Share

Bab 7

STRUK BELANJA DI SAKU CELANA SUAMIKU

BAB 7

Aku dan Andi menurunkan beberapa kantong besar, juga dibantu oleh kedua perempuan yang menyambut kami baru saja. Kami membawa masuk makanan tersebut ke dalam rumah dan akhirnya di sambut oleh Pak Andi si pelanggan catering kami dan juga petugas keamanannya. Sedikit berbasa basi lalu pamit undur diri. Karena pembayaran sudah full di muka, maka kami pun ingin cepat pergi.

Perempuan itu--Anya yang pernah aku temui bersama Yoga sesekali melirikku dengan ragu. Takku acuhkan. Sungguh aku tidak mau ikut campur urusannya dengan Angga. Walau, sebenarnya ada beberapa pertanyaan yang menggangu pikiranku akan hubungannya dengan Angga.

"Bu, sebentar," Anya mengejarku ketika aku sedang membuka pintu mobil. Aku menoleh.

Kutatap matanya, ia tertunduk.

"Boleh aku berbicara sebentar!" pintanya. "Tidak lama." Lanjutnya lagi, lalu Anya meyakinkanku meminta sedikit waktu.

"Baiklah."

"Sebagai perempuan aku ikut prihatin dengan masalah yang menimpa rumah tangga Ibu, aku hanya mendoakan semoga Ibu tetap kuat." Anya memelukku, erat sekali.

Bibirku bergetar, hatiku memang sensitif jika membicarakan masalah pribadi, mungkinkah Angga menyelesaikan masalahnya dengan membawa urusan keluargaku?

"Maksudnya?" Kutunggu kejelasan lebih lanjut darinya.

Ia menggeleng dan mencolek sudut matanya. "Kebenaran pasti akan datang sendirinya. Sepandai-pandainya bajing meloncat maka ia akan jatuh juga," lanjutnya.

Lalu ia mengambil telpon genggam di tanganku, mengetikan sesuatu di sana, setelah itu memberikannya lagi padaku.

"Ibu boleh hubungi aku kapan saja ibu mau." Lalu Anya berbalik meninggalkanku. Terus kutatap punggung Anya hingga yang menjauh.

"Bu!" panggil Andi. Aku menarik nafas dalam dan mengembuskan nafas dengan berlahan. Kulihat Andi sudah siap di belakang kemudi.

"Oh, ok." Segera aku masuk dan duduk di sebelah Andi.

Di perjalanan aku berusaha mencerna ucapan Anya, aku tidak tahu maksud tujuannya. Sudahlah, masih banyak hal yang harus aku pikirkan selain kata yang keluar dari bibir Anya. Biarlah urusan Angga dan Anya menjadi masalah mereka. Aku tidak mau mengetahui lebih jauh lagi.

***

[Sayang, maaf aku tidak bisa menjemputmu di tempat kerja. Bosku memintaku untuk menemaninya ke lapangan. Tetapi, aku akan usahakan untuk makan malam di rumah, siapkanlah masakanmu yang terbaik.]

Mas Yoga mengirimkan pesan setelah aku menunggunya menjemput kami cukup lama. Aku tersenyum getir membacanya. Tulisan itu seolah menambah deretan panjang kelelahanku hari ini.

Tiba-tiba udara di ruangkanku menjadi seperti panas, AC di ruangan ini rupanya tidak cukup mendinginkan otakku yang seakan mendidih, kuusap keningku yang tak berkeringat.

Tak habis pikir, pekerjaan apa yang membuat Mas Yoga harus bersama Bosnya setiap saat. Apa tidak ada orang lain. Bukankah di perusahan itu memiliki banyak karyawan, kenapa harus Mas Yoga yang selalu menemani Bosnya itu. Kecewa. Kuletakan telpon selulerku dengan sedikit dibanting ke meja.

"Ma, ada apa?" Raya terperanjat mendengar suara dari lemparan tadi, ia menoleh padaku, lalu matanya tertuju pada ponselku.

Ya, Tuhan. Bagaiman aku bisa lupa dengan kehadiran Raya yang sedang duduk di sofa sebelahku. Harusnya aku bisa menahan emosiku di depan Raya. Kalau sudah begini, ia pasti akan bertanya yang macam-macam.

"Tidak ada apa-apa, Raya. Mama hanya tidak sengaja menjatuhkan ponsel ke meja ini." Ku berikan senyum yang dibuat-buat. Maaf mama berbohong, Nak, bisikku dalam hati. Semoga saja Raya percaya, aku tidak mau ia menanyakan hal yang berbau hubungan rumah tangga dan masalah orang dewasa.

Pikiranku kembali kacau mengingat ucapan Anya. Apa ucapan Anya mengandung petunjuk. Tetapi, untuk siapa? Angga atau Mas Yoga?

Hari ini aku pikir akan melupakan masalahku dengan Mas Yoga, kenyataannya aku kembali menghubung-hubungkan perkataan Anya dengan tak jadinya Mas Yoga menjemputku.

"Raya, ayo siap-siap, kita pulang!" Kuputuskan untuk mengajak Raya kembali ke rumah orangtuaku. sebab, aku yakin Mas Yoga tidak akan pulang tepat waktu untuk makan malam bersama kami.

***

Sudah larut malam sekali. Sampai-sampai Raya tertidur pun Mas Yoga tak kunjung jua memberi kabar. Aku sengaja tak mengabarinya tentang keberadaanku di rumah Mama, karena aku tahu, Mas Yoga tidak akan peduli keberadaanku sekarang yang ada di mana.

Kulirik Mama yang dari tadi menunggu moment Raya tidur. Pasti, Mama akan membahas sesuatu perihal karena melihat wajahku yang kusut malam ini.

"Bangunkan Raya, Indri. Pindahkan dia ke kamar." Aku mengangguk mendengar perintah Mama, lalu Mama mendekatiku yang sedang membelai rambut Raya di depan televisi. Raya tertidur lelap di pangkuanku di sofa sewaktu menemaniku menonton.

"Tak terasa, ya. Raya sudah sebesar ini. Raya anak yang cantik dan pintar. Sama seperti mamanya," ucap Mama lalu tersenyum.

Aku ikut tersenyum mendengar Mama.

"Omanya Raya juga cantik, awet muda." Aku balik memuji Mama. Lalu Mama membelai pudakku dengan lembut.

"Dua tahun waktu yang singkat. Raya yang kau sayangi kini telah menjadi anak yang kritis. Rasa ingin tahunya juga besar. Pesan mama, jangan pernah bertengkar dengan suamimu di depan Raya." Hatiku lega Mama tidak mengulik masalah yang kualami saat ini.

"Iya, Ma. Aku akan ingat itu," ucapku. Ku goyangkan tubuh Raya dengan pelan. Ia menggeliat dan membuka sedikit matanya. Kuperintahkan Raya untuk pindah ke kamarnya sendiri.

"Bagaiman dengan orang tua Yoga? Apa sudah mau menerima Raya?" Mama bertanya lagi untuk kesekian kali akan persetujuan keluarga Mas Yoga. Keputusanku mengasuh Raya, memang tanpa persetujuan kedua mertuaku. Karena itulah hubunganku dan keluarga Mas Yoga menjadi renggang.

Kali ini aku diam, sudah lama sekali rasanya tidak bertemu orang tua Mas Yoga, aku masih ingat ucapan Mama mertua yang mengatakan lebih baik anaknya menikah lagi dari pada memelihara anak orang lain.

"Sudah, tak perlu kami jawab. Lupakan!" Lalu Mama berdiri, berjalan ke depan dan mematikan televisi.

"Kamu benar mau pulang?" tanya Mama lagi.

"Iya, Ma. Pagi sekali aku akan datang menjemput Raya untuk sekolah. Ada yang mau aku bicarakan pada Mas Yoga. Hari ini dua karyawanku tidak masuk tanpa memberi kabar. Ini sudah sering terjadi, itu membuatku menjadi keteter dengan pesanan catering yang sekarang kian ramai. Istri dari teman Mas Yoga pernah meminta pekerjaan padaku, mungkin aku akan mempekerjakannya," jelasku.

Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Hersa Hersa
heran ya ,selalu membuat cerita istri sah yg tolol dan goblok dan gak peka !!! masa sebagai istri setolol dan segoblok indri gak peka gak bisa mencerna .. apa kamu tim pelakor ya thor
Tignan lahat ng Komento

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status