihiasi lampu-lampu tenaga surya dan rangkaian bunga-bunga segar, mereka berbagi kisah perjalanan hidup yang terukir dalam setumpuk kenangan."Setiap langkah, setiap tawa, setiap air mata—semua itu adalah bagian dari cerita kita," ujar Adrian di hadapan kerumunan yang terpaku dalam keheningan penuh harap. "Hari ini, kita rayakan bukan hanya apa yang telah terjadi, tapi juga apa yang akan terus kita bangun bersama."Sorak-sorai dan tepuk tangan hangat mengalun, seolah alam pun turut merayakan

  • SOPIR PRIBADIKU TERNYATA MILIARDER   Bab 231

    Di pagi yang cerah, seolah alam sendiri ingin menyambut babak baru dalam hidup mereka, kota kecil itu terasa lebih hidup dari sebelumnya. Taman Pulih, yang sudah menjadi simbol perjuangan dan harapan, kini beriak dengan kegiatan yang penuh warna. Di sinilah titik temu cerita—bukan lagi persimpangan antara masa lalu dan masa depan, melainkan sebagai saksi perjalanan setiap insan yang telah melewati badai dan menemukan cahaya.Di Taman Pulih, Keira dan Adrian duduk di bangku kayu yang sama sejak lama. Di sekeliling mereka, para penduduk berkumpul; ada yang membawa makanan, ada pula yang menyuguhkan alunan musik akustik sederhana. Anak-anak berlarian sambil tertawa, menyisipkan cerita baru di antara gemerisik dedaunan.“Lihat, Kang,” ujar Keira sambil menunjuk ke arah sekelompok remaja yang sedang bermain alat musik hasil kreativitas mereka dari barang bekas. “Dunia ini terus mengajarkan kita untuk memulai dari nol, tapi selalu ada keindahan di setiap langkahnya.”Adrian mengangguk,

  • SOPIR PRIBADIKU TERNYATA MILIARDER   Bab 230

    Setahun setelah malam penuh bintang dan janji yang tersulam dalam keheningan, dunia yang telah tersingkap dari luka masa lalu kini menunjukkan tanda-tanda perubahan yang lebih segar lagi. Di jantung kota kecil, Taman Pulih yang dulu hanya sebatas gagasan di atas kertas, kini telah menjadi oasis kehidupan—ruang yang mengundang tawa, perbincangan, dan harapan baru.Di pojok taman, Keira berdiri di bawah naungan pohon kenari yang dulu ia tanam bersama Adrian. Setiap helai daunnya menyatu bercerita tentang kerja keras, keberanian, dan keyakinan yang tak pernah padam. Di depan matanya, sekumpulan anak-anak tengah bermain, membuat kreasi dari daun kering dan ranting kecil. Tawa mereka seakan mengukir jejak kecil di tanah yang telah lama dirawat.Adrian, yang kini aktif membantu pembangunan komunitas, terlihat sibuk mendampingi para relawan yang sedang memasang instalasi lampu tenaga surya di sudut taman. “Setiap kilau lampu itu adalah cermin jiwa yang kembali bersinar,” gumamnya sambil

  • SOPIR PRIBADIKU TERNYATA MILIARDER   Bab 229

    Langit pagi membawa aroma embun dan tanah yang baru digarap. Di kejauhan, suara anak-anak dari sekolah dasar terdengar samar, bercampur dengan deru sepeda yang melintasi jalan kecil berkerikil. Dunia sudah tak lagi penuh gema peringatan bahaya—tapi gema tawa dan kehidupan.Di dapur rumah kecil itu, Keira sedang melipat surat-surat yang masuk minggu ini—bukan dari pejabat atau lembaga internasional, tapi dari orang-orang biasa: seorang guru di pelosok yang terinspirasi untuk mengajar coding dasar; seorang ibu yang kini bekerja di perpustakaan komunitas; seorang anak remaja yang baru saja memenangkan lomba inovasi pertanian.Semua surat itu ditaruh Keira di dalam sebuah kotak kayu berukir sederhana. Di bagian depan kotak itu, tertulis satu kata dengan tangan: “Ingatan.”Adrian masuk dengan membawa sekeranjang hasil panen pertama mereka—tomat, selada, dan dua buah paprika yang tumbuh lucu mirip huruf “A” dan “K”.“Lihat ini, kayaknya sayuran kita bisa ikut lomba fashion,” ujarnya samb

  • SOPIR PRIBADIKU TERNYATA MILIARDER   Bab 228

    Pagi itu, aroma kayu basah dan tanah yang baru disiram memenuhi udara. Kabut tipis masih menggantung di kebun belakang, tempat Keira menanam pohon kecil kemarin sore—pohon kenari yang diberikan oleh salah satu murid Samantha sebagai hadiah syukur.Keira berdiri diam di depannya, memandangi batang muda itu yang tampak rapuh namun penuh harapan."Aku belum pernah menanam pohon sebelumnya," katanya pelan ketika Adrian mendekat dari belakang, memeluk pinggangnya sambil menyandarkan dagu di pundaknya.“Tapi kamu tahu cara menumbuhkan sesuatu,” bisik Adrian, “karena kamu tahu cara menjaga.”Keira menyandarkan kepalanya ke bahu suaminya. “Pohon ini akan tumbuh tinggi nanti. Mungkin anak kita akan panjat dia, atau duduk di bawahnya baca buku. Tapi yang paling penting… dia akan tumbuh dari rumah ini.”Adrian mengangguk, membayangkan masa depan yang terasa jauh lebih dekat daripada sebelumnya.Samantha berdiri di bawah pohon besar di halaman belakang pusat pelatihannya. Beberapa siswa sedang

  • SOPIR PRIBADIKU TERNYATA MILIARDER   Bab 227

    Rumah kecil di pinggiran kota itu jauh dari kata mewah. Dindingnya sederhana, dikelilingi pagar kayu yang mulai dipanjati tanaman rambat. Tapi di dalamnya, setiap sudut memancarkan ketenangan. Di teras depan, Keira sedang menyiram bunga-bunga yang kini tumbuh subur. Tangannya lembut mengusap daun yang basah, sementara angin sore membelai rambutnya yang digelung santai.“Kalau kamu terus menyiram mereka segitu telatnya, nanti bisa tumbuh akar hati di situ,” goda Adrian dari pintu depan, membawa dua cangkir teh hangat.Keira tertawa pelan. “Kalau bisa, kenapa nggak? Setidaknya rumah ini jadi hidup.”Mereka duduk berdua di bangku panjang yang terbuat dari kayu daur ulang. Tak ada suara selain cicit burung dan desir angin. Dunia tak lagi berisik seperti dulu. Tanpa ancaman, tanpa kejaran. Hanya hidup... dan harapan.Di dalam rumah, tembok-temboknya dipenuhi foto—bukan foto kemenangan atau upacara penghargaan, tapi foto-foto kecil: senyum mereka di dapur, jejak kaki di taman saat hujan,

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status