Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 4Astagfirullah. Apa jangan-jangan mereka itu sebenernya orang jahat yang sedang menyamar jadi orang biasa? Mereka lalu menjadikanku mangsa mereka agar mereka bisa melancarkan aksi mereka?Eh tapi, aksi apa? Apa tujuan mereka melakukan ini? Dan kenapa harus aku? Apa hubungannya mereka sama aku?Enggak! Ya ampuun Ariniii lebay amat deh ini otaknya mikirnya. Mereka baik gitu sama aku. Mana ada mereka orang jahat, kebanyakan nonton sinetron emang nih aku."Iya Bu, maaf. Tadi itu Mbak Mumun tiba-tiba aja dateng nepuk pundak. Jaya juga sampe kaget, biasanya 'kan Mbak Mumun gak belanja ke pasar Sifon." Suami bicara lagi.Aku kembali menguping."Hih ada-ada aja sih. Kalian hati-hati dong, ujian kita buat Arini itu belum selesai. Masih ada beberapa tahap yang harus dia lewati."Hah, ujian? Ujian apaan dah? Kenapa gitu aku mesti diuji?"Iya iya. Ya udah ah, Jaya mau ke kamar dulu. Capek."Bang Jayanta terdengar bangkit dari kursi. Cepat-cepat aku
Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 5"Ibu! Cukup ya. Dulu Arin hampir nikah sama Mas Agas yang kaya raya itu, tapi siapa yang menggagalkannya? Ibu dan Mbak Opi 'kan? Ibu nyuruh supaya Arin ikhlas dan diam gak usah banyak omong ketika Mbak Opi ketahuan selingkuh dengan Mas Agas. Terus sekarang ketika Arin berusaha ikhlas dan menata hidup Arin dengan pilihan Arin sendiri, Ibu malah sering mempermasalahkannya hanya karena menurut Ibu, Bang Jaya itu orang miskin. Emang apa salahnya sih Bu kalau suamiku itu miskin? Miskin bukan berarti hina 'kan?" cecarku panjang lebar.Geram banget aku tuh, baru aja dateng ibu udah ngerusak suasana dengan membeda-bedakan kasta."Dan Ib-""Permisi." Ucapanku terpotong saat mertuaku muncul. Aku cepat menoleh."Ya, Bu. Ada apa? Apa perlu sesuatu?" "Rin, bisa jaga Nuna sebentar? Ibu mau numpang ke toilet.""Oh iya Bu, sini. Toiletnya ada di belakang ya," kataku sambil menunjukan arah toilet. Aku mengambil Nuna dari gendongan mertua, beliau lalu
Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 6"Iya uangnya biar buat Ibu aja, tadi 'kan kita gak bawa apa-apa buat Ibu, jadi biar uang arisan itu untuk hadiah Ibu aja," kata Bang Jaya yakin."Lah kok gitu sih?"Kesal, aku pun bangkit menarik tangan suami sebentar keluar."Abang, apaan sih, kok duit arisannya malah mau dikasih ke Ibu? 'Kan kita juga butuh Bang buat periksa rutin dan beli-beli makanan sehat buat utun."Bang Jaya mengibas tangan, "kalau soal buat belanja sehari-hari dan periksa utun, kamu tenang aja Rin, Abang ada uang kok.""Ya tapi, Bang-""Bener apa kata Jaya Rin, kasih aja uangnya ke ibumu, biar kalian nggak dihina-hina dan dibedakan lagi," potong Ibu mertua yang tiba-tiba sudah ada di teras."Eh Bu, udah pulang?""Udah cuma muter sekitaran sini aja, Nuna juga udah tidur nih.""Oh tidur ya Bu. Ya udah kita langsung balik aja kali ya, arisannya juga udah selesai.""Ya udah ayok.""Bentar Arin pamit dulu ke dalam." Aku berbalik badan. "Tapi eh, seriusan ini uang ari
Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 7"Soal yang katanya kamu mau dijodohkan sama anak juragan jengkol, yakin kamu gak mau nikah sama dia? Dia pasti mau kok meski sekarang kamu udah punya anak Rin. Kamu 'kan masih muda, cantik dan kuat.""Astagfirullah Ibu, apaan sih. Mikirnya kok sampai ke sana? Jelas aja Arin gak mau, Bu. Jangankan sekarang saat anak udah mau anak dua. Andai Arin jadi janda sekali pun, Arin gak akan mau nikah sama dia," terangku panjang lebar."Loh kenapa? Kan dia kaya raya Rin, gak seperti anak Ibu yang hanya ...." Ibu mertua berubah sedih.Aku cepat mengusap bahu beliau."Gak penting Bang Jaya orang kaya atau bukan Bu, karena bagi Arin, Bang Jaya itu spesial. Lebih dari siapa pun. Dan posisinya jelas gak akan bisa digantikan oleh siapa pun. Jadi tolong berhenti nyebut-nyebut nama lelaki lain ya, Bu. Kita fokus aja ke kehidupan kita. Keluarga kecil kita. Nuna yang lagi lucu-lucunya dan utun yang berapa bulan lagi akan siap meramaikan rumah kita juga. Oke
Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 8Karena kedengaran makin sengit, aku pun bangkit menengok dari kaca jendela. Mertuaku masih ngomel-ngomel dan adu mulut rupanya sama ibu-ibu rempong itu.Ah, aku jadi terharu. Entah kenapa, mertuaku sebaik itu. Beliau bahkan bersikap layaknya seorang ibu kandung yang sedang membela anaknya."Rin." Aku mengerjap dan cepat mengusap sudut mata yang sudah basah.Bang Jaya tiba-tiba sudah ada di dekatku. Dia baru pulang. Aku sampai tak sadar saat dia naik ke teras."Kenapa? Ngapain di sini?""Gak apa-apa, Bang. Tumben udah balik jam segini?" Aku balik bertanya."Gak, Abang cuma mau ngasih ini buat kamu. Terus mau berangkat lagi." Bang Jaya memberikanku plastik dari minimarket yang setelah kutengok ternyata isinya beberapa dus susu ibu hamil."Abang beli susu ibu hamil sebanyak ini? Duitnya dari mana? Abang 'kan baru jalan.""Adalah tadi Abang dapet rejeki," jawabnya santai. "Rejeki dari mana, Bang? Ini 'kan susu mahal. Terus Abang juga 'kan
Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 9Tak punya harta maksudnya. Tapi kalau soal hati dan lainnya, mereka kaya banget."Ah kamu nih, sabar dong Jay, tinggal dikit lagi rencan-""Ehek ehek ehek." Nuna terbangun.Aku tepok jidat. Astagfirullah Nak, kenapa mesti bangun sekarang sih? Tanggung dah ah 'kan jadinya.Karena Nuna udah terlanjur bangun, cepat aku menggendongnya dari atas kasur. Tak lama Bang Jaya juga masuk ke dalam kamar."Nuna bangun ya Rin?""Iya, Bang." "Sini. Biar Abang yang gendong. Kamu mandi aja gih takut belum mandi."Aku mengangguk dan buru-buru pergi ke kamar mandi. Selesai melakukan ritual bersih-bersih yang terhitung hanya 3 menitan itu aku gegas balik ke kamar. Udah punya anak gak ada banget waktu buat lama-lama di kamar mandi. Gak tenang aja rasanya. Takut Nuna nangis. Padahal ada mertua sih yang jaga. Tapi tetep aja gak tenang."Udah sana pergi. Jangan-jangan bener apa kata Mbak Mumun, perempuan itu emang gak tahu malu. Sini biar Nuna Ibu yang jaga.
Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 10Aku akhirnya urung mengejar ibuku. Sementara Mas Agas cepat menghampiri kami."Kamu gak apa-apa Rin?" tanyanya dengan wajah yang agak cemas."Gak apa-apa," jawabku kecut."Maaf ya Rin, Mas gak tahu Ibu bakal marah-marah gitu. Tahu gitu Mas gak akan anter Ibu ke sini."Aku hanya diam."Mau Mas anter ke dokter gak? Takutnya kenapa-kenapa sama janin kamu.""Apaan sih gak usah," ketusku."Agaasss! Buruan balik. Ngapain sih kamu masih di sana. Ketularan miskin baru tahu rasa kamu!" teriak Ibuku dari luar pagar.Astagfirullah. Andai bukan ibuku, udah kulakban saja mulutnya itu. Bikin malu."Ya udah kalau gitu Mas permisi ya Rin," pamit Mas Agas kemudian.Aku tetap diam sambil membuang muka. Mas Agas berbalik badan dan baru akan pergi saat ibu mertua kembali memanggilnya."Agas.""Ya, Bu?" sahutnya sambil kembali memutar badan ke arah kami."Bilang sama mertuamu itu, andai besok kami jadi orang kaya, maka haram hukumnya dia menginjakan kaki d
Suami Miskinku di Ruang Nasabah PrioritasPart 11Aku menarik napas berat. Ibu mertua ternyata sengaja bela-belain pindah ke rumah Bu Sabeni supaya bisa nunjukin kehidupanku setelah ibuku hina tadi pagi. Ya ampun, segitu sayangnya ibu mertua padaku."Dan kalau soal bersih-bersih rumah kamu juga gak perlu khawatir, karena nanti akan ada yang bantuin kita di rumah ini," kata Ibu mertua lagi.Keningku mengerut, "hah ada yang bantuin, Bu? Siapa?""Ada pokoknya nanti datang. Dia yang akan jadi ART kita di sini.""ART?""Iya ART, kenapa? Kamu kayak gak percaya gitu."Aku nyengir, "hehe bukan gitu Bu, tapi apa gak salah kita pakai ART?""Nggak. Emangnya kenapa?"Aku menggigit bibir, "bukannya ART itu mahal ya, Bu? Sayang 'kan uangnya.""Halah gak apa-apa, yang penting ada yang bantuin kita," respon mertua santai sambil mengibaskan tangan di depan wajahnya.Lagi, aku mengigit bibir."Bu, maaf nih ya sebelumnya. Emang sih kalau ada ART itu nanti kita jadi ada yang bantuin, tapi masalahnya, em