Bab 9 Pesan Whats-App yang Fajar kirim terus saja membayangi pikiran Ulfa bahkan sampai tiga hari berlalu. Wanita itu memang bisa bersikap biasa saja di hadapan Sano, tetapi hatinya gundah gulana. Dalam hati berpikir keras cara terbaik untuk balas dendam. Ulfa berharap suatu hari nanti Sano akan bertekuk lutut memintanya kembali dengan penuh penyesalan. Memulai hubungan dengan cara berselingkuh, Ulfa yakin suatu hari mereka akan mendapat balasan setimpal dari Tuhan. Menyakiti perasaan istri, pura-pura berpisah dari Dita dam beragam kebohongan lainnya. "Kok, melamun, Dek?" tegur Sano yang sudah lengkap dengan pakaian kerjanya. Padahal sekarang hari sabtu, lantas hendak ke mana dia? "Gak apa-apa, Mas. Mau ke mana rapi begitu?" Ekspresi wajah Sano berubah sedih, dia kemudian duduk di tepi ranjang sambil menatap kosong ke arah dinding. "Mas berat buat ngasih tahu kamu, Dek. Sejak kemarin mas menimbang apakah harus pergi atau tidak, tetapi boss nggak mau nerima alasan apapun. Mas haru
Bab 10 Ulfa memutar otak berusaha mencari jawaban. Jika ditanya tentang keberanian, tentu saja iya karena Ulfa adalah istri sah di mana ketika mereka terlibat perkelahian, maka orang-orang pasti mendukung dirinya sekaligus membantu mempermalukan Dita. Akan tetapi, banyak pertimbangan yang harus Ulfa pikirkan. Selain Sano masih menjadi suami sekaligus ayah dari Alea, Ulfa juga tidak mau masalah rumah tangganya diketahui oleh orang asing yang bisa saja mereka merekam video dan mengunggahnya di berbagai sosial media. Tepatnya, Ulfa tidak ingin kelak ketika Alea besar, dia melihat sifat buruk dari sang ibu. Dia tidak ingin beradu fisik, lebih memilih balas dendam dengan cara elegan, tetapi mematikan. "Gimana?" tanya Fajar lagi tidak sabar sambil melepaskan genggaman tangannya begitu menyadari kalau dugaannya tadi salah. "Gak usah dilabrak, cukup foto mereka aja deh. Aku malas berurusan di tempat seperti ini." Fajar mengangguk meskipun sedikit kecewa, tetapi dia harus menghormati kepu
Bab 11 "Kenapa ngasih tahu Mas Sano, Mbak?" lanjut Ulfa penasaran. Kalau Kancana memberitahu Sano karena marah pada Ulfa ditinggal lama bersama Alea, bukankah dia sendiri yang meminta untuk bermain bersama? Lagi pula, Ulfa tidak tahu menahu tentang Kancana yang ingin ikut. Dia pikir hanya berdua dengan Fajar. Wanita itu menghela napas ketika melihat Kancana tersenyum sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Sebenarnya mbak disuruh Sano buat memata-matai kamu, Fa." "Disuruh memata-matai aku dan Mbak Kancana mau?" "Pantes aja Mbak Kancana niat banget ikut kita berdua mengintai Sano, ternyata ada alasannya toh?" tambah Fajar menampilkan raut wajah kesal agar Kancana merasa bersalah. Dalam hati, dia ingin menurunkan Kancana di sana karena sudah menjadi musuh dalam selimut kalau saja tidak memiliki hati nurani. Percuma saja mereka bersembunyi dari Sano jika Kancana dengan mudahnya memberitahu keberadaan mereka. Rencana gagal, semuanya percuma. "Jangan salah paham dulu. Mbak me
Bab 12 "Iya, Dit. Aku bilang sama istriku kalau kamu itu pandai melukis, jadi emang banyak peminatnya. Bahkan saat pameran, lukisanmu tampil paling depan." Sano menjawab dengan suara pelan. Berusaha tersenyum santai agar Ulfa tidak curiga. Padahal wanita itu bukan lagi anak kecil yang bisa dengan mudahnya dikelabui. Ulfa bisa melihat rasa cemburu terpancar di mata Dita ketika tangannya memeluk pinggang sang suami. "Sudah kubilang, suamiku sangat pandai menilaimu. Yah, bagaimana pun kalian tetap pernah punya hubungan yang dekat." "Kami tidak sedekat itu, Dek," gumam Sano, raut wajahnya langsung berubah membuat Ulfa harus menahan tawa. "Tidur bersama hampir setiap hari, apa itu masih belum dikata dekat, Mas?" "Ayolah, jangan bahas masa lalu lagi, Dek. Mas sudah bilang kalau kami tidak lagi punya hubungan apa-apa." "Benar, harusnya aku tidak membahas itu lagi. Masa lalu hanyalah sampah yang harus dibuang pada tempatnya." Ulfa tersenyum miring lantas mendekati sebuah lukisan berukur
Bab 13 Hidung Dita kembang kempis mendengar sindiran dari Ulfa. Dia menggertakkan gigi, menatap wanita penuh amarah. Namun, dia tetap tidak bisa berkutik untuk menjaga reputasinya sebagai owner yang baik serta ramah kepada siapa pun. Apalagi ada beberapa pembeli lain di sana. Jika Dita marah, pasti mengundang perhatian mereka dan usahanya bisa jatuh bangkrut dalam sekejam saat tahu Ulfa adalah istri pertama sementara dirinya perebut suami orang. "Dek, maksud kamu bilang gitu apa?" Perasaan Sano mulai tidak enak. Dia tahu Ulfa sedang merendahkan Dita dengan menyebutnya sebagai gadis murahan. "Apa, Mas? Memang aku nggak suka barang murahan. Kalau lukisannya diskon, berarti murah, dong?" Ulfa merasa tidak bersalah, lantas tertawa renyah. Dibanding hinaannya hari ini pada Dita, lebih menyakitkan ketika tahu suami mendua bahkan berzina dengan selingkuhannya. Sekali lagi kalau bukan karena Alea yang membutuhkan ayahnya dan juga agar memudahkan pembalasan dendam, mereka sudah lama berpis
Bab 14 Menjelang dzuhur, mereka tiba di rumah. Ulfa langsung menurunkan lukisan itu dan menyimpannya dalam kamar karena masih lelah jika langsung memasangnya. Sementara Alea, gadis kecil itu sedikit cemberut karena mereka langsung pulang dan bukannya main di mall dulu. Dia hanya dibujuk dengan sekotak eskrim wall's. Sebenarnya Sano sangat ingin mengajak putri tercintanya ke mall untuk belanja baju, tetapi dompetnya menipis setelah beli dua buah lukisan itu. Salah dia sendiri karena menawarkannya pada Ulfa. "Duit abis hampir lima juta cuma demi lukisan? Padahal bisa buat makan sebulan," gerutu Sano masih sangat kesal. Dia membuka kancing kemejanya satu per satu sehingga tampaklah kaos oblong putih di dalamnya. Sano bersandar pada dinding kamar sambil terus memijit kening, pusing. Padahal baru kemarin dia didesak oleh sang ibu membujuk Ulfa agar mau meminjam uang pada orangtuanya untuk membantu biaya pernikahan Sano dan Dita. Okelah Sano tidak akan jujur alasannya meminjam uang, te
Bab 15 Di meja makan persegi panjang berwarna putih itu, mereka menikmati hidangan tanpa sepatah kata pun karena Ulfa lebih fokus menyuapi Alea yang sedang manja. Sano terlihat tidak menikmati makannya meskipun rasanya menggugah selera karena terus memikirkan tentang uang. Tanpa sadar, Sano mengacak rambutnya, lalu meminum air dalam gelas hingga tandas. Tanpa dia sadari, Ulfa sudah selesai. Dia pun ikut mengangkat piringnya ke wastafel. Demi mendapat belas kasihan dari sang istri, Sano sengaja mengambil alih tugas pencucian piring. Sayang sekali karena Ulfa tidak menanggapi sikap Sano. Dia lebih memilih masuk kamar bersama Alea untuk duduk bersandar pada kepala ranjang, selonjoran kaki sambil menyalakan kipas karena cuaca lumayan panas. "Ma, ngantuk." "Tidur, Sayang." Alea memejamkan matanya. Beberapa menit setelah Alea terlelap, Ulfa kembali turun dari ranjang. Dia mengambil lukisan yang masih terbungkus rapi itu, membukanya dan membawa keluar menuju ruang tamu. "Dek, mas saja
Bab 16 Ulfa membuka mata, merasa kalau dia sudah tidak perlu lagi pura-pura tidur. Sekarang dia penasaran dengan apa yang baru saja terjadi pada Sano, suami bajingannya. Dengan langkah pelan, dia mendekati pintu kamar, membukanya, lalu menuju ruang tamu. Dia jarak dua meter, dia tersenyum melihat Sano terkulai lemas di lantai sambil menitikkan air mata. Ada apa ini? Kenapa semesta seolah berpihak pada Ulfa? "Mas, kenapa nangis-nangis?" tanya Ulfa dengan nada suara selembut mungkin. Meskipun dia merasa risih, tetapi bisa menepis rasa itu demi rasa penasarannya. Dia akan menjadi orang pertama yang bahagia jika Sano mendapat musibah. Rasa dendam dalam hati terus tumbuh membuat wanita itu menunjukkan sisi gelapnya. "Dek? Sejak kapan kamu di situ?" Sano bangun, bersandar pada dinding ruang tamu itu masih dalam keadaan resah. Ulfa memasang raut wajah sedih, tepatnya pura-pura, lantas ikut duduk di sisi Sano ingin mengulik informasi. "Baru, kok, Mas. Aku kaget begitu dengar kamu teria