“Tidak ada yang boleh mendekat ke arah Serena! Atau, kalian akan mati detik ini juga!” ancam Dominic memperingati penjaga milik Dante yang berusaha mendekati Serena.
“Minggir!” Seorang pria berbadan kekar dengan kemeja putih yang kancing atasnya sudah terlepas itu berjalan sambil membelah kerumunan penjaga itu.
Dante Massimo, datang dengan waut wajah yang sangat sulit untuk dideskripsikan. Kedatangannya membuat suasana menjadi semakin mencekam.
Ini benar-benar masalah besar!
“Calon istri saya kabur sambil membawa mobil saya bersamanya. Jika kalian mencegah kami untuk membawanya kembali maka kalian harus siap berurusan dengan Tuan Ambrose (kakek Serena),” ucap Dante dengan suara beratnya.
“Aku suaminya, Serena tidak akan pergi kemanapun kalau dia tidak ingin,” ucap Dominic dengan nada tenang.
Dante terkekeh pelan. “Oh ya? Jadi rumor itu benar? Nona Serena memiliki banyak pria simpanan di mansionnya?” tanya Dante dengan nada merendahkan. “Saya tidak peduli dengan hal itu, Serena adalah kesepakatan bisnis saya dengan Tuan Ambrose, jika kau ingin protes, berbicaralah dengannya jangan cegah saya.”
Dante kini duduk santai di atas kap mobilnya yang tadi dibawa oleh Serena. Jari tangannya memainkan sebuah cincin berlian yang berisi inisial ‘DM’ di dalamnya. Dante terlihat sangat mengerikan jika dilihat dari dekat maupun jauh.
“Jangan menurukan senjata tanpa perintahku!” Dominic membentak para penjaga itu yang langsung ciut ketika mendengar nama majikan besarnya itu. Siapapun disana tidak berani melawan perintah dari Fredrick Ambrose atau Tuan Ambrose.
“Dominic, aku akan menyelesaikan ini, kau masuklah.” Serena akhirnya menyembul dari kerumunan setelah mendengar perseteruan antara Dante dan Dominic.
“Serena, mereka semua orang asing, alergimu bisa memburuk jika sampai mereka benar-benar menyeretmu secara paksa,” bisik Dominic di belakang telinga Serena.
Serena meremas kain kemaja yang dia pakai, entah bagaimana caranya mengatakannya kepada Dominic bahwa penyakit anehnya itu tidak berlaku untuk pria di depannya ini. Jantungnya berdebar membayangkan apa dirinya sudah sembuh atau malah sebaliknya, keadaannya memburuk.
“Akhirnya kau keluar!” Dante langsung berdiri ketika Serena muncul.
“Aku sudah berbicara dengan papa, aku tidak akan ke pergi bersamamu sebelum kita resmi menikah,” ucap Serena final. Beberapa saat yang lalu, Serena berusaha berkompromi dengan papanya, dan mengatakan kalau Serena bersedia untuk menikah tetapi tidak mau untuk tinggal di mansion Dante.
Anehnya, papanya itu langsung setuju. Mungkin dia sudah lelah dengan sikap pembangkang putrinya itu.
“Baiklah kalau begitu.” Dante berbalik arah. “Bawa barangku masuk,” lanjutnya berbicara denga penjaganya itu.
“Tunggu! Apa kau kau lakukan?” tanya Serena bingung ketika para penjaga milik Dante terlihat mengeluarkan banyak sekali koper dari mobil Bugatti yang dikendarai Dante untuk ke mansion Serena ini.
“Jika kau tidak mau tinggal di mansion saya, maka saya yang akan tinggal di sini.”
“APA?!”
“Itu dua pilihan yang sangat mudah, jika kau memilih opsi kedua maka saya akan tinggal disini, semua masalah akan selesai.”
“Tidak bisa!”
“Kalau begitu ikut saya pulang.”
“Kau!” bentak Serena kesal. Kesabarannya rasanya sudah habis berbicara dengan pria ini. Pantas saja papanya setuju begitu saja, ternyata dia sudah tau rencana Dante untuk tinggal di sini.
Ah! Masalah akan menjadi semakin runyam ketika dua pria keras kepala ini, Dante dan Nico sama-sama tinggal di mansion ini bersamanya. Walaupun Serena lebih banyak menghabiskan waktu di kantor akan tetapi sangat berbahaya jika Dante juga tinggal disini, bisa-bisa dia curiga.
Serena terlihat berpikir sangat keras mempertimbangkan masalah ini. “Kalau begitu masuklah!”
Dante tersenyum puas mendengarnya.
“Tapi, Serena.” Dominic langsung mengejar Serena yang dengan cepat sudah masuk ke dalam mansion.
“Kau tidak perlu membelaku, Dante pasti sudah meminta izin dari papa dan kakek. Tidak ada gunanya kita melarangnya,” jelas Serena.
Dominic menghembuskan napasnya kasar. “Kalau begitu jangan lupa datang ke kamarku nanti, aku akan menunggumu,” ucap Dominic dengan nada pelan. Tatapannya sangat dalam ke arah Serena.
“Sudah lama sekali, ya Dominic,” balas Serena dengan nada pelan.
Dominic tersenyum. “Aku akan menunggumu, bersiaplah.”
Serena mengangguk lalu berjalan menuju ke lantai 4 tempat kamar utama berada. Dengan tergesa-gesa Serena langsung menghardik pintu yang tinggi menjulang itu dan melengos masuk.
“Hahhhh, tidak ada yang berjalan dengan benar hari ini,” keluh Serena sambil membaringkan tubuh seksinya di atas kasur king size yang dia miliki.
Serena memejamkan matanya dalam-dalam dan memegang dadanya. Detak jantungnya masih tidak beraturan. Serpihan ingatan dari ledakan mobil tadi masing menghantui Serena. Dia belum sempat membicarakannya dengan Nico, tapi Dante benar-benar menyelamatkan nyawanya di saat yang sangat tepat.
Krek!
Suara pintu yang terbuka tiba-tiba membuat fokus Serena buyar. Siapa orang di mansion ini yang berani naik ke lantai 4 dan bahkan masuk kemarnya?
“Kau!” Serena membelalakkan matanya ketika melihat pria yang barusaja dipikirkannya itu masuk sambil menyeret kopernya.
“Saya akan tinggal di kamar ini bersamamu!”
“Saya akan tinggal di kamar ini bersamamu!”Serena membelalakkan matanya tak habis pikir dengan pria di depannya ini. Dengan santainya Dante masuk ke dalam kamarnya dengat menyeret kedua kopernya yang terlihat sangat penuh itu. “Berhenti!” Serena menghadang jalan Dante dengan merentangkan kedua tangannya. Tubuhnya yang sebenarnya cukup berisi itu menjadi mungil ketika berada dari jarak sedekat itu dengan Dante. Tidak hanya usia, tinggi keduanya juga terpaut cukup jauh membuat Dante harus menunduk untuk menatap gadis itu. Dante hanya menaikkan sebelah alisnya ketika melihat Serena berusaha menghentikannya untuk masuk. Dari jarak sedekat ini Dante bisa merasakan betapa mungilnya Serena jika dibandingkan dengan tubuhnya yang tinggi jangkung dan berotot kekar. “Kau sudah melewati batas, Tuan Massimo,” ucap Serena dengan nada sinis. “Ada puluhan kamar di mansion ini, kau bisa tidur dimanapun maumu tapi tidak di kamarku!” cercanya marah.'Tubuhnya memang terlihat kecil tapi nyalinya sanga
“Dominic Arthur!”Serena terperanjat kaget ketika dia keluar dari kamar Dominic dan menutup pintu pelan-pelan, tiba-tiba suara Dante yang membaca tulisan yang terpampang di pintu itu keluar begitu saja.“Kenapa kau berkeliaran di sini?” tanya Serena sambil mengerutkan alisnya.Pria itu tak terlihat peduli dengan pertanyaan Serena tapi tatapan matanya sangat tajam dan mengintimidasi, seakan-akan keberadaan Serena adalah hal yang sangat mengganggunya.Pria itu masih mengenakan kemeja putih dengan garis abu-abu yang dia pakai sejak mereka bertemu untuk pertama kalinya. Celana panjang dan sepatu pantofel yang sangat mengkilap. Pria itu pasti langsung datang ke mansion kakek Serena sehabis bekerja di kantornya.“Ikut aku!” Hanya kata itu yang diucapkan pria itu sebelum berjalan mendahului Serena yang jantungnya berdebar tidak karuan.Sejujurnya Serena belum bisa memproses informasi bahwa pria yang tinggal di mansionnya dan akan menjadi suami sahnya itu adalah Dante Massimo. Dari ribuan bah
“HEI KAU TIDAK DENGAR AKU?! CEPAT BUKA GERBANGNYA!” pekik Serena dengan nada marah."APA KALIAN TULI HAH?" bentaknya lagi, namun tak ada yang berpindah dari posisinya untuk membukakan Serena gerbang mansionnya. Enth kenapa puluhan pengawal yang ada di gerbang itu tak meggubris perkataannya. Serena terus memukul bel mobil Tesla yang dia bawa itu saking kesalnya.“Maaf Nyonya, kami diminta untuk tidak mengizinkan anda kemanapun tanpa persetujuan Tuan Massimo.” Hanya itu kata yang diucapkan penjaga gerbang itu, tapi mampu membuat Serena naik darah.“Siapa majikan kalian hah?” tanya Serena dengan nada yang sangat dingin. Kali ini dia tidak berteriak lagi karena tidak ada gunanya membuang-buang tenaga.“Maaf Nyonya.” Seluruh penjaga itu kini menunduk, tak berani memperlihatkan wajahnya.“Hah! Tidak ada yang berjalan dengan benar semenjak aku dijodohkan dengan Dante.” Serena mengetukkan jari-jari lentiknya di stir mobil sembari berpikir.Drtt!!Serena mengernyit ketika melihat nomor tak di
BRAK!!! “Nico, kau gila?” Serena mendorong dada pria itu hingga membentur kaca sebuah hotel mewah di pinggir kota Milan itu. Serena masih merasa sedikit pusing karena Nico menculiknya secara paksa. Serena tadinya akan pulang ke mansion karena pekerjaan di kantornya sudah selesai, tapi tiba-tiba mobil teslanya tidak bisa dihidupkan alhasil Serena menyuruh sekretaris pribadinya untuk membawakannya supir pengganti. Saat sudah masuk mobil, tiba-tiba mulut dan hidungnya dibekap dan Serena pingsan karena obat di kain tersebut. Ketika sadar, wajah Nico yang hampir menciumnya adalah pemandangan pertama yang Serena lihat. Pria ini benar-benar melewati batas! Serena menyesal karena terlibat dengannya. “Sayang, kau tidak rindu padaku?” tanya Nico dengan nada sensual sambil menarik Serena mendekat ke tubuhnya. PLAK!!!! Sebuah tamparan mendarat di wajah tampan milik Nico. Tapi, bukannya marah pria itu malah tersenyum jahil ke arah Serena yang murka. “Apakah tamparan ini mengisyaratkan beta
Serena mengemudikan mobil sekretarisnya yang sangat cepat tanggap itu menuju pulang ke mansionnya. Serena masih terburu-buru walaupun jelas-jelas sudah terlambat sekitar 15 menit. Dante memang sangat otoriter! Bagaimana bisa Serena pulang dari hotel yang ada di pinggiran kota itu ke mansionnya yang ada di pusat kota dalam waktu lima menit? Anginpun tidak mampu berlari secepat itu. Serena hanya mampu menghembuskan napasnya kasar di sepanjang perjalanan. Semakin hari, pria yang akan menjadi suami sahnya itu semakin bertingkah dan berusaha memegang kendali atas hidupnya. “Cih dia mengatakan dia tidak menyukaiku?” cibir Serena sambil berbelok menuju ke area mansionnya yang sangat luas itu. Pria itu dengan percaya dirinya mengatakan bahwa Serena yang suka padanya, dimana di mendapatkan kepercayaan sebesar itu? “Sekarang siapa yang terlihat menyukai siapa?” cibirnya lagi dengan wajah kesal. Pesona seorang Serena Ambrose memang tidak bisa diabaikan begitu saja. Julukannya adalah the red
“Ya ampun, benar ini calon menantuku?” Seorang wanita dengan pakaian dan perhiasan yang sangat modis itu berdiri sambil menatap Serena dengan tatapan ternganga.Wanita itu terlihat cukup muda, dengan mata yang sama persis seperti manik mata milik Dante. Tidak diragukan lagi gen wanita ini sangat kuat.“Elena, kau membuatnya tidak nyaman,” ucap pria berwibawa yang terlihat persis perawakannya seperti Dante. Melihat sekilaspun tau kalau pasangan ini adalah orang tuanya.“Janga menahan istimu, Reynad. Biarkan dia puas-puas melihat calon menantunya,” sahut Jack—papa Serena yang sudah duduk manis di sebelah papa Dante yang Serena ketahui namanya adalah Reynad.“Hallo, tante, om. Saya Serena Ambrose,” ucap Serena formal sambil memperkenalkan dirinya. Di sampingnya, Dante masih berdiri tanpa mengucapkan apapun.Situasi ini sungguh tiba-tiba bagi Serena, bahkan papa dan kakeknya tidak memberitahunya jik
“Serena, kita akan bertemu sebentar lagi ya, mama titip Dante padamu,” ucap Elena masih dengan senyum merekah di wajah cantiknya. Elena terlihat sangat bahagia mengingat putra satu-satunya yang dia miliki akan segera melepas masa lajangnya yang berkepanjangan itu. Elena dan Reynad pulang karena acara pertemuan dua keluarga sudah selesai. Itupun sudah terlambat 1 jam karena Serena terlambat datang. Anehnya, saat kakek dan papanya menanyakan tadi kenapa dia terlambat, Dante membelanya lagi mengatakan bahwa dia yang lupa menjemput Serena. Padahal, pria itu tidak ada memberitahunya kalau ada acara penting seperti ini. “Jaga kesehatanmu, ya! Dante. Jangan lupa jaga menantu mama!” ucapnya pada putranya itu. Dante hanya membalasnya dengan mengangguk. “Tuan Ambrose, kita akan bertemu sebentar lagi, kami pulang dulu,” ucap Reynad sambil memeluk papa dan kakek Serena. “Dante, papa titip Serena!” Reynad berucap sambil menepuk lengan putranya. Darahnya berdesir ketika Reynad mengucapkan kata
“Serena kau hanya milikku, kemarilah.” “Siapa kau?” Serena berucap dengan nada gemetar. Seorang pria yang tidak dapat dia lihat wajahnya karena penerangan yang minim itu membuat Serena ketakutan setengah mati. Di tangannya, pria itu memegang sebuah belati yang terlihat sangat tajam. Serena menelan ludahnya susah payah. “NICO TOLONG AKU!” teriak Serena tetapi tidak ada yang menolongnya. Teriakan demi teriakan hanya membuat pria misterius itu semakin gencar untuk mendekat ke arahnya. Pria itu berjalan semakin mendekat. “Jangan pernah mengabaikanku Serena, kau hanya milikku, ingat?” “Jangan mendekat!” teriak Serena sambil berjalan mundur. Kenapa tidak ada orang di mansion ini? Apa dirinya akan berakhir mati seperti ini? Di tangan penguntit yang selalu menerornya ini? “Siapa kau?” tanya Serena namun terdengar tidak terlalu penting di situasi genting seperti itu karena dengan sekali hentakan saja pisau tajam itu bisa menembus jantungnya. “Katakan kau hanya milikku, Serena.” Pria itu