Share

Chapter 5 : Palsu

Tuk, tuk, tuk.

Ketukan jari di atas meja membuat hati dua orang di sana merasa tak nyaman. Siku kirinya, bertengger di atas armrest dengan dua jari yang menyentuh sisi wajah. Lucas kesal karena sejak pagi, tidak ada satupun anak buahnya yang memberikan kabar gembira. Terlalu kesal sampai ia tidak tahu harus berkata apa, selain meredam kemarahannya sekarang.

Mata dalam Lucas terus menatap tajam ke depan. Memandang dua pria di sana. Kekesalan semakin memuncak saat Jay--sekretarisnya--memberikan kabar kalau Abner mengirimkan pesan dan berkata, bahwa kakek tua itu sedang sangat bosan.

“Dia sungguh ingin membuatku menjadi anjingnya,” gumam Lucas, mendengkus dengan hati yang panas. “Dia menyediakan panggung dan ingin membuatku menari di sana?” Lucas berdecak. Dalam mimpi!

“Apa yang harus kita lakukan, bos?” tanya Alex yang belum lama ini membawa kabar buruk itu.

“Apa lagi?” Lucas beranjak dari kursi dan mengambil jas yang tergantung di sana. “Kita akan ke sana dan menjemput Erica.”

Sungguh licik. Abner memang menyerahkan Erica, tetapi bukan kepadanya. Melainkan Harry, sepupu sekaligus musuhnya. Mengambil Erica di sana, tentu tidak akan semudah mengambil sebuah permen dari anak kecil.

“Jay, handle semua urusan di sini,” titah Lucas pada sekretarisnya. Padahal sudah lima hari ia absen dari kantor dan membebankan tugasnya pada Jay. Sekarang, Lucas harus kembali meninggalkan pekerjaan sebagai CEO dari perusahaan INT.

INT Company adalah sebuah perusahaan yang mengembangkan mikroprosesor. Perusahaan teknologi multinasional yang juga merupakan produsen chip semikonduktor terbesar di dunia.

“Baik, bos,” jawab Jay. Pria manis yang selalu dielukan sebagai pria multitasking. Pun satu-satunya orang di perusahaan ini yang tahu bahwa Lucas juga bagian dari kelompok mafia.

“Ah, maaf bos.” Jay menghentikan langkah kaki Alex dan Lucas. “Bagaimana rapat dengan para pemegang saham nanti sore?”

Sial! Lucas lupa dengan itu. Terlalu banyak yang diurus sampai ia lupa dengan hal menyebalkan itu. Padahal ia sudah memberikan jawaban atas kenaikan persentase keuntungan. Namun, sepertinya mereka tidak puas.

“Sambungkan denganku nanti dan katakan pada mereka untuk mengirimkan dokumen penjualan bulan ini, kirimkan dalam satu jam sebelum rapat dimulai.”

“Baik bos,” ujar Jay seraya menundukan kepala.

Lucas dan Alex pun keluar dari ruang kantor. Berjalan ke arah lift sambil mengendurkan dasi, Lucas pun memainkan ponsel yang baru saja ia ambil dari sakunya.

Menekan angka dua, sebuah nama dengan inisial S pun terhubung. Dalam hitungan detik, terlihat sambungan Lucas pun diterima.

“Oh, siapa ini?”

“Bagaimana dengan Erica?” timpal Lucas begitu suara wanita menyapa telinga.

“Ck, tidak bisakah kau menanyakan kabarku lebih dulu?”

“Kau tentu baik-baik saja,” jawab Lucas, kaki-kaki berselimut sepatu kulit hitam itu memasuki lift. Tidak ketinggalan, Alex yang juga turut selalu berada dua langkah di belakangnya.

“Yah, itu sudah keharusan. Karena kau tidak akan suka kalau aku terluka, iya ‘kan?”

Lucas diam. Ia hanya menaikan satu alis tebalnya. Tentu saja, wanita itu adalah kartu tersembunyi yang masih berguna. Jika terluka, itu hanya akan menambah pekerjaannya. Namun sayang, semua itu hanya bisa Lucas katakan dalam pikirannya.

“Ah, dasar manusia dingin! Erica mu baik-baik saja, puas?”

“Kau yakin?” balas Lucas. 

“Aku baru saja mengeceknya. Dia ada di ruang bawah tanah. Meski tempat itu dingin, tetapi Erica diperlakukan baik.”

“Baiklah. Aku sedang dalam perjalanan ke sana. Pastikan kau membawa Erica keluar dari tempat itu sebelum aku sampai ke sana,” ucap Lucas memberikan perintah, kemudian langsung memutuskan sambungan teleponnya. Tidak peduli pada S yang mampu menjalankan misi darinya atau tidak. Lucas hanya ingin titahnya diselesaikan dengan baik.

“Hubungi markas, perintahkan lima belas orang untuk memantau kediaman Harry, sekarang,” perintah Lucas.

“Baik, bos,” jawab Alex. Pria itu pun segera memainkan ponsel yang sejak tadi sudah berada dalam genggaman tangannya.

Lift berhenti. Mereka sudah sampai di lantai basement. Lucas pun keluar memimpin jalan, membiarkan Alex yang sibuk berbicara di telepon.

Mendekati buggati hitam, Lucas mengambil kunci mobil dari saku kiri jas. Tidak lama, suara denting singkat pun terdengar ketika Lucas menekan tombol kunci mobilnya. 

Dengan cepat, Lucas melempar kunci mobil pada Alex yang baru saja selesai menjalankan perintah darinya, kemudian berjalan menyeberangi muka mobil untuk sampai pada pintu yang berseberangan dengan pintu kemudi.

“Anak-anak akan sampai di sana dalam waktu sepuluh menit, bos,” ujar Alex melapor saat keduanya sudah masuk ke dalam mobil.

“Bagus. Saat sampai di sana, berikan perintah pada SecurityGroup untuk mengirimkan sepuluh tim keamanan ke vila Green House,” ujar Lucas seraya memakai seatbelt.

“Apa nanti nona akan tinggal di tempat itu?” tanya Alex, mulai menjalakan mobil. Hatinya penasaran, mengapa nona majikannya tidak tinggal bersama dengan sang bos.

“Benar. Erica akan lebih aman jika tinggal jauh dariku. Vila itu dibeli bukan atas namaku. Jadi, musuh tidak akan menyerang ke sana.”

“Saya mengerti,” balas Alex.

Tidak ingin menyia-nyiakan waktu, Lucas segera mengambil kembali ponselnya. Meski tubuhnya berada jauh dari kantor, Lucas masih harus melakukan pekerjaan yang menumpuk, merengek ingin diselesaikan.

Beban yang semakin berat dan pekerjaan yang kian menumpuk ... terkadang, Lucas bertanya-tanya kapan semua ini akan berakhir. Untuk sekedar memejamkan mata dengan tenang saja Lucas tidak pernah bisa. Bayangan kekejaman yang dilalui sejak kecil dan keluarga yang disandera sungguh membuat Lucas lelah.

“G, bagaimana perkembangan pekerjaanmu?” tanya Lucas berbicara dengan ponselnya.

Lucas sedang menghubungi satu kartu AS yang ia persiapkan untuk menyerang musuh-musuhnya, termasuk sang kakek, Abner.

“Beres.”

“Bagus. Sekarang, bekerjasamalah dengan S. Wanita itu sedang berusaha mengeluarkan adikku. Rusak keamanan dan jauhkan Harry dari sana sebelum aku tiba.”

“Aku mengerti, tetapi mengapa kau meminta tolong hal sepele ini padaku? Kau memiliki hacker yang tidak kalah hebat denganku.”

Lucas menyeringai, mendengar pujian dari pria di seberang sambungan. “Terima kasih atas pujianmu. Russel memang tidak kalah hebat darimu. Namun, kaulah yang harus bekerja lebih keras untuk bisa makan dan menumpang hidup secara gratis di sana.”

“Sialan.”

Lucas menghembuskan napas berat setelah mengakhiri panggilan itu, kemudian membuka email dan mengecek satu persatu pekerjaan yang tiada habisnya.

Alex melirik pada Lucas yang sibuk dengan ponselnya. "Em, bos," panggilnya dengan hati-hati.

"Katakan."

"Tentang wanita yang anda cari ... ternyata sudah lima tahun dia sudah tidak bekerja di tempat itu dan itu pun hanya bekerja selama tiga hari saja."

Lucas sontak menghentikan jemari yang berselanjar di benda pipih hitamnya. Pikirannya menyelam, mengingat informasi yang sudah ia baca.

"Joy Eira Aster,” ungkap Lucas menyebutkan nama yang sudah melekat dipikirannya. “Jadi, dia sudah tidak bekerja di sana?”

“Benar, bos. Beberapa orang kita sudah memastikan dan menyelidiki langsung ke sana. Bahkan mereka yang sudah bekerja lama di sana juga terlihat ragu kalau pernah ada wanita dengan nama itu bekerja di sana.”

Menarik. Semakin digali semakin wanita itu jadi menarik. Sekarang Lucas yakin, pertemuan mereka itu benar-benar tidak disengaja. Jika wanita itu menargetkan dirinya, tentu malam itu sudah mengambil banyak keuntungan darinya.

“Penyelidikan ini cukup sulit karena kita tidak memiliki satu pun foto dirinya,” ujar Lucas kembali memainkan ponsel.

Dengan tidak menemukan satu foto wanita itu saja sudah pasti akan membuat semua orang curiga. Sekarang, data yang ditemukan pun tidak sesuai. Semua yang berhubungan dengan wanita itu palsu.

“Anda benar, bos. Tetapi, saya akan tetap terus melakukan penyelidikan tentang wanita itu.”

“Ya, lanjutkan dengan perlahan saja. Yang perlu kita waspadai adalah keluargaku sendiri,” perintah Lucas.

Cukup miris memang. Jika keluarga sendiri menjadi musuh utama.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status