Home / Rumah Tangga / STATUS ISTRIKU DI AKUN FACEBOOKNYA / BAB 5 Kejadian usai dari pengadilan agama

Share

BAB 5 Kejadian usai dari pengadilan agama

Author: Langit Senja
last update Last Updated: 2023-07-10 10:16:49

Hari ini, adalah hari di mana aku harus datang ke pengadilan agama memenuhi undangan sidang.

Oke, aku siap berpisah dengan Rina. Apalagi keluarganya itu, mereka sama aja tidak sabar menungguku untuk mencari pekerjaan.

Aku akan datang ditemani oleh Mbak Ratih. Mbak Ratih juga setuju kalau aku pisah sama Rina, malah tempo hari dia nyuruh aku pisah, dan akhirnya kejadian juga.

Saat ini, aku dan Rina sudah berada di ruang sidang. Pokoknya semua berjalan lancar, aku gak peduli dia menjelekkan namaku di depan hakim, yang penting aku akan pisah sama dia. Dipikir-pikir, aku juga udah muak hidup sama dia.

Setelah kami keluar dari ruangan, tiba-tiba Rina berteriak menuduh Mbak Ratih mengambil jam tangannya,"Heh, Mbak! itu jam tanganku kan?"

"Eh, jangan asal nuduh ya! ini jam tangan dibeliin suamiku, enak aja dibilang punyamu!" jawab Mbak Ratih.

"Oke, akan aku buktikan kalau itu punyaku!" ucapnya, sambil membuka paksa jam tangan yang sedang dipakai Mbak Ratih, dasar gak sopan.

"Tuh, lihat! Di belakang jam tangan ini ada bertuliskan namaku, RINA. Udah deh, jangan mengelak lagi atau ... mau aku laporin ke polisi kalau Mbak adalah maling?" Benar-benar keterlaluan si Rina, masalah jam tangan aja dia perpanjang. Tidak bisa dibiarkan ini.

"Heh, Rina. Kamu itu, biarin aja kek. Jam tangan butut gitu dipermasalahkan!" Aku mencoba membela Mbak Ratih.

"Kamu, gak usah banyak bacot deh! Mbakmu itu salah, malah dibela. Emang dasar kalian berdua itu sama saja sifatnya. Tidak bisa membedakan mana yang benar dan yang salah," bentaknya padaku, benar-benar sudah keterlaluan.

"Buruan, ngaku gak kalau kamu malingnya! atau kalau enggak, aku laporin sekarang!" teriak Rina, mengancam, sehingga membuat orang-orang yang berada di sekitar memperhatikan kami.

"I-iya, aku yang ngambil. Bener kata Revan, gitu aja dipermasalahkan. Toh jam tangannya juga udah dikembalikan!" jawab Mbak Ratih.

"Hu ...." tiba-tiba orang-orang menyoraki Mbak Ratih, membuat dia malu terlihat dari raut wajahnya yang memerah.

"Benar-benar benalu kalian!" ucap Rina, lalu dia melenggang pergi bersama orang tuanya.

Benar-benar memalukan si Rina! Umpatku dalam hati.

**

"Mbak, jadi mbak ya yang sudah ngambil jam tangannya si Rina?" tanyaku, ingin memastikan.

"Iya, waktu mbak ganti celana. Celana dia juga masih ada di rumah mbak," jawabnya.

"Aduh, Mbak. Kalau Mbak ngambil, ngapain Mbak pakai tadi. Kan jadinya ketahuan si Rina," ucapku.

"Mbak gak sadar, Van," jawabnya.

"Ya sudah deh. Mbak, aku boleh pulang ke rumahmu gak?" pintaku, karena kalau aku tinggal di rumah, aku gak akan makan dong. Aku gak punya uang, cuma ada lima ribu buat bayar hutang ke si Angga.

"Ya sudah, kamu tinggal saja di rumah Mbak," ucap Mbak Ratih, untung saja dia baik padaku.

"Terus, bang Rendi gak bakal marah?"

"Enggaklah, masa sama adik ipar tidak mau serumah."

Aku pun mengangguk. Lalu membereskan baju-bajuku untuk dibawa ke rumah Mbak Ratih.

***

Sesampainya di rumah Mbak Ratih, ternyata di teras ada Bang Rendi, suaminya Mbak Ratih sedang menata tanaman ke dalam pot.

"Lho, Revan. Kamu mau pindah kemana?" Baru saja datang, sudah disuguhi pertanyaan yang tidak enak.

"Anu, Bang. Aku mau tinggal di sini, bolehkan?" pintaku, agak sedikit takut.

Kulihat sorot mata Bang Rendi seperti tidak setuju kalau aku ada di sini. Kalau benar begitu, berarti dia sulit orangnya, tidak mau membantu sesama.

"Memangnya rumahmu kenapa? Digusur? Terus istrimu, Rina kemana?" Astaga ... dia itu bawel sekali si. Memberondong aku dengan pertanyaan.

"Bang, dia cerai sama si Rina. Kalau rumahnya masih ada kok," jawab Mbak Ratih.

Lalu, Bang Rendi malah melihatku keheranan sekarang, kenapa si.

"Kok bisa cerai, Van. Kenapa emangnya?" tanyanya, lagi.

"A-anu Bang, masalah kerjaan," jawabku.

"Masalah kerjaan gimana,?" tanyanya lagi.

Aku sudah tidak mau menjawab pertanyaan dari Bang Rendi, kuarahkan pandanganku pada Mbak Ratih, sebagai isyarat.

"Bang, sudahlah. Kasihan Revan, sementara dia nyari kerja, dia tinggal dulu di sini." Akhirnya Mbak Ratih mengerti aku.

"Ya sudah, masuk masuk," ucapnya.

Nah gitu dong, dari tadi kek. Ini mah udah kayak interview kerja aja pake segala rupa ditanya.

Akhirnya aku masuk ke dalam rumah Mbak Ratih, rumahnya luas dan juga rapi sekali, ternyata Mbakku itu rajin.

"Van, kamarmu di sebelah sana!" Mbak Ratih menunjukkan sebuah kamar yang akan aku tempati.

"Baik, Mbak," ucapku, lalu aku masuk ke dalam sebuah kamar. Di dalam kamar sudah ada lemari pakaian, aku masukkan satu persatu bajuku ke dalam lemari.

'kruuuuk ... kruk ....'

Oh iya, aku kan belum makan dari tadi. Makannya perutku bunyi seperti itu, sebagai tanda mau diisi.

Kuhampiri Mbak Ratih yang lagi asik nonton TV.

"Mbak, aku lapar belum makan." Aku mengelus perutku yang bunyi.

"Mbak sudah masak ikan goreng, kamu makan aja. Tadi mbak taro di meja makan."

Aku melangkah menuju meja makan, kubuka tudung sajinya, dan ternyata benar ikan nila goreng dan sambel sekaligus lalapannya.

Langsung saja aku mengambil piring di dapur, lalu mengambil nasi sepiring penuh. Aku makan begitu lahap, enak sekali masakan Mbak Ratih.

Saat suapan terakhir, tiba-tiba Bang Rendi datang.

"Makan, Van?" tanyanya.

Aku sedikit malu si, kalau ada Bang Rendi.

"Iya, Bang," ucapku.

Aku melahap nasi terakhir yang ada di piring, setelah itu aku minum.

Kulihat Bang Rendi menatapku seperti kesal, kenapa ya? Apa aku melakukan kesalahan? Aneh.

Dia berlalu menuju dapur, tampaknya dia juga mau makan. Dia membawa piring yang berisi nasi. Astaga ... ikan gorengnya tinggal kepalanya doang, gimana ini.

Bang Rendi sudah semakin dekat menuju meja makan. Saat dia duduk, dan akan mengambil ikan gorengnya, tiba-tiba tangannya berhenti di atas piring yang sudah berisi kepala ikan, lalu dia melihat sinis ke arahku.

"Kok kamu habisin lauknya, Van?"

"A-anu maaf, Bang. Aku lapar soalnya," ucapku.

"Ya gak dihabisin juga dong, aku juga belum makan ini, terus aku harus makan kepala ikan sisa kamu gitu?" ucapnya kesal.

"Iya, Bang maaf. Kirain Abang udah makan," kataku.

"Lain kali, kalau makan itu harus ingat sama orang lain. Jangan mementingkan perut sendiri, apalagi di sini bukan tempat kamu, jangan seenaknya." tegasnya, pelit banget jadi orang.

Lalu Bang Rendi melenggang begitu saja, menaruh kembali nasi dan piring yang sudah dibawanya tadi. Sepertinya dia tidak jadi makan. Jadi orang kok baper-an amat. Apalagi dia laki-laki.

"Van, jangan lupa piring bekas makan cuci yang bersih, dan itu kepala ikan juga bawa ke dapur. Nanti biar aku kasih sama kucing."

Apa-apaan Bang Rendi, piring cuma satu aja harus langsung dicuci lagi.

"Iya, Bang. Entar aku cuci kok," ucapku, malas.

"Bagus."

"Abang, gak jadi makan?" tanyaku, basa-basi.

"Mau makan sama apa? makannya Van, jadi orang itu jangan rakus. Orang lain jadi gak kebagian kan? gara-gara kamu habisin semuanya, padahal itu ikan ada lima ekor lho?" jawabnya, membuat perasaanku sedikit tersentak.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • STATUS ISTRIKU DI AKUN FACEBOOKNYA    BAB 20

    POV AuthorSiang itu, Revan memasuki pusat perbelanjaan, ia sengaja berdesak-desakan dengan banyak orang agar bisa memulai aksi buruknya. Tangannya merayap ke dalam tas milik seorang ibu-ibu. Namun, si pemilik berjalan buru-buru sehingga aksinya gagal. Tak patah arang, ia mencoba sekali lagi pada orang yang berbeda, dan ... ia berhasil mendapatkan satu buah dompet dan ponsel milik seorang wanita muda."Berhasil! Haha." Ia bersorak girang, setelah keluar dari pusat perbelanjaan. "Wuah, ada kartu ATM-nya lagi. Ternyata menjadi m****g tidak sesusah yang aku bayangkan," ujarnya.Hari sudah hampir larut, Revan berjalan menuju toko-toko yang akan tutup. Ia akan tidur di depan toko tersebut. Sebelum tertidur, ia menyimpan barang curiannya di tempat yang aman. "Besok aku harus beraksi lagi kayaknya!" gumamnya sebelum tidur. ***Sudah hampir setengah tahun, Revan menikmati kehidupannya di jalanan. Ia kini menjadi seorang pencuri. Belum ada satu orang pun yang berhasil menangkapnya. Ia kin

  • STATUS ISTRIKU DI AKUN FACEBOOKNYA    BAB 19

    Aku berasa ingin berlari keluar sekarang juga. Untung saja aku diperbolehkan diam saja di ruangan ini hingga jam bekerja selesai. ***"Mas, waktunya pulang. Hati-hati, Mas. Takutnya mereka berkeliaran di jalan." Seorang petugas kesehatan membuka pintu, sembari membangunkan ku yang tengah tertidur. "Sudah waktunya pulang, ya Pak? Baik, Pak. Saya akan hati-hati. Besok saya tidak akan datang lagi ke sini ya, Pak. Gak papa kan gak bilang dulu HRD?" "Lebih baik, Mas bilang dulu. Biar saya yang antar ke ruangan HRD," ucapnya. "Oh, baiklah. Sekarang saja, Pak kita ke sana!" ajak ku. **"Permisi, Pak. Saya mengantarkan pekerja baru ke sini. Mas, ayo masuk!" Ucap Pak petugas kesehatan.Aku memasuki ruangan HRD dituntun petugas kesehatan."Pak, saya izin berhenti dari perusahaan ini, karena tiga karyawan sudah memukuli saya sampai babak belur. Apa tidak ada tindakan dari pihak perusahaan?" "Apa kamu melakukan kesalahan sehingga kalian terjadi keributan?" "Tidak sama sekali, mereka yang s

  • STATUS ISTRIKU DI AKUN FACEBOOKNYA    BAB 18 Pekerjaan baru

    Jam enam pagi aku sudah bersiap pergi ke tempat kerja baruku. Saat sudah sampai, ternyata orang-orang yang kemarin keterima seperti sedang berkumpul di depan bangunan putih kemarin. Aku juga ikut kumpul di situ, ternyata pembagian kerja. Aku bagian di pengecekan barang. Okelah, tidak masalah. Katanya nanti bakal ada atasan yang mengajari dulu kami. Jam tujuh, semua karyawan pabrik harus siap dengan tanggung jawabnya di sini. Aku memasuki ruangan yang begitu besar, banyak kain-kain yang tertata rapi di sana. "Kain itu sudah tahap pengecekan ya, Mas. Nah, kalau yang ini belum dicek. Nanti kita harus teliti, apakah ada kain yang melar, bergaris dan terkadang ada yang sedikit sobek. Kita harus teliti jangan sampai ada yang tertinggal. Kalau kain ada yang cacat, di simpan di sebelah kiri. Kalau Yang mulus, di simpan di rak khusus. Mengerti, Mas?" "Siap, Pak. Apa di sini cuma saya saja ya?" "Tidak, itu yang lain lagi siap-siap masuk ke ruangan ini," tuturnya. "Baiklah, saya mulai seka

  • STATUS ISTRIKU DI AKUN FACEBOOKNYA    BAB 17 Keterima Kerja

    [Assalamualaikum, Bang. Ini persyaratan untuk melamar kerja]Anak laki-laki itu melampirkan sebuah gambar yang isinya syarat-syarat melamar kerja di sana.[Oke, terima kasih, Dek]Sepertinya semua sudah ada, aku punya berkas-berkasnya. Tapi, baju hitam putih aku tidak punya. Oke besok aku akan belanja dulu deh. ***Pagi-pagi, aku sudah bersiap untuk mencari baju hitam putih. Tak susah mencarinya hingga tidak butuh waktu lama untuk aku mendapatkannya.Semua berkas persyaratan sudah aku siapkan di dalam map. Waktunya bersiap ke pabrik untuk melamar pekerjaan. Semoga saja aku diterima.PT. Konveksi Indonesia, sebuah pabrik besar yang banyak sekali karyawan yang bekerja di sana. Aku melangkah penuh percaya diri ke depan gerbang, dimana ada bapak satpam sebagai penjaga di pos dekat gerbangnya. "Pagi, Pak. Saya mau melamar pekerjaan di sini, saya boleh masuk?" Aku menyapa Pak satpam sekaligus bertanya padanya."Pagi, boleh saya periksa dulu tasnya?" ucapnya, mungkin memang biasanya sepert

  • STATUS ISTRIKU DI AKUN FACEBOOKNYA    BAB 16 Bayar biaya rumah sakit

    Aku menggeleng, menolaknya dengan tegas, "Tidak, Kak Fani. Karena itu bukan tanggung jawabku dan bukan karena kesalahanku." Tiba-tiba saat kami sedang berdebat, Jovan datang menarik lengan Kak Fani."Apaan sih, Jovan! Kamu gak sayang ya sama ibu? Kenapa kamu membela wanita itu, hah?" teriak Kak Fani."Kak, Kak. Tolong, ini tempat umum jangan teriak-teriak. Jovan membela Rina karena dia gak salah, Jovan saksinya. Lagi pula, bukannya ibu memang sudah punya penyakit jantung dari lahir kan? terus kenapa jadi menyalahkan Rina? Bikin malu saja!" desis Jovan."Tidak, Jovan. Wanita ini yang harus membayarkan semua biaya rumah sakit." Kak Fani masih dengan pendiriannya, ingin aku membayarkan biaya rumah sakit ibunya. Lama-lama, sifat Kak Fani terlihat juga aslinya. Padahal, waktu dia menjadi guru design, sangat sopan dan santun. "Baik, kalau Kak Fani memaksa. Berapa biaya rumah sakitnya?" Aku terpaksa melakukan ini, karena sangat malas untuk berhubungan terus dengan orang-orang kaya tapi ke

  • STATUS ISTRIKU DI AKUN FACEBOOKNYA    BAB 15

    "Bu, gak kenapa-kenapa, kan?" ucap Sindi mengelus pundakku."Sudah, tidak apa-apa kok. Ayo kita kembali ke pekerjaan kita lagi, sepertinya ada yang mampir tuh?" jawabku."Hem, baiklah Bu." Intan dan Sindi kembali ke pekerjaan mereka. Sedangkan aku, disini hanya pura-pura baik-baik saja.Aku harus tetap profesional, tak baik membawa masalah ke pekerjaan.***Ting! Setelah beberapa jam berlalu, ponselku berbunyi tanda ada pesan baru yang masuk.Kak Fani[Rina, maaf. Kamu sudah lakukan apa pada ibu saya?]Mungkin kejadian tadi, ibu itu membicarakannya pada Kak Fani, anak perempuannya. Aku akui, Kak Fani memang sopan dalam bicara, tapi menyimpan luka kala aku mendengarnya. [Ibu Kakak kenapa memangnya? Tadi memang betul dia datang ke toko saya dengan marah-marah. Tapi saya hanya berbicara apa adanya saja pada beliau][Ibu saya serangan jantung, Rina. Pasti karena dia sudah mendengar kata-kata yang tidak baik dari kamu, ya? Sehingga membuat dia syok dan kepikiran][Maaf, Kak. Saya tidak b

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status