“KEJAR MOBIL ITU!!!”
Serena membanting stir mobil Rolls-royce milik Dante itu dengan gerakan cepat untuk mengubah arah. Dengan cepat Serena kabur membelah jalan perumahan yang sangat luas itu.
Demi apapun, sekejam apapun rumor tentang Dante, Serena tau persis Nico tidak pernah main-main dengan ucapannya. Serena akan menjelaskan keadaan yang terjadi sekarang kepada Nico agar dia bisa mengerti posisi sulit Serena saat ini.
“Hahh ini akan menjadi masalah,” desah Serena kesal ketika melihat beberapa mobil mengejarnya dari belakang.
Tapi, Serena akan berusaha untuk pulang bagaimanapun caranya. Nico pasti sudah merencanakan hal-hal aneh yang bisa membahayakan mereka berdua. Enah Serena atau Nico sendiri.
Beberapa menit kemudian, Serena sampai di mansion miliknya. Dengan cepat pintu gerbang yang sebesar gapura itu terbuka otomatis dan Serena masuk dengan kecepatan maksimal bahkan hampir menabrak pohon-pohon yang tumbuh di taman menuju mansion.
KRITTT!!!
Bunyi rem mobil yang dikendarai Serena itu terdengar begitu keras membuat para penjaga di depan pintu utama berhamburan menuju ke dalam mobil dan menodongkan senjata ke arahnya.
Tentu saja! Mobil ini adalah mobil milik Dante bukan milik Serena. Para penjaga ini pasti mengira ada penyusup yang masuk.
“Ini aku! Tolong cegah mobil itu masuk!” titah Serena dengan cepat. Tanpa bertanya sedikitpun, penjaga yang berbadan kekar itu langsung menurunkan senjatanya ketika melihat majikan mereka yang ternyata mengendarai mobil asing itu.
“Berhenti, atau kami akan menembak kalian!”
Serena bersembunyi di belakang penjaganya ketika penjaga dari mansion Dante mengikuti Serena hingga ke sini.
Tangan Serena bergetar hebat, karena dia cukup trauma dengan ledakan yang terjadi beberapa jam yang lalu itu.
“Kami tidak akan pergi sebelum membawa Nona Serena kembali ke mansion tuan kami,” jawab penjaga itu singkat.
Kini, puluhan penjaga itu saling menodongkan pistol karena tidak ada yang mau mengalah.
“Serena, ada apa ini?” Seorang pria jangkung dengan rambut cokelat berlari dari arah dalam menuju ke arah Serena karena mendengar keributan.
“Dominic, tolong aku,” ucap Serena lirih. Pria yang bernama Dominic itu terlihat menjaga jarak dengan Serena tapi raut wajahnya terlihat begitu khawatir.
“Ada apa ini?” Dominic, pria itu membelah kerumunan penjaga yang saling menodongkan senjata itu dan bertanya kepada salah satu dari penjaga milik Dante.
“Kami ditugaskan untuk membawa Nona Serena kembali ke mansion tuan kami, karena nona kabur begitu saja,” jawab penjaga itu singkat, padat, jelas.
Dominic menghembuskan napasnya kasar. “Suruh tuan kalian ke sini. Serena tidak akan kemana-mana tanpa seizinku,” jawab pria itu dengan nada final.
Penjaga itu terlihat mulai mempertimbangkan ucapan Dominic. “Serena masuklah dulu aku yang akan mengurus ini,” ucapnya.
Serena hanya mengangguk singkat, lalu berjalan menuju ke dalam mansionnya.
Nico adalah tujuan utamanya saat ini. Pria itu bisa mengamuk jika tau Serena tinggal bersama pria lain.
Serena berjalan menuju lantai 4 tempat ruangan kerjanya berada. Dengan gerakan cepat Serena membuka pintu dan berjalan menuju ke rak buku. Setelah menekan tombol hitam yang ada di sana, sebuah lift rahasia yang akan membawanya menuju ruangan bawah tanah terbuka lebar.
Serena mengernyitkan alisnya bingung ketika melihat Nico sudah berdiri di depan lift seakan-akan sudah menunggunya sejak tadi.
“Sayang, tatapanmu itu sangat kejam untuk orang yang sudah berbagi ranjang yang panas denganmu,” ucap Nico sambil menatap gadisnya dari atas sampai bawah.
“Lalu? Aku harus apa huh?” tanya Serena kesal. “Kau tau, aku bisa dalam masalah karena ancamanmu itu!”
“Aku tidak sedang mengancam, sayang. Aku akan membunuh pria itu sebentar lagi kau tidak perlu menikah dengannya,” ucap Nico enteng.
Serena memijit kepalanya yang sangat pusing itu. “Kau tidak akan melakukan apapun tanpa perintahku, ingat itu!” ucap Serena sambil menekan dada bidang Nico dengan telunjuknya. “Jika tidak kau tau apa yang bisa aku lakukan kan?” tanya Serena dengan raut wajah serius.
Nico menatap Serena dalam-dalam. “Aku akan diam, tapi pria brengsek itu memaksamu untuk tinggal disana. Apa kau pikir aku akan diam saja?”
“Iya! Kau harus tetap diam, atau jika tidak kau akan menghancurkan kita berdua!”
“Apa maksudmu, hm?” tanya Nico
“Aku sudah mengajukan kontrak pernikahan dengannya, dia sepertinya akan setuju karena tujuan utamanya jelas bukan aku. Entah apa yang dijanjikan kakek untuknya, tapi yang jelas pernikahan ini hanya formalitas, Nico,” jelas Serena berharap lelaki posesif ini akan mengerti.
“Baguslah kalau begitu, tapi aku tetap tidak akan diam saja jika kau dipaksa untuk pindah ke rumahnya,” jawab Nico dengan nada kesal.
“Sekarang kemarilah, aku sangat merindukanmu, sayang,” ucap Nico sambil membuka kedua tangannya ingin memeluk tubub mungil Serena.
Serena dengan cepat membalas pelukan hangat Nico sambil menutup matanya sebentar. Hanya ini yang dapat meredakan setres dari tekanan yang dialami Serena. Nico adalah salah satu obatnya, dan Serena merasa akan selamanya bergantung dengan lelaki ini.
“Kau akan baik-baik saja bersamaku.” Nico berucap sambil mengecup puncak kepala gadisnya itu.
Drtt!!! Drttt!!
Ponsel Nico yang berada di atas nakas berbunyi ketika mereka berdua sedang berpelakukan.
“Tunggu! Aku tidak akan melepaskan pelukan ini hanya karena ponsel sialan itu!”
“Nico, itu pasti penting,” ucap Serena sambil mendorong dada bidang pria itu.
Dengan menghembuskan napas kasar Nico melepaskan pelukannya dan berjalan ke dekat tempat tidur untuk mengangkat ponselnya.
“Dia punya nyali!”
Serena mengernyit mendengar penuturan pria itu. “Siapa?”
Nico memutuskan sambungan teleponnya. “Pria itu, Dante sudah menunggumu di luar.”
“Tidak ada yang boleh mendekat ke arah Serena! Atau, kalian akan mati detik ini juga!” ancam Dominic memperingati penjaga milik Dante yang berusaha mendekati Serena. “Minggir!” Seorang pria berbadan kekar dengan kemeja putih yang kancing atasnya sudah terlepas itu berjalan sambil membelah kerumunan penjaga itu. Dante Massimo, datang dengan waut wajah yang sangat sulit untuk dideskripsikan. Kedatangannya membuat suasana menjadi semakin mencekam. Ini benar-benar masalah besar! “Calon istri saya kabur sambil membawa mobil saya bersamanya. Jika kalian mencegah kami untuk membawanya kembali maka kalian harus siap berurusan dengan Tuan Ambrose (kakek Serena),” ucap Dante dengan suara beratnya. “Aku suaminya, Serena tidak akan pergi kemanapun kalau dia tidak ingin,” ucap Dominic dengan nada tenang. Dante terkekeh pelan. “Oh ya? Jadi rumor itu benar? Nona Serena memiliki banyak pria simpanan di mansionnya?” tanya Dante dengan nada merendahkan. “Saya tidak peduli dengan hal itu, Serena ad
“Saya akan tinggal di kamar ini bersamamu!”Serena membelalakkan matanya tak habis pikir dengan pria di depannya ini. Dengan santainya Dante masuk ke dalam kamarnya dengat menyeret kedua kopernya yang terlihat sangat penuh itu. “Berhenti!” Serena menghadang jalan Dante dengan merentangkan kedua tangannya. Tubuhnya yang sebenarnya cukup berisi itu menjadi mungil ketika berada dari jarak sedekat itu dengan Dante. Tidak hanya usia, tinggi keduanya juga terpaut cukup jauh membuat Dante harus menunduk untuk menatap gadis itu. Dante hanya menaikkan sebelah alisnya ketika melihat Serena berusaha menghentikannya untuk masuk. Dari jarak sedekat ini Dante bisa merasakan betapa mungilnya Serena jika dibandingkan dengan tubuhnya yang tinggi jangkung dan berotot kekar. “Kau sudah melewati batas, Tuan Massimo,” ucap Serena dengan nada sinis. “Ada puluhan kamar di mansion ini, kau bisa tidur dimanapun maumu tapi tidak di kamarku!” cercanya marah.'Tubuhnya memang terlihat kecil tapi nyalinya sanga
“Dominic Arthur!”Serena terperanjat kaget ketika dia keluar dari kamar Dominic dan menutup pintu pelan-pelan, tiba-tiba suara Dante yang membaca tulisan yang terpampang di pintu itu keluar begitu saja.“Kenapa kau berkeliaran di sini?” tanya Serena sambil mengerutkan alisnya.Pria itu tak terlihat peduli dengan pertanyaan Serena tapi tatapan matanya sangat tajam dan mengintimidasi, seakan-akan keberadaan Serena adalah hal yang sangat mengganggunya.Pria itu masih mengenakan kemeja putih dengan garis abu-abu yang dia pakai sejak mereka bertemu untuk pertama kalinya. Celana panjang dan sepatu pantofel yang sangat mengkilap. Pria itu pasti langsung datang ke mansion kakek Serena sehabis bekerja di kantornya.“Ikut aku!” Hanya kata itu yang diucapkan pria itu sebelum berjalan mendahului Serena yang jantungnya berdebar tidak karuan.Sejujurnya Serena belum bisa memproses informasi bahwa pria yang tinggal di mansionnya dan akan menjadi suami sahnya itu adalah Dante Massimo. Dari ribuan bah
“HEI KAU TIDAK DENGAR AKU?! CEPAT BUKA GERBANGNYA!” pekik Serena dengan nada marah."APA KALIAN TULI HAH?" bentaknya lagi, namun tak ada yang berpindah dari posisinya untuk membukakan Serena gerbang mansionnya. Enth kenapa puluhan pengawal yang ada di gerbang itu tak meggubris perkataannya. Serena terus memukul bel mobil Tesla yang dia bawa itu saking kesalnya.“Maaf Nyonya, kami diminta untuk tidak mengizinkan anda kemanapun tanpa persetujuan Tuan Massimo.” Hanya itu kata yang diucapkan penjaga gerbang itu, tapi mampu membuat Serena naik darah.“Siapa majikan kalian hah?” tanya Serena dengan nada yang sangat dingin. Kali ini dia tidak berteriak lagi karena tidak ada gunanya membuang-buang tenaga.“Maaf Nyonya.” Seluruh penjaga itu kini menunduk, tak berani memperlihatkan wajahnya.“Hah! Tidak ada yang berjalan dengan benar semenjak aku dijodohkan dengan Dante.” Serena mengetukkan jari-jari lentiknya di stir mobil sembari berpikir.Drtt!!Serena mengernyit ketika melihat nomor tak di
BRAK!!! “Nico, kau gila?” Serena mendorong dada pria itu hingga membentur kaca sebuah hotel mewah di pinggir kota Milan itu. Serena masih merasa sedikit pusing karena Nico menculiknya secara paksa. Serena tadinya akan pulang ke mansion karena pekerjaan di kantornya sudah selesai, tapi tiba-tiba mobil teslanya tidak bisa dihidupkan alhasil Serena menyuruh sekretaris pribadinya untuk membawakannya supir pengganti. Saat sudah masuk mobil, tiba-tiba mulut dan hidungnya dibekap dan Serena pingsan karena obat di kain tersebut. Ketika sadar, wajah Nico yang hampir menciumnya adalah pemandangan pertama yang Serena lihat. Pria ini benar-benar melewati batas! Serena menyesal karena terlibat dengannya. “Sayang, kau tidak rindu padaku?” tanya Nico dengan nada sensual sambil menarik Serena mendekat ke tubuhnya. PLAK!!!! Sebuah tamparan mendarat di wajah tampan milik Nico. Tapi, bukannya marah pria itu malah tersenyum jahil ke arah Serena yang murka. “Apakah tamparan ini mengisyaratkan beta
Serena mengemudikan mobil sekretarisnya yang sangat cepat tanggap itu menuju pulang ke mansionnya. Serena masih terburu-buru walaupun jelas-jelas sudah terlambat sekitar 15 menit. Dante memang sangat otoriter! Bagaimana bisa Serena pulang dari hotel yang ada di pinggiran kota itu ke mansionnya yang ada di pusat kota dalam waktu lima menit? Anginpun tidak mampu berlari secepat itu. Serena hanya mampu menghembuskan napasnya kasar di sepanjang perjalanan. Semakin hari, pria yang akan menjadi suami sahnya itu semakin bertingkah dan berusaha memegang kendali atas hidupnya. “Cih dia mengatakan dia tidak menyukaiku?” cibir Serena sambil berbelok menuju ke area mansionnya yang sangat luas itu. Pria itu dengan percaya dirinya mengatakan bahwa Serena yang suka padanya, dimana di mendapatkan kepercayaan sebesar itu? “Sekarang siapa yang terlihat menyukai siapa?” cibirnya lagi dengan wajah kesal. Pesona seorang Serena Ambrose memang tidak bisa diabaikan begitu saja. Julukannya adalah the red
“Ya ampun, benar ini calon menantuku?” Seorang wanita dengan pakaian dan perhiasan yang sangat modis itu berdiri sambil menatap Serena dengan tatapan ternganga.Wanita itu terlihat cukup muda, dengan mata yang sama persis seperti manik mata milik Dante. Tidak diragukan lagi gen wanita ini sangat kuat.“Elena, kau membuatnya tidak nyaman,” ucap pria berwibawa yang terlihat persis perawakannya seperti Dante. Melihat sekilaspun tau kalau pasangan ini adalah orang tuanya.“Janga menahan istimu, Reynad. Biarkan dia puas-puas melihat calon menantunya,” sahut Jack—papa Serena yang sudah duduk manis di sebelah papa Dante yang Serena ketahui namanya adalah Reynad.“Hallo, tante, om. Saya Serena Ambrose,” ucap Serena formal sambil memperkenalkan dirinya. Di sampingnya, Dante masih berdiri tanpa mengucapkan apapun.Situasi ini sungguh tiba-tiba bagi Serena, bahkan papa dan kakeknya tidak memberitahunya jik
“Serena, kita akan bertemu sebentar lagi ya, mama titip Dante padamu,” ucap Elena masih dengan senyum merekah di wajah cantiknya. Elena terlihat sangat bahagia mengingat putra satu-satunya yang dia miliki akan segera melepas masa lajangnya yang berkepanjangan itu. Elena dan Reynad pulang karena acara pertemuan dua keluarga sudah selesai. Itupun sudah terlambat 1 jam karena Serena terlambat datang. Anehnya, saat kakek dan papanya menanyakan tadi kenapa dia terlambat, Dante membelanya lagi mengatakan bahwa dia yang lupa menjemput Serena. Padahal, pria itu tidak ada memberitahunya kalau ada acara penting seperti ini. “Jaga kesehatanmu, ya! Dante. Jangan lupa jaga menantu mama!” ucapnya pada putranya itu. Dante hanya membalasnya dengan mengangguk. “Tuan Ambrose, kita akan bertemu sebentar lagi, kami pulang dulu,” ucap Reynad sambil memeluk papa dan kakek Serena. “Dante, papa titip Serena!” Reynad berucap sambil menepuk lengan putranya. Darahnya berdesir ketika Reynad mengucapkan kata