"Bagaimana, Mas? Apa kamu puas dengan pelayananku semalam? Aku tahu kamu puas karena kamu sudah lama dianggurin oleh istrimu itu." Sebuah chat masuk di ponselku. Aku heran, kok bisa ada kalimat seperti itu yang terkirim di ponselku? Apa ini sebuah Chat nyasar? tapi mana mungkin? tidak lama kemudian, muncul juga sebuah gambar, sepasang manusia tidak tahu malu sambil berpelukan mesra dengan pakaian yang tidak sopan.
Lekas aku mematikan ponselku karena emosiku yang yang tak terbendung. Dan ketika aku menghidupkan kembali ponselku, sebuah foto profil dengan gambar yang sama terpampang jelas di beranda fbku. "Kejam kamu, Mas, kejam! Baru sehari kabur dari rumah, ternyata main mu sudah sejauh itu." ucapku dengan hati yang hancur. Sungguh hatiku hancur melihat gambar yang diunggah di akun suamiku di F******k itu. Apa dia ingin membuat aku cemburu atau bagaimana hingga ia tega mengunggah gambar yang menunjukan kedekatan ia dengan kakak ipar. 'Ya, ampun, Mas, kenapa bersamaku kamu selalu marah - marah, sedang di luar sana bersama wanita lain yang bukan pasanganmu kamu bersikap begitu hangat? Apa salahku, Mas?Ataukah selama ini kamu hanya mencari gara -gara denganku agar bisa bermusuhan dan pergi dari rumah untuk bersama dengan kakak iparmu yang cantik itu? Karena aku sebenarnya tidak yakin kalau hubungan keduanya hanya sebagai kakak ipar dan adik ipar, melihat gambar mereka di vidio itu aku yakin keduanya mempunyai suatu hubungan khusus. "Ini Kak Sandra. Dia kakak iparku. Hubungan kami begitu dekat layaknya kakak dan adiknya sendiri." begitu ucap Mas Hearfy padaku waktu itu memperkenalkan Mbak Sandra padaku di depan kakaknya sendiri yang disambut oleh kakaknya dengan tersenyum ramah padaku. Aku hanya mengangguk dan tersenyum melihat keakraban dia dengan Mbak Sandra, keduanya tanpa risih sedikit pun sering berpegangan tangan berangkulan walau didepan kakaknya sendiri. Aku masuk ke keluarga mereka waktu itu setelah kakak iparku itu sudah setahun berumah tangga. Mbak Sandra ini seorang wanita yang sangat cantik dengan postur tubuh yang montok. Badannya berisi dan tinggi dibalut kulit yang putih bersih. Dia tidak mempunyai anak dari pernikahannya bersama Kakaknya Mas Hearfy. Entah ada alasan apa yang membuat kedua suami istri itu dulu sampai tidak mempunyai momongan, padahal menurut yang kudengar dari Ibu mertua kalau keduanya sama -sama sehat dan subur, jadi tak ada kendala sedikit pun untuk memiliki momongan. Setelah kepergian suaminya, Mbak Sandra tetap tinggal di rumah mertua hampir dua tahun ini. Hubungan dia dengan orangtuanya Mas Hearfy sangat baik dan bisa dikatakan cukup harmonis. Tak pernah terjadi pertengkaran atau pun perselisihan diantara mereka. Begitu pun hubungannya dengan Mas Hearfy. Hubungan mereka selama ini sangat baik, seperti saudara kandung saja layaknya. "Dek, Dewi, Mbak pinjam suaminya sebentar ya, nggak lama kok, hanya mau nganterin Mbak ke rumah teman buat arisan." ucap Mbak Sandra padaku setiap kali ia meminta tolong pada Mas Hearfy. Atau kalau malam juga dia sering telepon padaku untuk meminta tolong pada suamiku itu. "Dek Dewi, tolong bilang suamimu ke rumah sebentar untuk menolong Mbak. Lampu di rumah Mbak mati ini makanya semua perabotan nggak jalan." Nah kalau sudah seperti itu, tak ada alasan apa pun yang mampu mencegah Mas Hearfy untuk tidak pergi ke rumah Mbak Sandra. Walau hujan lebat sekali pun dia tetap akan samperin ke sana. Bahkan demi mau menolong kakak iparnya itu, ia rela mengabaikan ku yang sedang hamil besar tinggal di rumah sendirian. Selama ini aku tak merasakan hal yang aneh sedikit pun dari hubungan mereka. Walau pun Mas Hearfy sering membantunya dalam hal apa pun, aku masih tetap percaya bahwa keduanya tidak akan melakukan sesuatu yang akan mengotori nama besar keluarga kami. "Aku percaya sama kamu, Mas, kamu tidak mungkin kan mau berbuat yang tidak tidak di belakangku?" ucapku setiap kali ketika ia mau ke rumah Mbak Sandra untuk menolongnya. Aku pun tak keberatan dengan kesanggupan Mas Hearfy yang sering mengantarnya untuk berpergian entah siang atau pun malam. Bila Mbak Sandra menelpon untuk meminta tolong padanya, Mas Hearfy tetap saja membantu dengan alasan kasihan pada Perempuan itu. "Iya, Dek, kalau bukan sama Mas, mau sama siapa lagi ia meminta tolong? karena selain dia sudah tidak mempunyai suami, dia juga seorang kakak ipar yang baik," itu menurut Mas Hearfy setiap kali ia akan pergi membantu Mbak Sandra. Dan aku pun tak pernah mau berpikiran yang bukan - bukan pada kedekatan mereka karena selain aku menjaga kondisi kandunganku, terlebih Mbak Sandra tinggal serumah dengan kedua mertuaku sehingga aku tak curiga sedikit pun terhadap kedekatan mereka. Kini aku baru sadar. Rasanya seperti ada yang janggal pada hubungan keduanya. Mereka begitu dekat dan begitu rapat, seolah tak ada jarak lagi diantara keduanya. *** Dengan emosi yang membara, sore itu juga dengan membawa serta bayiku aku memutuskan untuk pergi ke rumah mertuaku yang letaknya dekat kampung sebelah. Aku pikir, ini waktu yang sangat lah tepat, karena tak mungkin juga Mas Hearfy menyangkah kalau aku akan ke rumah orangtuanya disaat kami baru saja bertengkar hebat di rumah. "kita ke rumah nenekmu, Sayang. Ibu akan memperjuangkan apa yang sebenarnya menjadi hakmu." ucapku pada bayiku sekedar untuk menguatkan ku sendiri. Dengan mengendarai motor matic milikku aku pun gegas ke rumah mertuaku. Kali ini aku sengaja menepikan motorku agak jauh dari rumah mertua bermaksud untuk memberi kejutan pada mereka. Perlahan, aku pun melangkah menuju ke rumah mertuaku untuk mencari tahu apa yang sedang terjadi di dalam sana. Aku tahu semua mereka pasti ada di dalam rumah walau pun kulihat pintu depan rumah yang sedang tertutup rapat. Sebab tidak mungkin mereka semua sudah bubar karena unggahan tadi baru di share sepuluh menit yang lalu. "Rupanya anakku sudah bahagia, Pak, ia tak bermuram durja seperti kedatangannya tadi pagi lagi." Tiba di depan rumah, kudengar suara Ibu mertua pada Mas Hearfy dan suara tawa yang sangat keras dari Mas Hearfy. rupanya mereka semua berada di dapur. Hatiku seketika terasa sakit. Di rumah ia benci dan membuatku terluka dan menangis. Akan tetapi, di rumah ibunya ia malah tertawa bahagia seolah tak ada masalah sedikit pun. Perlahan dan tanpa suara aku pun melangkah menuju ke dapur. "Ini karena ia mau menikah mungkin, Bu, makanya ia bahagia." sela Bak Sandra. "Ya, Ibu setuju kalau kalian nanti menikah. akan tetapi jangan dulu melakukan dalam waktu dekat ini. Kamu harus buat rumah tanggamu seolah kelihatan hancur parah dari luar. Supaya orang - orang tak akan berpikiran buruk tentang kalian." Suara Ibu mertua yang nyaring dan jelas terdengar sampai di telingaku dan membuat badanku limbung karena kehilangan keseimbangan secara mendadak. Sungguh aku tak percaya kalau dari mulut beliau ke luar pernyataan seperti itu untuk menghancurkan rumah tanggaku. "Iya, Bu. Aku juga sudah capek punya istri macam dia. Tak ada apa pun dari dirinya yang bisa aku banggakan pada teman temanku di luar. Ia terlalu membosankan apa lagi setelah hamil dan melahirkan. Duh, amit - amit dah, mual aku kalau dekat dia." suara Mas Hearfy kembali menghinaku. "Ah, masa, Yang, orang Dewi nya cantik kok. " kali ini kudengar suara dari Mbak Sandra. Aku rasa ia bukan ingin memujiku karena tak ada ketulusan dari suara itu, akan tetapi ia cuma memancing agar Mas Hearfy semakin menghinaku. Dan ternyata dugaanku memang benar adanya. karena setelah perkataan dari Mbak Sandra, Mas Hearfy pun menimpali dengan ucapan hinaan yang sangat menyakiti hatiku. "Duh, Yang, cantik dari mana dia sekarang? kalau dulu waktu gadis, iya, akan tetapi sekarang? Jangankan cantik, badannya saja penuh dengan bauh minyak telon. Mana bisa aku mau dengan perempuan macam begitu? Yang ada malah eneg." Demi mendengar kalimat demi kalimat hinaan yang dilontarkan oleh Mas Hearfy untuk menghinaku, harga diriku sebagai seorang wanita kurasa seperti terinjak- injak. Dan tak bisa dicegah lagi, aku pun gegas masuk ke dalam rumah untuk melabraknya. "Oh, jadi begitu sifat kalian di belakangku yang sebenarnya,hah?! Ternyata selama ini kamu hanya mencari alasan saja agar bisa bertengkar denganku?! Kamu memang lelaki tak punya hati! Dasar lelaki iblis. Aku benci kamu!" bentakku. Aku berpura- pura seolah tak mendengar pembicaraan mereka untuk menikah lagi. Seluruh pasang mata terbelalak melihat kehadiranku di situ. Apa lagi Mas Hearfy, wajahnya pucat pasi, mungkin ia tak menduga aku bisa samperin dia ke rumah orangtuanya. Melihat kehadiranku di situ sambil menggendong anak, Mas Hearfy bangun dari duduknya dan mengatakan permintaan maaf padaku. "Maafkan aku, Dek Dewi. Ini semua bukan seperti yang kau pikirkan."Apakah dia sangat menyayangi putraku? Kalau benar iya, aku merasa sangat bersyukur dan beruntung dipertemukan dengan nya dan bisa bersahabat dengannya...***"Kurang ajar! beraninya kamu berjaya begitu padaku. Dasar wanita miskin tak tahu diri. Muak aku sama kamu." Sandra kulihat melangkah kakinya untuk mengejar ku yang sudah mulai turun dari atas tempat pengantin, tapi nas, mungkin karena ia menginjak gaunnya sendiri, makanya ia langsung terjatuh hingga terdengar bunyi gedebuk dari arah belakangku. Aku segera menengok ke belakang, dan juga semua turut berdiri dan mendekat ke arah pengantin wanita yang terjatuh hingga gaun putih panjangnya belepotan debu dan tanah yang menimbulkan warna lain di gaunnya. "Mas, cepatan tarik aku dong, Mas, aku nggak bisa berdiri nih " seru Mbak Sandra. Bagaimana dia mau berdiri? sementara gaun panjangnya tertindih kakinya sendiri. Walau pun mendengar teriakan minta tolong dari Mbak Sandra, akan tetapi baik para tamu undangan atau pun kedua mertua
Akhirnya, pernikahan antara Hearfy dan Sandra pun dilaksanakan juga, walau pada dasarnya ia belum menceraikan Dewi secara sah. Pernikahan itu digelar sangat meriah, hanya lebih meriah pernikahan pertamanya dengan Dewi dulu saat ayahnya masih menjabat sebagai kepala desa di kampung itu. Akan tetapi, bagi ukuran warga desa itu, pernikahan keduanya ini pun tergolong sangat mewah dan meriah, ketimbang para warga lain yang hanya mengadakan resepsi kecil kecilan atau istilahnya ramah tamah sederhana. Dan seperti yang dikatakan Sandra, ia memang mengundang Dewi mantan istri Hearfy untuk menghadiri acara syukuran pernikahan itu. Dilihatnya kiri kanan, semua manusia yang berjubel memadati halaman rumahnya, tapi ia tak melihat Dewi ada di situ. "Kurang ajar! Berani benar dia nggak menghargai undangan ku. Sudah miskin tapi belagu. Awas dia!" ia menggerutu sendiri. Hearfy yang berdiri di sebelahnya pun menasihati agar jangan uring uringan di depan tamu, takutnya ada yang berpikiran yang buk
"Mas, usir mantan istrimu itu, Mas, aku tidak suka mereka tinggal di situ.""Iya, sayang, nanti aku akan mengusir mereka." sahut Hearfy lirih. "Mas, nggak benar kan, apa yang mantan istrimu itu katakan, kalau rumah itu miliknya? Soalnya aku kepikiran terus tentang perkataannya itu.""Ya enggaklah sayang. Rumah dia dari mana? Itu rumah yang dibangun oleh Ayah untukku, bukan untuk dia. Jadi tenang saja besok atau lusa aku pastikan akan mengusir mereka."; Sahut Hearfy menipu calon istrinya tersebut. Sandra yang tidak tahu menahu masalah penjual belian tanah itu percaya saja akan ucapan Hearfy.Ia bangga akan dirinya yang bisa merebut Hearfy dari Dewi istrinya untuk menjadi suaminya."Ternyata usahaku nggak sia sia. Mas Hearfy sudah masuk dalam jebakan perangkap cintaku. Tak sia sia aku selalu menyenangkan hatinya dengan tubuhku, melayani kebutuhan batinnya selama istrinya mengandung dan melahirkan. Sebentar lagi aku nggak usah sembunyi sembunyi lagi bermesraan di depan orang karena
"Aduh, uang sebanyak ini mau kuapakan ya? Aku ingin membuka usaha saja atau bagaimana? Tapi kalau aku buka usaha, aku khawatir semua orang akan curiga padaku. Mereka pasti bertanya tanya, dari mana aku bisa mendapatkan modal sebanyak itu? Secara aku hanya seorang wanita rumahan dan Ibu rumah tangga pula. Pasti mereka akan mencurigai yang bukan bukan padaku nanti. Ah, lebih baik aku jangan gegabah. Aku tahu g saja dulu yang itu. nanti setelah waktunya tepat, barulah aku akan membuka usaha." Aku membatin sendiri. Akhirnya setelah berpikir cukup lama, aku pun mengambil sebuah keputusan, untuk menabung saja dulu. Kalau waktunya sudah tepat, barulah aku akan membuka usaha, apa pun itu. Semenjak aku sudah memperoleh penghasilan sendiri, kebutuhan aku dan anakku pun semua tercukupi. Aku bisa membelikan di kereta bayi. Yang mana kereta ini sangat bermanfaat untukku. Aku bisa nendudukan anakku di situ, di saat aku melakukan kegiatan harianku yaitu menulis novel. Seperti hati ini, kare
"Mbak Sandra, Mbak Sandra, aku tuh bukan seperti kamu, pura pura minta tolong, tapi ternyata mau bermain lato lato dengan suami orang. jaga saja suami Mbak, jangan sampai ..."***Akhirnya pada sore harinya, aku pergi ke rumah Bu Wati untuk berpamitan pada beliau kalau keesokan harinya aku akan kembali ke rumahku.Pada awalnya beliau terheran heran mendengar ucapanku, tapi setelah ku jelaskan bahwa aku telah membeli rumah itu dengan bantuan orangtuaku, beliau pun akhirnya mengangguk setuju."Ah, kalau begitu malah bagus, Nak, Ibu mau lihat bagaimana nanti tanggapan dari mertua dan suamimu saat tahu kamu sudah memiliki rumah itu. Biar mereka semakin kepanasan dan bila perlu jadi darah tinggi sekalian. Emosi Ibu melihat tingkah mereka yang sangat angkuh itu." ucap Bu Wati kesal.Keesokan harinya, aku segera berkemas untuk pindah ke rumahku kembali. Rasanya sangat lega, bisa kembali lagi ke rumah tersebut.Melihat kehadiranku kembali di rumahku, Bu Rohaya langsung datang bertam
Hari masih amat pagi, ketika Bu Rohaya datang ke rumah. Aku pun langsung membuka pintu dan mempersilakan dia untuk duduk. Wajah beliau terlihat sangat sumringah. Aku yakin, pasti ada kabar gembira untukku di pagi ini. "Maaf, Nak, kalau Ibu datangnya terlalu pagi. Apa ini tidak menggangu bayimu yang lagi tertidur?" tanya Bu Rohaya dengan suara perlahan. Aku tersenyum. "Tentu saja tidak, Bu. Ya ampun, kenapa Ibu sampai berpikiran seperti itu? Kayak saya ini orang lain saja." ucapku dan wanita paruh baya itu pun tersenyum. "Begini, Nak Dewi, Ibu mau mengantar buku sertifikat ini. Segala urusan mengenai penjual belian, dan tanda tangan serah terima pun sudah dilakukan oleh teman Ibu yaitu Bu Evi di kantor desa kemarin. Yang menjadi permasalahannya, besok, Bu Evi mau ikut suaminya yang bertugas di pedalaman. Menurut saran beliau, baiknya, pagi ini juga Nak Dewi harus mengurus surat jual beli lagi di kantor desa atas nama Bu Evi sebagai pihak pertama atau penjual dan Nak Dewi sendiri