Mag-log in“Bagaimana keadaan teman kamu?”“Sudah membaik Bu dan sudah boleh pulang juga. Maaf saya tiba-tiba telepon dan mengganggu Ibu.”“Nggak apa-apa, kebetulan saya ada di kota ini, dekat juga dari rumah sakit.” tanya Bu Ning.Kondisi Sika yang sudah membaik membuatku lega dan atas nasehat mereka aku tetap tinggal untuk melanjutkan apa yang belum selesai dikerjakan. Awalnya aku menghubungi Bu Ning untuk bertanya apakah dia mempunyai teman atau saudara yang tinggal di perumahan mewah itu atau tidak. Ternyata Bu Ning juga sedang berada di kota ini untuk menghadiri undangan dari salah satu rekan bisnisnya dan beruntungnya aku karena Bu Ning mempunyai seorang teman dekat yang baru saja pindah ke perumahan mewah itu. Bu Ning langsung menjemputku di rumah sakit setelah aku ceritakan semua yang terjadi dan kami langsung berangkat menuju perumahan mewah itu.“Apa teman Ibu ada di rumahnya Bu?”“Hari ini kebetulan mereka ada di rumah walaupun mereka juga belum tinggal di situ tapi hari libur gi
“Kenapa mereka jadinya malah ke luar kota, setahuku rumah yang sedang direnovasi itu rumah warisan keluarganya Bude dan itu masih di dalam kota,” kataku bingung setelah tahu arah tujuan mobil yang dibawa Mas Tris.“Semua omongan Bude itu nggak ada lagi yang bisa dipercaya Tari, mungkin dari awal perkenalan dia sudah memulai drama yang disutradarain sendiri. Ini buktinya kita sebentar lagi keluar tol dan masuk kota, kita lihat mereka mau ngapain di kota ini,” kata Sika.“Iya Ka, pantes aja tadi Mas Tris bilang pulangnya bisa sore atau malem karena perjalananya aja hampir dua jam,” kataku pada Sika.“Kamu tahu nggak Tar aku ngebayanginnya itu mereka mau ada pertemuan rahasia antar mafia gitu terus yang datang itu mafia-mafia berkedok warga biasa. Jadi ngerasa bagian dari syuting sebuah film nggak sih ini, kita jadi detektif yang diem-diem ngikutin gembong narkoba, hiiii,” Sika lalu menutup wajahnya dengan kedua tangannya.“Makanya kalau malem itu buat tidur bukan buat nonton film,”
“Semalam kamu ditungguin juga lama banget nggak beres-beres, ada aja yang dikerjain. Bude terus pulang karena udah capek banget, mana urusannya juga belum selesai,” kata Mas Tris yang pagi-pagi sudah bersiap mau pergi lagi mengantar Bude Kanti.“Ini kan hari libur, Seno pasti juga ada di rumah, kenapa bukan dia aja yang nganterin Ibunya? Pras juga ada, tinggal telepon aja kan bisa.”“Seno mana tahu urusan renovasi-renovasi begini, kalau Pras memang lagi sibuk sama istri dan anaknya.”“Kalau Mas sendiri nggak sibuk sama istri dan anak ya?”“Kamu ini kenapa sih sekarang? Kamu sendiri kan yang bilang sama aku kalau Bude minta tolong apa pun, kapan pun, ke mana pun, aku harus mau dan harus bisa meluangkan waktu untuk membantu, karena dia sudah baik banget sama kita. Sekarang kok kesannya kamu nggak suka kalau aku bantu Bude.”“Aku memang pernah bilang begitu tapi aku nggak tahu kalau ternyata Mas lebih sering menghabiskan waktu Mas untuk mengantar Bude daripada nemenin anak-anak,” ka
“Bapak tadi pas kita pulang sekolah udah di rumah Mah tapi terus pergi lagi sama Mbah depan,” kata Arla langsung memberiku laporan saat aku baru saja pulang.“Dari tadi siang Nak? Memangnya mereka mau pergi ke mana katanya?” tanyaku sambil memberikan dua bungkus nasi goreng kambing pada Aran.“Tadi perginya sekitar jam dua siang Mah, katanya sih ada urusan mendadak,” kata Aran yang langsung menikmati makan malam kesukaannya.“Urusan mendadak apa? Siapa yang punya urusan mendadak?” tanyaku.“Ya si Mbah depan itulah Mah mau siapa lagi, selama ini yang suka begitu kan dia Mah, tiba-tiba datang minta tolong dianter ke sana, ke situ, kayak nggak punya anak aja,” jawab Aran.“Maksud Mamah itu ada yang bilang ke kalian nggak urusannya apa gitu tadi pas pamit, Bapak sama Mbah tadi bilang ada keperluan apa?”“Ngga tahu Mah, kita juga nggak nanya dan Mamah jangan tanya ke kita kenapa kita males tanya karena Mamah kan udah tahu jawabannya apa, iya nggak Kak?” Arla menjawab pertanyaanku sam
“Apa Bapak kenal dengan orang yang ada di foto itu Pak?”“Saya tidak mengenalnya tapi saya tahu orang ini siapa, namanya Kuswijaya, dulu dia itu juniornya Pak Hardyo. Sekarang dia menjadi salah satu pengusaha ternama di kota ini.”“Apa ada hal lain yang Bapak tahu tentang dia? Mungkin tentang hubungannya dengan Pak Hardyo atau tentang bisnis mereka dulu seperti apa?”“Seingat saya dia sempat dekat dengan Pak Hardyo tapi kemudian Pak Hardyo menjauhinya pelan-pelan. Selain tidak mau lagi berhubungan dekat, Bapak juga tidak mau lagi bekerja sama dengan dia.”“Kenapa bisa seperti itu Pak?”“Sempat ada rumor kalau dulu dia pernah memiliki hubungan juga dengan Bu Kanti walaupun tidak lama dan Bapak sendiri pernah mendapatkan kiriman foto kalau mereka pernah berlibur ke tempat yang sama. Bapak bahkan sudah menanyakan langsung pada mereka berdua tapi mereka sama-sama membantahnya. Saat itu mereka beralasan kalau mereka pergi berlibur tidak hanya berdua tapi bersama dengan teman-teman Pak
“Ada apaan Hen?” tanya Sika saat masuk ke ruangan Hendi, dia langsung duduk di kursi.“Ada yang perlu aku omonginlah.”“Di luar kerjaan kan pasti?” tanyaku pada Hendi setelah berada di depannya lalu aku duduk di samping Sika.“Tentang kamu dan Big Bos.”“Hah...aku?” aku langsung panik dan menoleh ke arah Sika, apa mungkin akhirnya aku jadi dipecat.“Aku kenapa Hen?” tanyaku lagi.“Dia tiba-tiba nanya tentang kamu dan kerjaan kamu gimana selama ini.”“Aku yang akhirnya mau dipecat Hen?” tanyaku cemas.“Kemungkinan besar begitu tapi dia aneh juga kenapa harus kamu?”“Apaan sih maksudnya Hen kalau bicara yang jelas dong, jangan bikin aku tambah panik!”“Iya memang begitu yang terjadi, si Om tanya tentang kamu dan aku sudah jelasin lengkap, dia tanya gimana kerjaan kamu juga sudah aku jelasin lengkap. Tapi setelah dia tahu semuanya tiba-tiba dia bilang, kenapa jadi kamu yang harus dipecat, gitu.”“Lah kenapa jadi begitu, itu kan kemauan dia Hen terus itu pertanyaan dia tujukan







