Home / Rumah Tangga / STATUS ISTRIKU DI AKUN FACEBOOKNYA / BAB 3 Pulang ke rumah orang tua

Share

BAB 3 Pulang ke rumah orang tua

Author: Langit Senja
last update Last Updated: 2023-07-08 20:39:54

Aku menyusulnya menuju kamar, dan ternyata dugaanku benar. Dia sedang mengemasi pakaiannya ke dalam koper.

Dia menangis sesenggukan, apa aku telah menyakitinya, ya?

"Rin, Rina. Kamu jangan pergi, Mas mohon," ucapku, memohon padanya.

Namun dia tidak mendengarkan ku, dia terus saja menangis dan mengambil semua bajunya yang ada di almari.

Aku mencoba menyentuh tangannya, dan langsung dia tepis. Membuatku sedikit terkejut.

"Jangan sentuh aku, Mas. Awas aku mau pergi!" Dia melangkah meninggalkanku sambil menyeret kopernya.

Di sini aku tidak bisa berkata apa-apa, dia memang bakalan tetap pergi dari rumah ini, meskipun aku membujuknya dengan seribu kata.

"Argh, sialan!" umpatku, saat Rina sudah hilang dari pandangan.

***

Namaku Rina Amelia, aku adalah istri Mas Revan, sudah lima tahun kami menjalani pernikahan. Satu tahun, dua tahun, rumah tangga kami baik-baik saja. Namun setelah tahun ke tiga, Mas Revan dipecat dari kantornya. Aku pikir, Mas Revan bakalan cari kerja lagi. Iya aku tahu, dia juga lagi cari kerja tapi asal-asalan banget. Sekarang sudah tiga tahun, dia jadi pengangguran. Kadang dia juga ngojek tapi hanya buat kebutuhannya sendiri.

Jujur, Aku capek banget menjalani rumah tangga seperti ini. Dari dulu aku ingin bercerai dengan suamiku, namun orang tuaku tak menyetujui, mereka yakin kalau Mas Revan akan berubah. Tapi ternyata tidak berubah sampai saat ini.

Aku bekerja sebagai penjahit, alhamdulillah penghasilanku lumayan besar. Pergi pagi hari, dan pulang sore hari. Keadaan rumah selalu berantakan. Melihat suamiku, kerjanya cuma tidur dan makan saja. Ingin menangis sejadi-jadinya.

Hari ini, sengaja aku tidak bersih-bersih di rumah, biar dia tau rasa. Aku mau ngetes dia, apa dia mau hanya sekadar membersihkan rumah saja, tapi ternyata tidak. Aku lagi, yang harus membereskannya, tapi kali ini aku benar-benar emosi.

Pulang kerja disuguhi sampah yang berserakan di ruang tamu, dan jam tanganku hilang. Aku lupa tidak memakainya kembali, saat aku ke kamar mandi. Entah siapa yang mengambilnya, ku tanyai Mas Revan, dia tidak tahu. Masak, setan sih yang ngambil?

Keputusanku sudah bulat. Aku ingin berpisah saja dengan Mas Revan. Untungnya, aku belum punya anak. Sengaja, dulu aku nunda kehamilan.

Hari ini juga, aku pulang ke rumah orang tuaku. Mas Revan memohon-mohon padaku agar tidak pulang, tapi aku tidak akan pernah peduli lagi sama dia. Tunggu surat cerai dariku, Mas.

"Rina, kamu kok bawa koper?" tanya Ibu, saat melihat aku berjalan membawa koper. Dia sedang duduk di luar menikmati sore hari yang cerah.

Saat itu, langsung saja aku memeluk ibuku, menangis di pelukannya sejadi-jadinya. Aku tidak peduli dengan orang-orang yang melihatku.

"Kamu kenapa? cerita sama Ibu. Apa karena suamimu?"

"Aku mau cerita di dalam, Bu."

Ibuku menganggukkan kepalanya, melihatku dengan penuh iba.

"Bu, Mas Revan tidak pernah berubah, sudah tahun ke tiga dia tidak bekerja. Apa aku boleh minta cerai saja, Bu? Jujur ... aku lelah sekali. Tiap hari aku banting tulang, dia kerjaannya hanya tidur saja," keluhku.

Ibuku menangis, mendengarkan ceritaku.

"Maafkan Ibu, Nak. Sekarang terserah kamu saja, apa yang merasa kamu baik, lakukanlah. Kenapa kamu tidak pernah cerita sama Ibu dan Bapak, kalau ternyata Revan masih belum bekerja?"

"Karena aku kira, Mas Revan akan benar-benar mencari kerja, sama seperti yang kalian kira. Tapi ternyata, tidak ada perubahan sama sekali."

"Astaghfirullah ... lebih baik kalian berpisah saja, Rin. Sekarang Ibu dan Bapak pasti mendukungmu."

"Aku mau mengajukan perceraian besok, Bu." Karena lebih cepat lebih baik menurutku.

"Baik. Besok di antar sama Abangmu saja, ya."

"Iya, Bu." Aku begitu lega telah menceritakan semuanya pada ibu.

"Ya sudah, kamu istirahat dulu. Kamu habis pulang kerja kan?"

"Aku mau mandi, Bu. Badanku terasa begitu lengket."

"Kebetulan, ada air panas. Pakai saja buat kamu mandi, sekarang sudah sore, nanti masuk angin kalau kamu mandi air dingin."

Aku mengiyakan dengan anggukan, ibuku begitu baik dan perhatian sekali.

Setelah mandi, pikiranku sedikit tenang, apalagi ada ibu di sini, dia selalu menguatkan hatiku.

Tapi aku tidak melihat bapak dari tadi, mungkin bapak belum pulang dari pekerjaannya, ini sudah jam lima sore, sebentar lagi pasti pulang.

"Rin, mau makan sekarang apa nanti bareng?"

"Bareng aja, Bu. Sudah lama rasanya tidak makan bareng lagi," ucapku.

"Baiklah, kita tunggu Bapak pulang saja, ya."

Bapak pulang, dugaanku benar. Jam lima sore bapak pasti pulang. Dia menggarap kebun miliknya, walaupun tidak terlalu besar, kebun itu adalah sumber penghasilan Ibu dan Bapakku. Mereka selalu menanam sayuran untuk dijual. Alhamdulillah, kebutuhan selalu Allah cukupi untuk mereka.

"Assalamualaikum, Bapak pulang!" Kata-kata itu tidak pernah berubah sejak dulu aku masih kecil, sampai sekarang aku sudah menikah. Aku tersenyum mendengarnya.

"Wa'alaikumussalam, Pak," ucapku dan Ibu berbarengan.

Bapak masuk melalui pintu belakang.

"Lho, Nak. Kapan kamu ke sini?" tanya Bapak.

"Tadi, pulang kerja Pak," ucapku. Sebenarnya aku tak enak kalau kepulanganku ke rumah, hanya membawa masalah dari rumah tanggaku.

"Pak, mendingan mandi dulu gih, biar gak bau keringat. Nanti kita ngobrol lagi," ucap Ibu.

"Ya ... Bapak mandi dulu." Dengan pakaian yang kotor, Bapak berlalu ke kamar mandi.

Aku dan Ibuku menonton TV, di ruang keluarga. Saat ini, aku merasa kembali ke masa lalu. Kalau tahu begini, aku tidak mau dewasa saja, tapi kita tidak bisa menghindari takdir dari Allah. Baik buruknya takdir, kita harus menerimanya.

"Handuk!" Bapak berteriak di dalam kamar mandi.

"Iya ..." teriak ibu, "Kebiasaan Bapakmu itu, kalau mandi pasti lupa bawa handuk!" Ibuku mengomel, sambil mengambil handuk yang diminta Bapak.

Aku hanya tersenyum melihat tingkah mereka, bersyukur sekali rumah tangga Ibu dan Bapak harmonis sampai sekarang. Kapan aku akan seperti itu Ya Allah.

**

"Nak, kami mendukung apa pun keputusanmu. Bapak juga tidak rela kalau sampai putri Bapak tidak dinafkahi oleh suamimu. Suami macam apa itu? Aku saja sebagai Bapaknya mati-matian cari uang buat menghidupinya," ucap Bapak, setelah aku menceritakan semua tentang keadaan rumah tanggaku. Bapak marah sekali pada Mas Revan.

"Iya, Pak. Dulu kita sudah memberikan kesempatan pada Revan. Tapi ternyata, dia enggan berubah juga," timpa Ibuku, sambil meletakkan kopi hitam favorit Bapak, di atas meja.

"Lebih baik, segera urus perceraianmu dengan Revan, Nak!" ucap Bapak.

Aku hanya mengangguk, tanda mengiyakan perintah Bapak.

"Kamu bawa surat nikahnya, kan?"

"Aku sudah bawa semuanya, Pak."

Aku tidak lupa pada surat-surat itu, karena surat itu wajib aku bawa agar mempermudah jalanku untuk berpisah dengan Mas Revan. Kalau tidak aku bawa, bisa jadi Mas Revan akan menyembunyikannya dan mempersulit.

"Baiklah, itu buat persyaratan mengajukan cerai nanti."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • STATUS ISTRIKU DI AKUN FACEBOOKNYA    BAB 20

    POV AuthorSiang itu, Revan memasuki pusat perbelanjaan, ia sengaja berdesak-desakan dengan banyak orang agar bisa memulai aksi buruknya. Tangannya merayap ke dalam tas milik seorang ibu-ibu. Namun, si pemilik berjalan buru-buru sehingga aksinya gagal. Tak patah arang, ia mencoba sekali lagi pada orang yang berbeda, dan ... ia berhasil mendapatkan satu buah dompet dan ponsel milik seorang wanita muda."Berhasil! Haha." Ia bersorak girang, setelah keluar dari pusat perbelanjaan. "Wuah, ada kartu ATM-nya lagi. Ternyata menjadi m****g tidak sesusah yang aku bayangkan," ujarnya.Hari sudah hampir larut, Revan berjalan menuju toko-toko yang akan tutup. Ia akan tidur di depan toko tersebut. Sebelum tertidur, ia menyimpan barang curiannya di tempat yang aman. "Besok aku harus beraksi lagi kayaknya!" gumamnya sebelum tidur. ***Sudah hampir setengah tahun, Revan menikmati kehidupannya di jalanan. Ia kini menjadi seorang pencuri. Belum ada satu orang pun yang berhasil menangkapnya. Ia kin

  • STATUS ISTRIKU DI AKUN FACEBOOKNYA    BAB 19

    Aku berasa ingin berlari keluar sekarang juga. Untung saja aku diperbolehkan diam saja di ruangan ini hingga jam bekerja selesai. ***"Mas, waktunya pulang. Hati-hati, Mas. Takutnya mereka berkeliaran di jalan." Seorang petugas kesehatan membuka pintu, sembari membangunkan ku yang tengah tertidur. "Sudah waktunya pulang, ya Pak? Baik, Pak. Saya akan hati-hati. Besok saya tidak akan datang lagi ke sini ya, Pak. Gak papa kan gak bilang dulu HRD?" "Lebih baik, Mas bilang dulu. Biar saya yang antar ke ruangan HRD," ucapnya. "Oh, baiklah. Sekarang saja, Pak kita ke sana!" ajak ku. **"Permisi, Pak. Saya mengantarkan pekerja baru ke sini. Mas, ayo masuk!" Ucap Pak petugas kesehatan.Aku memasuki ruangan HRD dituntun petugas kesehatan."Pak, saya izin berhenti dari perusahaan ini, karena tiga karyawan sudah memukuli saya sampai babak belur. Apa tidak ada tindakan dari pihak perusahaan?" "Apa kamu melakukan kesalahan sehingga kalian terjadi keributan?" "Tidak sama sekali, mereka yang s

  • STATUS ISTRIKU DI AKUN FACEBOOKNYA    BAB 18 Pekerjaan baru

    Jam enam pagi aku sudah bersiap pergi ke tempat kerja baruku. Saat sudah sampai, ternyata orang-orang yang kemarin keterima seperti sedang berkumpul di depan bangunan putih kemarin. Aku juga ikut kumpul di situ, ternyata pembagian kerja. Aku bagian di pengecekan barang. Okelah, tidak masalah. Katanya nanti bakal ada atasan yang mengajari dulu kami. Jam tujuh, semua karyawan pabrik harus siap dengan tanggung jawabnya di sini. Aku memasuki ruangan yang begitu besar, banyak kain-kain yang tertata rapi di sana. "Kain itu sudah tahap pengecekan ya, Mas. Nah, kalau yang ini belum dicek. Nanti kita harus teliti, apakah ada kain yang melar, bergaris dan terkadang ada yang sedikit sobek. Kita harus teliti jangan sampai ada yang tertinggal. Kalau kain ada yang cacat, di simpan di sebelah kiri. Kalau Yang mulus, di simpan di rak khusus. Mengerti, Mas?" "Siap, Pak. Apa di sini cuma saya saja ya?" "Tidak, itu yang lain lagi siap-siap masuk ke ruangan ini," tuturnya. "Baiklah, saya mulai seka

  • STATUS ISTRIKU DI AKUN FACEBOOKNYA    BAB 17 Keterima Kerja

    [Assalamualaikum, Bang. Ini persyaratan untuk melamar kerja]Anak laki-laki itu melampirkan sebuah gambar yang isinya syarat-syarat melamar kerja di sana.[Oke, terima kasih, Dek]Sepertinya semua sudah ada, aku punya berkas-berkasnya. Tapi, baju hitam putih aku tidak punya. Oke besok aku akan belanja dulu deh. ***Pagi-pagi, aku sudah bersiap untuk mencari baju hitam putih. Tak susah mencarinya hingga tidak butuh waktu lama untuk aku mendapatkannya.Semua berkas persyaratan sudah aku siapkan di dalam map. Waktunya bersiap ke pabrik untuk melamar pekerjaan. Semoga saja aku diterima.PT. Konveksi Indonesia, sebuah pabrik besar yang banyak sekali karyawan yang bekerja di sana. Aku melangkah penuh percaya diri ke depan gerbang, dimana ada bapak satpam sebagai penjaga di pos dekat gerbangnya. "Pagi, Pak. Saya mau melamar pekerjaan di sini, saya boleh masuk?" Aku menyapa Pak satpam sekaligus bertanya padanya."Pagi, boleh saya periksa dulu tasnya?" ucapnya, mungkin memang biasanya sepert

  • STATUS ISTRIKU DI AKUN FACEBOOKNYA    BAB 16 Bayar biaya rumah sakit

    Aku menggeleng, menolaknya dengan tegas, "Tidak, Kak Fani. Karena itu bukan tanggung jawabku dan bukan karena kesalahanku." Tiba-tiba saat kami sedang berdebat, Jovan datang menarik lengan Kak Fani."Apaan sih, Jovan! Kamu gak sayang ya sama ibu? Kenapa kamu membela wanita itu, hah?" teriak Kak Fani."Kak, Kak. Tolong, ini tempat umum jangan teriak-teriak. Jovan membela Rina karena dia gak salah, Jovan saksinya. Lagi pula, bukannya ibu memang sudah punya penyakit jantung dari lahir kan? terus kenapa jadi menyalahkan Rina? Bikin malu saja!" desis Jovan."Tidak, Jovan. Wanita ini yang harus membayarkan semua biaya rumah sakit." Kak Fani masih dengan pendiriannya, ingin aku membayarkan biaya rumah sakit ibunya. Lama-lama, sifat Kak Fani terlihat juga aslinya. Padahal, waktu dia menjadi guru design, sangat sopan dan santun. "Baik, kalau Kak Fani memaksa. Berapa biaya rumah sakitnya?" Aku terpaksa melakukan ini, karena sangat malas untuk berhubungan terus dengan orang-orang kaya tapi ke

  • STATUS ISTRIKU DI AKUN FACEBOOKNYA    BAB 15

    "Bu, gak kenapa-kenapa, kan?" ucap Sindi mengelus pundakku."Sudah, tidak apa-apa kok. Ayo kita kembali ke pekerjaan kita lagi, sepertinya ada yang mampir tuh?" jawabku."Hem, baiklah Bu." Intan dan Sindi kembali ke pekerjaan mereka. Sedangkan aku, disini hanya pura-pura baik-baik saja.Aku harus tetap profesional, tak baik membawa masalah ke pekerjaan.***Ting! Setelah beberapa jam berlalu, ponselku berbunyi tanda ada pesan baru yang masuk.Kak Fani[Rina, maaf. Kamu sudah lakukan apa pada ibu saya?]Mungkin kejadian tadi, ibu itu membicarakannya pada Kak Fani, anak perempuannya. Aku akui, Kak Fani memang sopan dalam bicara, tapi menyimpan luka kala aku mendengarnya. [Ibu Kakak kenapa memangnya? Tadi memang betul dia datang ke toko saya dengan marah-marah. Tapi saya hanya berbicara apa adanya saja pada beliau][Ibu saya serangan jantung, Rina. Pasti karena dia sudah mendengar kata-kata yang tidak baik dari kamu, ya? Sehingga membuat dia syok dan kepikiran][Maaf, Kak. Saya tidak b

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status