Share

Chapter 4 : Dua Peretas

“Siapa yang berani mengintip informasiku?” ujar Aster, mulutnya masih setia mengunyah permen karet yang sudah tidak lagi berwarna.

“Untuk saat ini, aku tidak tahu,” jawab Ziggy santai. Perangkat yang pria itu bawa tidak akan bisa melacaknya. “Queen, izinkan aku untuk memeriksa ini di ruanganku,” lanjutnya, memandang Edbert yang berdiri tegap dengan dua tangan terlipat di dada. Nampaknya sang ketua pun kesal pada orang yang berani memasuki pertahananya.

“Tidak, izinkan aku yang memeriksa--”

“Winter, kau diam di sini dan Zi, lakukan pekerjaanmu dalam sepuluh menit, lalu laporkan semuanya padaku,” sela Edbert tegas, memberikan izin pada Ziggy. Semua anak timnya memang ahli meretas dan melacak, tetapi tetap saja tugas itu sudah ia fokuskan untuk Ziggy. Lagi pula, ia harus menanyakan sesuatu pada Aster.

Ziggy tersenyum sumrigah, pria dengan baju yang sama seperti Edbert itu segera bergegas menutup laptop kesayangannya dan beranjak dari sana, meninggalkan rapat yang tengah hampir selesai.

“Oke, rapat aku selesaikan dengan hasil yang sudah kita sepakati. Semua hasil akan kuserahkan apa adanya pada direktur.” Edbert berjalan mendekati Aster yang masih berdiri. “Aku bangga dengan kalian yang masih memikirkan keadilan di situasi seperti ini. Eagle memang kelompok mafia kelas kakap yang sulit kita tembus, tetapi jika mereka tidak salah ... maka jangan pernah kita buat mereka bersalah hanya untuk memuaskan rasa dendam.”

Aster tersenyum kecut. Ini kesempatan yang sungguh sangat disayangkan jika tidak dimanfaatkan. Namun, seperti sumpah yang sudah mereka ucapkan saat pelantikan dulu ... bahwa tangan dan senjata hanya akan mengarah pada orang-orang yang dinyatakan bersalah.

“Winter,” panggil Edbert serius.

“Ya, bos!” Aster sontak menegakkan punggung dan menaruh siaga tangannya di belakang.

“Apa laporan terakhirmu itu benar?”

Natalie langsung mengerutkan kening mendengar itu. Apa ada yang salah dengan laporan mereka hingga sang ketua tim menahan mereka berdua sekarang?

Memang sudah menjadi keseharusan setiap kali tim menyelesaikan misi, mereka harus membuat laporan individu dan memberikannya kepada ketua tim.

“Benar, Queen!”

“Lalu, siapa pria yang kau lumpuhkan dengan cara seperti itu?” tanya Edbert.

Aster terdiam beberapa saat, menelan saliva dengan cepat. “Seperti yang aku katakan dalam laporan. Dia hanya pria mesum yang sepertinya baru menelan obat perangsang.”

“Pfft!”

Baik Aster maupun Edbert tidak menoleh pada suara yang Natalie timbulkan. Aster cukup tahu, laporannya kali ini sangat memalukan!

“Aku hanya memastikan, kau tidak membuat masa depan warga sipil itu terancam,” goda Edbert. Sudut bibirnya tertarik sedikit.

“Queen, aku hanya melakukan itu sebagai perlindungan diri!” sergah Aster.

“Hahaha!” Natalie sudah tidak sanggup lagi menahan tawa. “Maaf, atas kelancanganku. Aku, hanya cukup terkejut dengan apa yang kau alami.”

“Sialan,” gerutu Aster. 

“Kau juga Walker,” sambung Edbert kembali. Sekarang ia fokus pada Natalie. Wanita dengan potongan rambut pixie cut berponi itu langsung terdiam. Natalie pasrah untuk dieksekusi di depan rekan kerjanya.

“Bagaimana bisa kau meminta akses masuk ke kediaman orang tua itu?” lanjut Edbert bertanya tentang tindakan yang muridnya. Ia bahkan tidak memberi perintah untuk itu.  

Akses masuk? Maksudnya, seperti kunci? Sekarang giliran Aster yang mengerutkan kening. Tatapannya terarah pada natalie.

Natalie berdiri malas. "Beri pengecualian untuk ini, aku hanya mengambil satu langkah lebih cepat, Queen.”

“Aku tidak menyuruhmu bertindak seperti itu. Kau mau menentang perintahku?” tegas Edbert.

“Tidak, Queen!”

“Berikan barang itu,” titah Edbert.

Natalie tergugu sebentar, ini tidak adil. Ia mendapatkan akses kediaman pria tua sialan itu dengan susah payah. Bahkan harus menurunkan harga dirinya sampai ke titik paling rendah.

“Walker. Aku tahu seberapa besar kebencianmu terhadapnya, tetapi ini tidak bisa aku benarkan. Kalau kau mau bertindak semaumu, aku dengan senang hati akan mengirimmu pada tim lain.”

Natalie berdecak, kemudian merogoh saku celana panjang bermotif tentara. Mengambil sebuah kartu berwarna hitam dari sana.

“Kerja bagus untuk kalian,” ucap Edbert setelah kartu VIP calon musuh sudah berada di tangannya.

Aster memandang Natalie yang mengerucutkan bibir. Ia tahu sekesal apa rekannya itu. Namun, seperti yang dikatakan ketua mereka. Itu adalah tindakan yang tidak dibenarkan, karena belum saatnya mereka melakukan itu. Jika atasan yang lainnya tahu, Natalie akan berakhir dengan surat peringatan dan diabsenkan dari misi.

Baru saja bisa menarik napas dari eksekusi dadakan ketua tim Beta. Pintu besi yang membatasi ruangan itu terbuka. Ziggy kembali ke ruangan dengan membawa beberapa lembar kertas putih di tangannya.

“Queen. Agen Zi telah menyelesakan tugas dan melaporkan, bahwa jaringan yang meretas informasi Joy Eira Aster berada dalam wilayah yang dikuasai Eagle,” lapor Ziggy, kemudian memberikan berkas yang dibawanya pada Edbert.

Aster membulatkan matanya. Untuk apa Eagle mencuri informasi tentangnya, sudah lama sekali ia tidak bersinggungan langsung dengan kelompok Eagle.

Tiga orang di sana berdiri tegap menunggu Edbert memeriksa laporan yang baru saja tiba itu.

“Ada yang aneh,” kening Edbert mengerut membaca alamat IP yang didapatkan anak buahnya. Membolak-balikan kertas-kertas di tangannya.

Di sana ada variable tidak terduga. Dua IP yang disamarkan, sama-sama mencari informasi tentang Aster. Namun, tujuan mereka berbeda.

“Winter, apa akhir-akhir ini kau pernah berhubungan langsung dengan salah satu dari mereka?” tanya Edbert, tatapan tajamnya mengarah pada Aster.

“Tidak Queen. Misi tiga tahun lalu adalah terakhir kalinya aku berurusan dengan Eagle dan saat itu bisa aku pastikan tidak ada jejak yang tertinggal atau saksi yang mengetahui identitasku,” terang Aster percaya diri.

Kejadian itu sama sekali tidak akan pernah hilang dari memori dan hatinya. Peristiwa yang membawa kesedihan terdalam hidupnya sampai saat ini.

Edbert terdiam. Kebisuan menyelimuti tim Beta. Masing-masing dalam kepala mereka juga masih mengingat jelas peristiwa menyakitkan itu.

“Ada apa?” Aster kembali bersuara. “Mereka, hanya mencuri identitas palsuku, bukan?”

“Benar, tetapi beberapa datamu berubah. Sepertinya satu peretas mengambil data dan satu peretas melindungi datamu. Mengubah dengan cepat saat datamu diunduh oleh pihak yang lainnya.”

Natalie mengerutkan dahi. “Aku, tidak mengerti. Akses mengubah data pribadi hanya bisa dilakukan oleh orang yang bersangkutan.” Natalie pun menoleh curiga pada Aster. “Apa kau--”

“Tidak ada perintah untuk itu. Jadi, aku sama sekali tidak mengubahnya!” seru Aster membela diri.

“Aku percaya. Karena datamu diambil satu jam lalu dan saat itu kau sedang bersama kami di sini,” sambar Ziggy membuktikan bahwa Aster tidak berbohong.

“Sial, ini lebih menyeramkan dari film horor di musim dingin!” celetuk Natalie.

Masing-masing agen intelijen wajib memalsukan data mereka dan kode untuk mengakses pun hanya diketahui si pemilik data. Tidak ada yang boleh mengetahuinya, karena jika ada pihak lain yang mengetahuinya ... itu sama saja memberikan kesempatan pada pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

“Lucas, dia ....” Aster mengucapkan nama tabu yang membuat ketiga orang-orang di sana menoleh tajam kepadanya. “Maksudku, Rosse. Dia tahu kode untuk mengakses dataku.”

Mendengar pengakuan Aster, Natalie sontak menajamkan tatapannya dan mencengkeram keras bahu kiri Aster. “Kau gila Winter! Memberikan kode itu sangat dilarang! Terlebih, leluconmu itu sungguh tidak lucu!” desisnya kesal.

“Gurauanmu sungguh lebih rendah dari ideku,” celetuk sinis Ziggy.

Semua orang di sana tentu tidak akan percaya dengan apa yang Aster katakan. Lucas Glenn dengan code name Rosse telah gugur tiga tahun lalu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status