Share

SUAMIKU 90 CM
SUAMIKU 90 CM
Penulis: Naffa Aisha

Pernikahan Ajaib

Suamiku 90cm

Part 1 : Pernikahan Ajaib

Seumur hidup tak pernah terbayang kalau akan bersuamikan pria cebol itu. Nasibku memang sungguh malang sekali, akan menghabiskan semua sisa umurku bersamanya. Nasi sudah menjadi bubur, semuanya sudah terjadi. Ijab kabul sudah selesai, dia begitu lancar mengucapkannya.

"Saya terima nikah dan kawinnya Frazilla melodi binti Ahmad Ansari(Almarhum) dengan maskawin tersebut dibayar, tunai."

"Sah!" ucap Pak penghulu diikuti para saksi dan tamu undangan yang begitu ramai sekali. Tetangga jauh yang tidak diundang pun hadir di sini. Mereka semua mau menyaksikan pernikahan ajaib ini, aku yang sempurna nan cantik jelita menikahi pria cebol nan jelek itu.

"Alhamdulillah." Kulihat ibu begitu senang sekali menatap kami.

Dia, si pria cebol itu yang tingginya menurutku tidak sampai 1 meter itu tersenyum kearahku dan mengulurkan tangannya.

"Yeah, dia sekarang sudah sah menjadi suamiku dan aku harus salim kepadanya," gumamku dalam hati dan mencium punggung tangannya.

Acara akad nikah sudah selesai, aku buru-buru masuk ke dalam kamar. Dan ibu membuntutiku dari belakang.

"Zil, istirahat lah dulu sejenak. Jam 15.00 nanti tukang rias akan datang untuk acara resepsi nanti sore." Ibu duduk di sampingku.

"Udah deh, Bu. Jangan pakai acara resepsi lagi lah, aku capek jadi tontonan semua orang."

"Jangan begitu, Zilla. Semuanya sudah dipersiapkan. Ibu mohon sama kamu jangan kecewakan Ibu, Nak."

"Bu, Zilla malu jadi ejekan semua orang. Liat aja tadi pas acara akad nikah, orang yang tidak diundang pun hadir. Semua tidak mau terlewatkan menyaksikan pernikahan aneh ini. Aku gadis dengan tinggi 170 cm bersanding dengan pria yang tingginya cuma 90 cm. Ini adalah hari terburuk dalam hidupku." Aku memukuli kasur dengan kesalnya.

"Semuanya sudah dipersiapkan, sayang. Cetering makanan, pelaminan pernikahan dan undangan pun sudah tersebar. Ibu mohon sayang, penuhi permintaan terakhir ini. Ibu janji ini tidak akan memaksakan kehendak lagi padamu."

"Termasuk tidak akan menyuruhku menjadi istri yang baik untuk pria cebol itu kan, Bu?" Aku menatap tajam mata ibu.

"Jangan panggil dia pria cebol, Nak. Namanya Muhammad Syafril. Sebut dia Mas Syafril!"

"Iya bu, iya. Aku tahu namanya Syafril. Tapi jawab dulu pertanyaanku?"

Dengan menelan ludah dan membalas tatapan tajamku, "Iya," jawab ibuku.

Dari pukul 16.30 - 20.00 aku duduk di pelaminan bersanding dengan pria cebol itu dan pura-pura bahagia.

Menjawab ucapan doa dari para tamu yang menyalami kami, "Selamat ya, semoga jadi keluarga yang sakinah mawadah warahmah."

"Selamat ya, semoga cepat dikaruniai momongan."

"Selamat ya, semoga kekal sampai kakek nenek."

Kujawab dengan anggukan kepala saja dan tersenyum tipis. Seperti acara akad nikah tadi pagi juga, tamu undangan sama membludaknya. Sampai-sampai bagian konsumsi kewalahan dan harus membeli makanan dari luar. Itu kulihat dari Bulek Santi dan Paklek Widi yang tergopoh-gopoh pergi dan datang kembali membawa banyak beban.

Kulirik ke arah kiri, Ibu dan Bang Fraditya tersenyum puas dan bangga sekali duduk di kursi pelaminan mendampingiku.

Kulirik ke sebelah kanan, kedua mertua pun tak kalah bahagianya dengan keluargaku. Apalagi pria yang sedang bersanding denganku sekarang, senyumnya selalu mengembang. Walaupun dia harus berdiri di atas kursi pengantin kami jika ada ada tamu undangan yang ingin bersalaman.

Acara resepsi pun selesai. Setelah mengganti pakaian pengantin yang berat itu, aku menghapus dandanan tebal di wajah. Kepalaku sakit sekali karena mahkota yang ku kenakan sepanjang acara.

"Ternyata jadi pengantin itu berat, aku gak akan kuat kalau bukan karena paksaan." Aku meringis menatap diri di depan cermin kamar.

Pikiranku pun melayang ke pertengkaran 2 minggu yang lalu bersama ibu dan bang Fraditya.

"Kamu harus segera menikah Frazilla! Umurmu sudah lewat kepala tiga, tahun depan umurmu sudah 35 tahun. Ibu tidak mau kamu jadi perawan tua, Nak," ucap ibu dengan suara tinggi.

"Iya, betul yang Ibu bilang. Kalau kamu tidak bisa mencari calon suami sendiri, lebih baik kamu terima saja jodoh dari Ibu. Tidak mungkin jodoh pilihan orang tua itu buruk, itu pasti yang terbaik untuk kamu. Jangan jadi anak durhaka, turuti kemauan Ibu." Bang Fraditya ikutan mendukung keputusan Ibu saat itu.

"Apa tidak ada yang lain selain pria cebol itu?" tanyaku dengan suara pelan karena sudah terlalu lelah beradu argumen dengan ibu dan bang Fraditya.

"Jangan lihat dari fisiknya, Zil. Lihatlah dari keimanananya, dia pria sholeh yang akan membimbingmu ke jalan Allah. Pilihlah pendamping hidup yang dapat membawamu ke arah kebaikan dunia dan akhirat dan Ibu menemukan sosok itu dalam diri Syafril," ucap Ibu lembut sambil membelai punggungku yang membelakanginya.

"Aku tidak ingin menikah, bu. Aku akan bisa tetap hidup tanpa laki-laki. Apakah ada dalilnya dalam Al-qur'an yang tidak memperbolehkan seorang wanita tidak menikah?" Aku menatap Ibu dan kemudian menatap bang Fraditya.

"Memang tidak ada dalilnya, tapi meskipun seorang wanita diperbolehkan untuk tidak menikah, namun hal tersebut tidak dianjurkan dalam Islam. Islam sebagai agama yang baik justru menganjurkan setiap umatnya untuk melakukan pernikahan, karena terdapat banyak kebaikan dan manfaat di dalam pernikahan. Dan pernikahan juga merupakan salah satu jalan untuk menuju surganya Allah, sebagaimana sabda Rasulullah SAW. berikut ini :

“Jika seorang wanita menunaikan shalat lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya, dan mentaati suaminya, niscaya dikatakan kepadanya : “Masuklah ke dalam surga dari pintu manapun yang kau mau.” (HR. Ahmad)

"Jadi sudah jelas dikatakan dalam hadits tersebut bahwa salah satu keutamaan menikah dalam Islam adalah sebagai jalan menuju surga Allah. Dan sebagai muslimah dan wanita yang baik menurut Islam, sudah seharusnya kita mengikuti dan menjalankan apa yang dianjurkan dalam Islam, hal tersebut selain demi kebaikan diri sendiri juga demi mendapatkan ridha Allah SWT." Abangku yang seorang Ustad itu menjelaskan panjang lebar.

Aku hanya menarik nafas panjang mendengarkan ceramahnya sambil memikirkan ucapanya yang begitu mengena sekali ke hatiku.

"Ibu tidak akan bisa meninggal dengan tenang sebelum melihatmu menikah dengan pria yang benar. Dan pria itu adalah Muhammad Syafril."

"Ya sudah, terserah Ibu sajalah," ucapku akhirnya dengan air mata yang membanjiri kedua pipi.

"Nah, begitu dong. Ibu bisa jamin, kehidupanmu dengan Syafril akan bahagia. Dia akan menjadi suami penyayang dan bisa menuntunmu ke Surga Allah," ucap Ibu senang sembari memelukku.

'Cekrek' terdengar suara pintu kamar terbuka dan aku langsung menoleh tapi tak terlihat kepala siapapun dari balik pintu.

"Assalammualaikum." Terdengar suara pria mengucap salam.

Dengan cepat aku menoleh ke bawah arah suara itu berasal, "Waalaikumsalam." Kulihat Mas Syafril tersenyum ke arahku.

Oh, my god. Aku lupa kalau pria ini akan tidur bersamaku karena malam ini adalah malam pengantin kami. Aku memejamkan mata dan segera mengalihkan pandangan darinya ketika membayangkan dia akan mengambil haknya sebagai suami.

Dengan jantung yang berdegup kencang aku tak berani menatapnya. Langsung saja aku bergegas masuk ke dalam kamar mandi.

Bersambung ....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status