Share

Part 2

Author: Ricny
last update Last Updated: 2024-02-22 18:57:18

Suami Miskinku di Ruang Nasabah Prioritas

Part 2

Yang aku tahu, sejak dulu ibu mertua sudah ditinggal wafat oleh bapak mertua. Sebab itulah Bang Jayanta tak tega membiarkan beliau tinggal sendiri di kampungnya, jadilah ibu mertua dibawa merantau oleh suamiku ke kota Tangerang.

Dan setelah menikah aku diajak tinggal bersama beliau di rumah sederhana ini, rumah yang sengaja mereka sewa agar setelah kami menikah aku tetap bisa berkunjung ke rumah ibu dan sodara-sodaraku katanya.

Sehari-harunya mertuaku hanya mengasuh Nuna anak pertamaku. Dan beliau juga jarang sekali dikunjungi oleh anak-anaknya yang lain karena mereka pada merantau ke pulau seberang.

Makanya aku heran, kok mertuaku punya duit sebanyak ini ya? Satu juta rupiah kulihat sekarang ada di tanganku, tentu ini bukan duit yang sedikit bagi kami. Bahkan tak jarang ibu mertua juga suka tiba-tiba beliin Nuna snack mahal.

"Nuna kasih ini nih Rin, biar cucu Ibu sehat," katanya waktu itu.

"Ini 'kan snack mahal Bu, dari mana Ibu punya duit buat belinya?"

"Halah udah gak usah nanya dari mana, cuma 35 rebu doang sedus."

Emang cuma 35 rebu, tapi isinya dikit banget, asli deh. Menurut hematku yang masih kismin ini, 35 rebu mending beli biskuit biasa aja, 'kan banyak tuh produk lokal yang murmer tapi isinya banyak, sehat dan direkomendasikan ahli gizi pula.

Tapi ya mau gimana? Mertuaku gak bisa dilarang juga. Toh, beliau juga gak pernah minta duitnya dari aku. Ah aku jadi makin penasaran, sebenernya ibu mertuaku punya duit dari mana sih?

-

-

"Ariin! Riin, bangun. Udah sore, gak baik kalau tidur terus." Suara ketukan di pintu kamar membuatku gegas bangkit.

"Iya Bu, Arin kelepasan tidur tadi, udah sore ya?"

"Udah. Kamu makan gih, Ibu mau bawa Nuna jalan-jalan sore ya ke lapangan."

"Iya, Bu."

Ibu mertua keluar, sementara aku mengambil handuk dan gegas pergi ke belakang untuk mandi.

"Hmm harum amat masakan ibu mertuaku, ibu masak apaan sih?" Kakiku berbelok ke meja makan sebentar saat harum makanan tak biasa menguar ke hidungku.

Dan waw, mataku langsung melebar saat kulihat ada gurame acar, sop daging dan telor balado di dalam tudung saji.

Aku sampe nelen ludah sendiri karena saking gak tahan lihatnya.

"Ini ibu mertua masak segini banyak buat siapa? Enak-enak banget pula. Ya ampuun."

Tapi cepat kututup lagi tudung saji itu. Walau udah gak tahan rasanya, tapi gak enak kalau aku makan sendiri. Gak sopan. Jadi aku memilih melanjutkan urusanku ke kamar mandi.

Selepas mandi aku Salat lalu rebahan sebentar sambil main ponsel. Bang Jayanta suamiku dan ibu mertua belum pada pulang, jadi aku bisa bersantai ria sebentar.

Ah bukan sebentar sebenernya. Karena hampir tiap hari dan seharian full kerjaanku begini. Cuma tidur, makan, nonton tv, rebahan, ibadah, udah.

Kalau aku mau, aku palingan nyuci pake mesin, nyapu dan ngepel pagi-pagi. Tapi lebih seringnya dikerjain sama suami sih. Sementara urusan cuci piring dan masak, lebih sering dihandle sama mertua.

Aku gak pernah nyuruh padahal, bahkan aku sering ngerasa gak enak. Tapi ya gimana, itu kemauan mereka sendiri. Katanya aku gak boleh capek-capek. Lebih-lebih saat kemarin lusa aku ketahuan hamil lagi anak kedua. Suami dan mertuaku itu memperlakukanku udah kayak ratu.

Alhamdulillah, rejeki luar biasa memang punya keluarga seperti mereka.

"Riin," panggil Ibu mertuaku dari luar. Beliau pulang rupanya.

Gegas aku keluar kamar.

"Udah pulang, Bu?"

"Udah. Nih buah buat kamu," katanya sambil memberikan kantong kresek yang lumayan berat.

"Ibu beli buah? Banyak amat, Bu."

"Gak apa-apa. Kamu 'kan lagi hamil, harus banyak asupan buah. Oh ya, kamu udah makan belum?"

Aku menggeleng, "nanti aja bareng sama ibu dan Bang Jayanta."

Ibu berdecak, "kamu nih, udah makan aja duluan. Perut kamu udah laper pasti itu. Kamu gak boleh telat makan Rin, lagi hamil muda gitu rawan."

"Ya tapi, Bu. Masa Arin makan sendirian. Gak enak."

"Ah ya udah ayo makan sama Ibu."

Ibu mertua cepat mengajakku ke meja makan.

"Tuh Ibu udah masakin yang enak-enak, kamu makan yang banyak ya. Biar cucu Ibu sehat di dalam." Ibu mertua mengelus perutku.

"Ibu gak makan? Sini biar Nuna Arin aja yang pegang." Aku baru akan bangkit mengambil Nuna dari pangkuan ibu mertua saat ibu mertua langsung menolak.

"Gak usah. Nuna biar Ibu aja yang pangku, kamu makan aja duluan, Ibu nanti aja sama Jayanta."

Duh, aku jadi gak enak. Tapi mau gimana lagi? Akhirnya aku makan duluan saja karena mertuaku maksa.

"Enak gak Rin masakan Ibu?"

"Enak Bu, tapi ... Ibu punya duit dari mana buat beli ini bahan-bahannya? Gurame dan iga sapi 'kan pasti harganya mahal, Bu."

Ibu mertua mengibaskan tangan, "udah kamu tuh gak usah mikirin dari mana Ibu punya duitnya, yang jelas kamu harus banyak makan enak dan bergizi supaya cucu Ibu juga sehat."

Aku mengangguk dan melanjutkan makan. Tak lama Bang Jayanta pulang.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam. Bang, ayo makan."

"Eh Abang masih kenyang Rin, kamu aja ya." Suami mengelus perutnya lalu duduk bersama kami. "Oh ya, ini Abang beliin kamu vitamin buat kamu Rin," katanya lagi sambil mengeluarkan plastik putih khas apotek dari dalam saku jaketnya.

"Waaah makasih Abang, repot-repot. Tapi 'kan vitamin dari bidan juga banyak, Bang."

"Udah minum aja yang dari apotek Rin, mereknya lebih bagus itu. Mahal. Kalau yang dari bidan 'kan subsidi pemerintah," timpal Ibu mertua.

"Eh apa iya?"

Aku kemudian meneliti botol vitamin yang dibeli suamiku.

Kalau gak salah, vitamin ini harganya emang mahal. Kira-kira 250 ribu sampai 300-an sebotolnya. Aku sering lihat selebgram review vitamin ini saat kehamilan mereka soalnya.

Terus pertanyaannya, dari mana suamiku punya duit buat beli vitamin semahal ini? Gak mungkin cuma dari hasil ngojek 'kan ya?

"Arin, malah bengong. Lanjut makannya," kata mertua.

Aku mengerjap dan kembali memasukan botol vitamin tersebut ke dalam plastiknya. Lalu melanjutkan makan.

"Besok pagi-pagi kamu antar Arin beli baju Jay." Ibu mertua bicara lagi.

"Tumben beli baju." Bang Jayanta menoleh ke arahku.

"Buat dipake arisan ntar siangnya. Makanya kamu anter pagi-pagi." Ibu mertua yang menjawab lagi.

Bang Jayanta manggut-manggut sambil sibuk mengajak Nuna main di pangkuannya. Ah aku jadi inget w******p si Anita. Bang Jayanta kira-kira ngapain ya di bank tadi pagi?

"Oh ya Bang, tadi pagi Abang ada di bank ruang nasabah prioritas ya? Ngapain sih?" tanyaku akhirnya.

Uhuk!

Mertuaku mendadak batuk.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • SUAMI MISKINKU DI RUANG NASABAH PRIORITAS    Part 48 B (End)

    Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 48 B"Iya, Mbak."Mulutku menganga, kusingkap selimut yang menutup kakiku. Dan jantungku langsung terasa ditarik ke dasar perut."K-kakiku? Nggaaak!" Aku teriak dan mengamuk.Cepat mereka mendorongku keluar. Ibuku langsung menyambut di depan pintu."Wita, tenang Wit, tenang.""Bu, kaki Wita Bu, kaki Wita. Kenapa dipotong?""Karena kamu terluka parah Juwita. Gak apa-apa kamu bisa pakai kaki palsu. Gak usah khawatir."Aku melotot, kaki palsu?"Nggak! Nggak! Nggaaak!" Aku kembali histeris dan berontak.Dalam sekejap, duniaku seperti hancur berkeping-keping. Amblas dan tak tersisa. Bagaimana nggak? Kakiku dipotong sebelah? Astaga itu artinya aku gak akan bisa hidup normal lagi.***"Semua ini gara-gara kamu Opi! Tanggung jawab kamu! Kamu yang sudah membuat aku kehilangan kakiku sebelah!" Aku menjambak rambutnya ketika dia kutemui di kantor polisi."Mbak Juwita! Apaan sih. Mbak sendiri yang salah, kenapa jadi Opi yang disalahin? Coba aja dulu

  • SUAMI MISKINKU DI RUANG NASABAH PRIORITAS    Part 48 A

    Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 48 ALagi pula, ide ini 'kan bukan ideku, melainkan ide si Opi. Jadi kalau andai ada apa-apa, maka si Opi yang akan ditambah hukumannya, bukan aku yang akan diseret ke dalam penjara. Hmm bener. Anggap aja, ini adalah harga yang harus dia bayar untuk mengganti uang yang dikeluarkan untuk membayar pengacaranya nanti."Oke. Kalau gitu Mbak coba pakai cara kamu Pi, tapi sekali lagi Mbak ingatkan, pengacara yang akan Mbak sewa nanti bukan untuk membebaskanmu dari tuduhan, dia hanya membantu kamu membela diri, paham?"Dia mengangguk setuju. Aku lalu pergi dari sana.Setelah dari kantor polisi itu, aku mulai membuat strategi penculikan si Arin. Beberapa Minggu kemudian, setelah sidang putusan si Opi dilakukan, aku baru menjalankan idenya."Mbak harus berhasil membuatnya mati, aku bener-bener benci sama," desis si Opi sambil mencengkram kuat-kuat besi sel.Hmh, dasar bodoh. Tanpa dia suruh pun aku akan melakukannya, tapi tentu aku tak akan gegab

  • SUAMI MISKINKU DI RUANG NASABAH PRIORITAS    Part 47

    Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 47POV Juwita."Suamimu kemana Rin?" tanyaku pada Arini, yang tak lain adalah adik iparku.Hari itu Mas Lukman disuruh ke rumah ibunya untuk mengantarkan beras atau uang katanya. Hah, aku malas sebetulnya. Baru juga pulang dari luar kota udah disuruh-suruh aja ke rumah mertua.Aku tuh udah jengah juga sebetulnya. Makin hari mereka itu makin gak berguna aja. Ibu mertua bisanya cuma minta-minta, anaknya juga bisanya cuma numpang hidup. Mentang-mentang aku kaya, enak banget mereka hidup gratisan.Makanya udah beberapa minggu ini tak kuberikan Mas Lukman uang seperti biasanya, karena aku tahu dia selalu pakai uang itu untuk memuaskan keinginan ibunya yang tak habis-habis itu."Ibu butuh uang katanya buat belanja sehari-hari Wit.""Ya terus? Ibumu yang butuh kok ngomong sama aku?""Ya bukannya gitu, tapi 'kan biasanya emang kita yang ngasih.""Sekarang gak lagi."Kesel banget. Serasa diperas dan dimanfaatkan terus rasanya, apalagi si nenek tua

  • SUAMI MISKINKU DI RUANG NASABAH PRIORITAS    Part 46 B

    Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 46 BIbunya Mbak Juwita yang juga tengah bersama mereka sempat menatap kami tajam sebelum akhirnya masuk ke dalam ruangan rawat inap."Kenapa dia, Bang? Kenapa Mbak Juwita teriak-teriak gitu?""Kakinya diamputasi.""Apa? Emangnya separah itu?""Iya. Kemarin Ibu juga sempet jenguk dia sebelum operasi. Memang kepadanya parah," kata Ibu.Astagfirullah. Aku bergidig ngeri. Padahal selama ini aku tahu Mbak Juwita orang baik, tapi entah kenapa dia jadi terjerumus dalam tindakan yang gegabah seperti itu. Hanya karena perasaannya pada Bang Jaya dia sampai tega mengurungku selama tiga bulan lamanya. Dan bahkan kemarin dia tega akan menyakiti anak sekecil Nuna.Naudzubillah. Semoga dengan balasan yang Allah kasih ini dia bisa bertaubat dan menyesali semua perbuatannya.__Sampai di rumah aku disambut begitu baik oleh ibu mertua dan Nuna yang terlihat sangat ceria."Yeey Mamam dan adik utun udah pulaaang," sorak Ibu mertua memeragakan Nuna.Aku ce

  • SUAMI MISKINKU DI RUANG NASABAH PRIORITAS    Part 46 A

    Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 46 AAku mengerjap, "oh iya, boleh kok, Mbak. Silakan aja datang, gak usah sungkan."Aku dan Mbak Juwita emang gak pernah ada masalah. Selama dia menjadi kakak iparku, dia juga baik dan hubungan kami selalu akur."Makasih ya Rin." Mbak Juwita menepuk pundakku.Dia lalu izin membawa Nuna main ke luar. Sementara itu aku dan Bang Jaya, juga ibu mertua aktivitas seperti biasa._Syukurlah Nuna benar-benar anteng di tangan Mbak Juwita. Seharian ini aku dan ibu mertua jadi bisa istirahat dengan tenang."Rin, Nuna ngantuk kayaknya. Dia rewel tapi kayaknya minta minum susu. Bisa kamu ke bawah buatin dia susu?" pinta Mbak Juwita. Dia berdiri di bibir pintu kamarku yang memang sengaja kubuka lebar. Habis diajak main Nuna rupanya rewel, mungkin ngantuk dan dia emang biasa minum susu sebelum tidur."Oh iya Arin bikinin dulu, Mbak." Aku bangkit dari kasur karena Bang Jaya kebetulan sedang gak ada di rumah. Mumun juga tadi katanya lagi pergi belanja

  • SUAMI MISKINKU DI RUANG NASABAH PRIORITAS    Part 45

    Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 45Kutengok sekeliling. Benar ternyata, aku sudah mengenali tempat itu sekarang. Walau gelap tapi aku tahu, kami ada di dekat stasiun kereta sekarang."Ini di dekat stasiun 'kan, Mas?" tanyaku memastikan."Iya Mbak. Turunlah di sini, karena di depan ada cctv. Saya gak mungkin antar Mbak sampai ke sana. Oh ya, dari sini, Mbak bisa naik taksi atau ojek saja. Oke?"Aku mengangguk dan buru-buru turun sebelum orang itu berubah pikiran. Walau bagaimana pun dia orang suruhan pria yang sudah mengurungku selama tiga bulan ini, bagaimana kalau tiba-tiba dia berubah pikiran atau kembali punya pikiran jahat? Nauzubillah.Dengan langkah lebar-lebar aku menyebrang ke pangkalan ojek yang tak jauh dari sana."Bang, ke komplek perumahan Buana Permai ya, jalan Nurul Huda 12."Kang ojek mengangguk dan segera melajukan motornya setelah aku duduk di belakang dengan aman.Sampai di depan pos, ojek tak diizinkan masuk karena memang portal perumahan sudah ditut

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status