"Lo bisa gak? Sehari aja gak nindas orang?" sentak Meylani Pratama— siswi kelas XII B yang merupakan saingan Viana.Meylani atau yang kerap disapa Mey oleh teman-teman lainnya. Sangat tidak menyukai Viana. Alasannya karena Viana merupakan siswi terpopuler di SMA Galaksi. Viana cantik, Viana berasal dari keluarga terkaya nomer 2 di kota Swinden. Viana disukai banyak lelaki di SMA Galaksi. Sedangkan Meylani, dia selalu kalah dalam segala hal jika bersanding dengan Viana. Meylani selalu mencari cela untuk menjatuhkan Viana. Dengan melaporkan kelakuan Viana yang suka menindas pada guru. Atau menjadi seorang pahlawan untuk murid yang ditindas oleh Viana. "Lo bisa gak? Sehari aja gak usah ikut campur urusan gue?" Viana membalikan kalimat Meylani dengan santai. Viana melempar asal mangkok bakso di tangannya dengan kasar. Membuat kuah bakso yang tercampur soda tumpah di meja. Tubuh Viana menghadap Meylani yang menatapnya tak suka. Tangan Viana terlipat di depan dada. Dia mengangkat wajahn
"Vi, lo gak ada niatan buat selingkuh?" tanya Kanara sambil menyeruput es teh miliknya.Saat ini keempat siswi SMA Galaksi yang terkenal dengan kelakuannya. Yang suka menindas orang lain. Sepulang sekolah bukannya pulang ke rumah, justru nongkrong di tukang bakso langganan mereka. Dari banyaknya tempat yang sering mereka kunjungi.Hanya Bakso Pak Won saja yang selalu menjadi tujuan mereka. Selain karena baksonya yang enak. Bakso Pak Won merupakan tempat pertama mereka bertemu. Keempatnya berkenalan sampai menjadi seorang sahabat hingga saat ini. Viana menelan terlebih dahulu bakso di mulutnya. Lalu, bertanya pada Kanara, "Hah? Selingkuh?" Kanara mengangguk dengan senyuman."Gue liat-liat lo gak ada bosennya pacaran sama Ravin. Bahkan Lo sama Ravin gak pernah ribut, anjir!" Kanara sangat penasaran dengan Viana dan Ravin yang sudah 1 tahun berpacaran.Keduanya tidak pernah bertengkar serius. Keduanya selalu memaklumi. Membuat hampir satu sekolah iri dengan Viana dan Ravin. Jika, alasa
"Viana, bangun, anjir!" Sagara menepuk pelan pipi Viana yang sedang terlelap.Jarum jam sudah menunjuk pukul 05.30 Kota Swinden. Tapi, Viana masih saja terlelap. Tidak ada tanda-tanda ingin bangun. Terlihat dari tidurnya yang begitu nyaman. Tidak terganggu dengan Sagara yang memanggil dirinya untuk bangun."Vi, Tante lo ada di ruang tamu, anjir!" Sagara tidak bohong saat memgatakan itu. Alisha pagi-pagi sekali datang ke apartemen mereka. Untuk berkunjung, beruntung Sagara sudah bangun bahkan sedang menyiapkan sarapan untuk dirinya dan Viana. Jika, Sagara seperti Viaja yang belum juga bangun. Alisha akan tahu jika mereka ternyata pisah kamar. "Apa?" Detik itu juga Viana membuka matanya. Napas Viana memburu karena terkejut. Bahkan nyawanya belum terkumpul, tapi Sagara sudah memberitahu kabar buruk."Buruan bangun terus mandi. Tante lo lagi masak sekarang di dapur!" Ya, Alisha memgambil alih pekerjaan Sagara di dapur. "Bentar-bentar nyawa gue belum kumpul!" Viana terbengong sambil men
"Apa berangkat bareng lo?" teriak Viana bersaman dengan lift terbuka. Sagara reflek membungkam mulut Viana. Membuat gadis itu memukuli tangan besar yang berada di mulutnya. Dia melotot pada Sagara saat lelaki itu tidak kunjung melepaskan bekapannya. "Iya, lagian gue terlanjur bawa mobil!" Sagara sengaja mengambil kunvi mobilnya. Dan meninggalkan motor kesayangannya itu.Semua karena kedatangan Alisha, yang merusak tatanan kebiasaan mereka. "Gak mau lah! Inget, ya gue gak mau ada yang tahu kalo gue sama lo nikah!" sentak Viana sedetik setelah Sagara melepaskan bekapannya. "Lo pikir gue mau?" balas Sagara tak kalah sinis, "gak usah ngerasa kalo di sini lo aja yang gak mau pernikahan ini diketahui banyak orang! Tapi, gue juga yang gak sudi orang-orang tahu kalo gue nikah sama cewek sinting kaya lo!" Viana melotot kesal. Saat ini keduanya sudah berada di parkiran bawah tanah di kawasan apartement elit ini. Mereka berjalan menuju mobil Range Rover Velar dengan warna hitam mengkilap
"Lo masih inget anak kelas sepuluh yang waktu itu numpahin minuman ke baju gue?" tanya Viana pada ketiga sahabatnya."Masih inget, tapi lupa nama," jawab Kanara sambil mengunyah otak-otak miliknya."Kenapa emang?" Rachell bertanya balik sambil menyeruput teh manis miliknya."Masih pagi, Chell, udah sambelnya ga usah banyak gaya!" Seyra ngeri sendiri melihat bakso milik Rachell yang kuahnya dipenuhi sambal. Lihatlah, sahabatnya itu terlalu banyak gaya. Masih pagi diajak ke kantin untuk jajan, malah pesan bakso. Kuah sambalnya sudah merah dipenuhi oleh sambal. Lihatnya saja sudah ngeri sendiri. "Enak, anjir!" balas Rachell yang wajahnya sudah dipenuhi oleh keringat."Serah lo, deh!" Seyra sudah lelah memghadapi Rachell. Ingatkan Seyra nanti jika Rachell nangis-nangis karena sakit perut untuk tidak peduli!"Jadi, kenapa lo sebut nama cewek kelas sepuluh waktu itu? Dia buat ulah lagi?" Kanara kembali menarik topik yang hampir tertinggal. Seperti perasaanya untuk seseorang.Viana menggel
"Ikut gue!" Dengan tak berperasaan Kanara menyeret Alin dibantu oleh Seyra. "Lepasin, Kak!" Alin terus meronta mencoba melepaskan diri dari Kanara dan Seyra. Tapi, tenaga keduanya tidak sebanding dengan dirinya yang kecil. Postur tubuh Alin begitu kecil dan kurus. Terlihat sekali jika gadis itu lemah. "Ntar gue lepasin, tapi gak sekarang!" Kanara terus memaksa Alin untuk mengikutinya. Seyra dan Kanara menjemput Alin di kelasnya. Dan memaksa siswi tersebut untuk mengikutinya. Bahkan saat Alin menolak, Seyra dan Rachell menyeretnya secara paksa dan kasar. Sekali lagi semua yang dilakukan oleh Viana dan ketiga sahabatnya. Tidak ada yang berani ikut campur. Teman sekelas Alin, hanya diam aaja dan mencoba tidak peduli. Mereka tentu mencari aman dengan tidak mencampuri urusan Keempat kakak kelasnya. Yang suka sekali menindas itu. Mereka tidak ingin berurusan dengan keempat siswi yang sangat berpengaruh di SMA Galaksi. "Gak mau, Kak! Lepasin tangan aku sakit!" rintih Alin yang tidak
"Lo tau alasan gue nyeret lo ke sini?" tanya Kanara sambil tersenyum licik. Alin menggeleng dengan takut. Dia memundurkan tubuhnya, tapi Seyra dengan cepat mendorong Alin hingga terjatuh. Ringisan Alin membuat Rachell dan Seyra tertawa."Sorry, gue sengaja!" Seyra tergelak pelan diikuti Rachell."Gue mau ngasih hadiah sama lo! Iya, kan?" tanya Kanara menatap satu persatu ketiga sahabatnya.Viana menjentikan jari sambil mengangguk. Dia mengeluarkan sebuah lip tin dari saku seragamnya. Begitupun dengan Rachell yang sudah menyiapkan peralatan makeup. "Lo itu cantik, tapi kita bakal dandanin lo biar lebih cantik lagi!" Seyra tampak bersemangat sejak tadi. Dia terlihat tidak sabar mengerjai adik kelasnya satu ini."Kak, lepasin aku! Aku mau ke kelas udah mulai jam pelajarannya!" Alin mencoba memberi alasan untuk kabur dari keempat kakak kelasnya ini."Udah gampang gue tadi udah izinin lo, kok," kata Seyra yang tentu saja bohong. Dia hanya menggertak pelan teman sekelas Alin untuk tidak m
Bab 30 "Gue puas banget udah nyiksa Alin!" Kanara tertawa puas seperti antagonis dalam sebuah drama. "Tapi, ini belum seberapa, anjir!" Rachell memasukan kedua tangannya pada saku jas almameternya. "Kita cuma dandanin dia kaya badut doang!" "Chell, kaya gitu juga udah nyiksa dia, anjir! Bayangin aja tadi dia nangis sampe sesenggukan kaya gitu!" Kanara menghampiri Rachell dan merangkul sahabatnya itu. "Lo kurang puas?" tanya Kanara yang diangguki oleh Rachell. "Oh, ternyata Rachell kita gak sebaik yang orang lain kira!" Kanara menutup mulutnya pura-pura syok. "Apa, sih, anjir?" Rachell melepaskan rangkulan Kanara dengan kasar. "Kalo mau gila gak usah bawa-bawa gue!" "Sensi banget, sih, lo! Dasar cewek!" sentak Viana yang sejak tadi diam."Lo juga cewek, anjir!" Rachell menabok pelan lengan Viana. "Tapi, gue gak sensi kaya lo!" balas Viana membuat ketiga sahabatnya tergelak pelan."Apa? Gak sensi?" Seyra bergerak maju di hadapan Viana. "Coba lo inget-inget lagi. Di antara kita b
"Lo itu emang anjing, ya?!" Agatha berjalan mendekati sosok perempuan dengan seragam khas SMA Galaksi. Tatapan Arga menunjukan kemurkaan yang tak bisa ditahan lagi. "Gimana hadiah gue? Lo seneng, kan?" Rachell yang menyadari kedatangan Agatha dari balik dinding belakang SMA Galaksi. Dia sudah menunggu wanita hamil itu sejak dua belas menit yang lalu di belakang gedung SMA Galaksi yang terdapat sebuah gang kecil. Di mana ujung gang terdapat sebuah warung makan yang biasa menjadi tempat tongkrongan geng Verdon. Agatha yang murka dengan Rachell. Mengangkat tangannya bersiap untuk menampar wajah angkuh gadis yang merupakan mantan sahabatnya itu. Namun, sebuah tangan kekar menahan pergerakan Agatha. Satya Mahendra— dia yang sejak tadi mengawasi interaksi singkat antara Agatha dan Rachell yang hanya lima menit saja. Segera mendekat saat melihat wanita itu ingin menyakiti gadisnya. "Jaga tangan lo, jalang!" desis Satya dengan nada tajam dan menusuk. Agatha membelalakkan matanya saat m
"Kemarin, gue diculik sama Agatha. Gu—""What the hell?" Teriakan Rachell dan Seyra secara bersamaan menghentikan kalimat Viana yang kini menggantung di udara. Viana kembali menatap kedua sahabatnya yang berada di hadapannya dengan ekspresi datar. Keduanya itu terlaluwbay sejak tadi, tenggorokannya tidak merasakan sakit kah? Sejak tadi berteriak terus seperti Tarzan. Rachell yang biasanya alim, kini ikutan gila seperti Seyra. Apakah karena tidak diberi kabar oleh dirinya semalam membuat keduanya seperti ini?"Brengsek! Jadi, ini alasan muka Lo luka-luka kaya gini?" Seyra segera mendekat pada Viana, dia meraba pelan wajah Viana yang dipenuhi oleh lebam. Tapi dengan cepat sahabatnya itu menepis tangannya dengan pelan. Viana mengangguk. Membuat atensi Rachell menatap wajah Viana dengan tubuh yang dia condongkan agar lebih dekat dengan Viana."Ceritain secara jelas ke kita, Vi!" Dari nada bicara Rachell terdengar menuntut. Ekspresi wajah gadis itu berubah serius dengan sorot mata ya
"Viana, kenapa nomor lo nggak bisa dihubungin, sih? Bikin orang khawatir aja, sih, Viana Rajendra!"Rachel segera menyerbu Viana dengan kalimat yang sudah dia siapkan sejak tadi. Dia menarik gadis yang berstatus sebagai sahabat dekat yang sudah dia anggap seperti saudara sendiri agar duduk di sampingnya. Seyra yang tengah merapihkan buku-buku pelajaran dan peralatan sekolah lainnya di dalam tas. Segera mendekat pada sahabatnya yang sudah membuat dirinya khawatir semalaman. "Dari mana aja, sih, lo?" Seyra berdecak pelan sambil mengambil duduk di depan meja Viana dan Rachell. "Hoby banget bikin orang panik!"Viana tidak langsung menjawab. Dia terlalu bingung untuk menjelaskan apa yang terjadi padanya kepada Rachell dan juga Seyra. Kedua sahabatnya itu berhak tahu atas apa yang dia alami kemarin. Viana selalu menceritakan apa yang terjadi padanya kepada kedua sahabatnya. Terkecuali pernikahannya dengan Sagara dan juga pernikahan Arthur dengan Alisha. Viana bangkit dari duduknya. Membu
"Makasih, udah mau berbagi keluh kesah kamu ke aku, Na."Sagara menarik Viana ke dalam dekapan hangatnya dari samping. Dia mengusap punggung sang gadis dengan lembut. Dia merasa senang Viana bisa terbuka seperti ini padanya. Dia tidak pernah berpikir sedikitpun bahwa dirinya dan Viana akan berada di moment seperti ini. Viana yang selalu bersikap angkuh dan mempertahankan gengsinya yang begitu tinggi. Bisa mengeluarkan air matanya di depan dirinya, bahkan gadis itu menunjukan kerapuhannya yang selama ini disembunyikan oleh wajahnya yang datar dengan kedua mata yang selalu menatap siapapun dengan sinis. Mini tatapan Viana berubah menjadi rapuh, dengan derai air mata yang mengenang di pelupuk matanya. Gadis angkuh yang ditakuti oleh semua murid di SMA Galaksi menunjukan sisi rapuhnya pada Sagara. Gadis itu menyimpan banyak luka di balik wajahnya yang angkuh. Viana selalu menunjukan bahwa hidupnya bahagia, nyatanya jauh dari semua itu. Tanpa sadar mendengar cerita pilu Viana, hati Saga
"Jadi, Papa nikah sama Tante Alisha di belakang aku selama ini. Pantes aja Papa jarang pulang ke rumah dan lebih milih buat netap tinggal di kota Luton dengan alasan pekerjaan." Tangan Sagara terus mengusap bahu Viana yang berada dalam rangkulannya dengan lembut. Telinganya dia pasang untuk mendengarkan cerita Viana. Saat ini dirinya dan Viana masih berada di kamar gadis itu. Atas permintaan Viana sendiri yang meminta pada dirinya untuk menemani Viana di dalam kamar. Selama pernikahan mereka ini pertama kalinya untuk Sagara dan juga Viana berada di dalam satu kamar yang sama. Apalagi ini kamar utama milik Viana, gadis itu yang melarang keras dirinya untuk tidak memasuki kamarnya sembarang. Ruangan itu tidak begitu luas, tapi tertata rapi dan nyaman. Dindingnya didominasi warna putih bersih, dihiasi dengan beberapa lukisan abstrak bernuansa pastel. Sebuah tempat tidur queen size dengan sprei katun halus berwarna biru muda berada di tengah ruangan, dihiasi dua bantal empuk dan sebuah
"Gara, aku minta maaf atas ucapan Papa."Viana menatap Sagara yang duduk membelakangi jendela besar apartemen mereka. Cahay yang berasal dari lampu jalanan kota malam dari kejauhan menerobos masuk, menciptakan siluet suram dari sosok suaminya yang masih membisu. Sejak kepergian Arthur, ruangan apartemen mewah namun berkonsep minimalis itu seakan kehilangan kehangatannya. Dinding putih bersih dan pencahayaan hangat tak mampu meredam hawa dingin yang menyelimuti keduanya.Sagara masih membeku di tempatnya, kedua tangannya mengepal di pangkuan. Hatinya masih terasa nyeri. Penyesalan Arthur menikahkan dirinya dengan Viana, ditambah ucapan Arthur yang membandingkan dirinya dengan Ravin. Semua itu masih terngiang di telinga Sagara. Dia memang sudah menyadari ini sejak awal. Ayah mertuanya itu sekana tidak mempercayakan Viana sepenuhnya padanya. Ya, itu wajar sih karena dia dan Viaja sebelumnya tidak saling mengenal. Terus juga Arthur seorang Ayah tidak mudah menyerahkan anak gadisnya pada
"Arthur, sekarang kita pulang aja, ya." Alisha mendekat pada sang suami. Dia mengusap bahunya yang bergetar menahan emosi dengan lembut. Berusaha untuk menenangkan pria itu, dia tidak ingin kemarahan Arthur menambah kebencian Viana padanya. Lebih baik dirinya dan Arthur pergi sekarang juga. Situasinya sudah tidak bisa dikondisikan lagi. Ucapan Arthur sudah benar-benar ngawur. Hal yang di luar dari permasalahannya dengan Viana dibawa-bawa. Seperti penyesalannya menikahkan Sagara dengan Viana. Seharusnya Arthur tidak berbicara seperti itu di depan Sagara secara langsung. Itu keputusan Arthur sendiri menikahkan Sagara dengan Viana. Tidak seharusnya Arthur menyesal atas keputusannya sendiri. Bahkan membandingkan Sagara dengan Ravin— kekasih Viana sebelumnya. Itu tidak baik, Sagara pasti akan sakit hati dengan perkataannya. "Viana butuh waktu. Jangan buat permasalahan ini semakin panjang." Alisha segera menarik Arthur keluar dari apartement Viana dan juga Sagara. Suaminya itu han
"Arthur, sekarang kita pulang dulu. Biarin Viana tenang!" Alisha menyadari situasi yang semakin menegangkan. Ditambah gelagat Arthur yang mulai menatap Sagara dengan pandangan berbeda dari biasanya. Dia tahu arti dari tatapan Arthur sudah jelas suaminya itu akan menyalahkan Sagara. Arthur seolah tuli. Dia tidak menggubris ucapan Alisha, dia berjalan mendekat pada Sagara yang bergeming di tempatnya. Tatapan menantunya itu penuh tanya padanya. "Udah berapa kali kamu buat putri saya terluka, Sagara?" Arthur menatap Sagara dengan tajam. Dia tahu apa yang terjadi pada Viana beberapa Minggu terakhir. Dia tahu bahwa Viana diculik oleh musuh Sagara, dan hari ini Viana kembali diculik oleh Agatha. Arthur tahu siapa Agatha, perempuan yang menjadi mantan sahabat putrinya. Dia tidak tahu alasan apa yang membuat Agatha melakukan hal buruk pada Viana. Dia akan mencari tahu itu nantinya. Tujuan dirinya menikahkan Viana dengan Sagara. Selain karena bisnis, dia juga ingin putrinya ada yang men
"Nggak ada orang tua yang tega nelantarin anaknya kaya gini. Bertahun-tahun aku hidup cuma sama Bi Mira, Papa nggak pernah tau apa yang terjadi sama aku. Papa nggak pernah tanya kabar aku kaya gimana di rumah, Papa nggak pernah tanya sekolah aku kaya gimana. Nggak, Pa! Nggak!" Viana bangkit dengan kedua mata berkaca-kaca. Kedua tangannya mengepal dengan sempurna. Menahan gejolak emosi yang siap meledak kapan saja. "Papa, nggak pernah peduli sama aku. Papa berubah semenjak Mama nggak ada," lanjut Viana menutup wajahnya menggunakan kedua tangannya. Isak tangis Viana mulai terdengar. Membuat ruang tamu apartemen itu semakin menegangkan. Hanya ada isak tangis yang tercdengar di ruangan dengan ukuran sedang. "Viana, tolong dengerin penjelasan Papa dulu. Dengan kamu marah-marah sambil nangis kaya gini yang ada masalah nggak selesai-selesai." Arthur mendekat pada Viana, tapi suara putrinya itu kembali terdengar. "Penjelasan apa lagi? Penjelasan kalo Papa sama Tante Alisha nikah diam-di