Jangan lupa follow dan subscribenya ya! Terima kasih.Tok tok tokTerdengar ketukan pintu kamar."Selamat malam, Bu Sundari. Makan malam spesial untuk Bu Sundari dan Pak Gatot sudah kami siapkan," terang pegawai hotel."Makan malam? Tapi saya belum pesan apa-apa untuk makan malam.""Semua sudah disiapkan oleh pihak hotel, Bu."Aku hanya bisa mengangguk, mendengar jawaban dari pegawai hotel. Pasti Mama Intan lagi yang melakukannya.Makan malam spesial berdua dengan Ardian? Aku menutup wajah dengan kedua telapak tangan dan sedikit membayangkan hal tersebut. Wajah Ardian yang kaku dan ucapannya yang ketus terlintas dipikiran.Hemh ... sudahlah, lebih baik aku tidak memberitahu hal ini pada Ardian.Tidak berapa lama, Ardian keluar dari kamar mandi. Dia hanya mengenakan celana pendek dengan handuk yang melingkar di lehernya.Aku yang masih berdiri di dekat pintu kamar segera memalingkan wajah. Baru kali ini aku sekamar dengan suamiku sendiri. Rasa canggung begitu kurasakan.Tak ada obrolan
Mama Intan menyambut kepulangan kami dengan raut wajah begitu tenang. Sedangkan aku sedikit takut karena sudah membohongi Mama Intan soal Gatot yang sebenarnya Ardian."Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumsalam."Aku mencium punggung tangan Mama Intan dan memeluk beliau. Sedangkan Gatot masih berdiri di samping mobil dengan menatap ke arah kami."Ma ... Sundari bisa jelaskan.""Tidak perlu, Sundari! Apapun yang kamu lakukan, pasti sudah kamu pikirkan sebelumnya, kan?""Sundari hanya ingin Mama bahagia. Sundari ingin membalas kebaikan Mama selama ini.""Iya, Mama paham. Bagaimana selama di luar kota?""Kerjaan Alhamdulillah lancar, Ma.""Terus?"Pasti Mama ingin menanyakan soal aku dan Ardian selama di luar kota. "Kenapa Mama melakukan hal itu? Mama tahu, kan, bagaimana hubungan Sundari dan Ardian?"Mama Intan tersenyum tipis. "Kamu juga tahu, kan, bagaimana hubungan Mama dan Ardian? Kenapa kamu nekat melakukan hal ini? Bahkan sampai membohongi Mama. Tidak bisa secepat itu Sundari, Mama dan
Perasaanku begitu gugup. Karena malam ini pertama kalinya aku dan Ardian benar-benar menjadi suami istri seutuhnya. Kini Ardian mendekatiku. Dia memberi senyum yang begitu hangat. "Sundari. Ini adalah malam pertama kita yang tertunda begitu lama. Maafin aku."Aku mengangguk pelan dengan jantung yang berdegup kencang. "Apa kamu masih menyimpan cincin pernikahan kita, Ardian?"Ardian menggelengkan kepala. "Tidak Sundari. Cincin pernikahan itu sudah diambil Mama Mala."Aku menghembuskan napas panjang. "Aku mengerti." Kuperlihatkan senyum tipis pada Ardian.Tiba-tiba Ardian memelukku begitu erat. Aku merasa semua ini seperti mimpi. Kehangatan dari seorang suami yang dulu tak pernah menganggapku, kini kurasakan. Tidak terasa bulir air mata keluar membasahi pipi. Aku bahagi sekali. Tapi ... bagaimana kalau Ardian akan menyakitiku seperti dulu? Perasaan takut mulai bergelayut di pikiran.Aku berusaha melepas pelukan Ardian."Kenapa Sundari? Kamu menangis?""Aku takut, Ardian."Ardian merai
Dengan tangan bergetar, aku mengambil sisa nasi yang berserakan di lantai karena dibuang oleh Nyonya Mala, yang tak lain Ibu mertuaku sendiri."Kamu itu hanya seorang pembantu. Jangan mimpi bisa mendekati Ardian," sebuah ucapan yang dibarengi dengan toyoran di kepala. Berkali-kali aku mendapatkan perlakuan tidak manusiawi di rumah yang begitu mewah dengan fasilitas serba ada tersebut. Pembantu? Ya, aku seorang istri yang selalu dipanggil dengan sebutan pembantu. Bahkan untuk menyebut nama Ardian yang tak lain suamiku sendiri harus dengan sebutan Tuan Ardian."Apa sih, Ma. Pagi-pagi sudah ribut?" tanya Flo adik perempuan Ardian."Mama itu gemes sama pembantu sialan ini, Flo. Apalagi kalau dia dekat-dekat dengan kakakmu.""Suruh pergi saja kenapa, sih, Ma. Lagian Papa 'kan sudah tidak ada.""Tapi bapaknya dia masih hidup, Flo."Keluarga di rumah ini memang sangat membeciku. Karena kedatanganku menjadi istrinya Ardian hanya mempermalukan status mereka sebagai keluarga pengusaha sukses.
Sebuah mobil mewah sudah menjemputku di bandara. Setelah satu tahun aku pergi dari kehidupan Ardian dan keluarganya. Kini saatnya Sundari balik lagi untuk kalian. Dengan berubah menjadi Rubi.Akan kubuat harta kalian jatuh di tanganku agar kalian bisa merasakan menjadi orang miskin. Apa setelah itu kalian masih bisa sombong? "Nona Rubi, silahkan masuk!" ucap seorang laki-laki dengan membuka pintu mobil untukku."Panggil saya Mbak Rubi saja, Pak! Jangan Nona!" Aku tidak ingin meniru gaya keluarga Ardian yang harus menyebut mereka dengan sebutan Nyonya, Tuan, dan Nona. Terlalu sombong.Pandanganku menatap setiap pemandangan yang kulewati saat perjalanan. Rasanya sudah tidak sabar untuk segera memerankan seorang Rubi dihadapan orang-orang sombong dan angkuh itu.Aku menghela napas panjang sesaat setelah turun dari mobil. Sekarang aku sudah sampai di kota ini lagi. Kulangkahkan kaki dengan gaya yang benar-benar sudah berbeda dari Sundari yang dulu. "Assalamu'alaikum," sapaku di sebuah
Malam ini aku harus tampil dengan mewah. Agar Nyonya Mala yang tak lain Ibu mertuaku terkesima melihat penampilanku.Hemh ... keluarga yang selalu menilai seseorang dari status sosialnya."Pak Ahmad, anterin saya, ya!" pintaku pada sopir pribadi."Baik, Mbak Rubi."Tadinya Ardian ingin menjemputku. Tapi aku memang menolaknya. "Mau ke mana kamu, Bi?" tanya Mama Intan yang tiba-tiba datang. "Mama Intan?" ucapku sembari melayangkan pelukan.""Mama ke sini tadinya pengen ngobrol denganmu, Bi. Tapi sepertinya kamu ingin pergi?""Ardian mengundang Rubi makan makan malam, Ma.""Makan malam? Hebat sekali kamu, Bi. Baru bertemu sekali. Ardian sudah langsung mengundangmu malam malam. ""Semua berkat Mama Intan yang sudah merubah Sundari menjadi sosok Rubi.""Ya sudah. Kamu pergi saja! Besok temui Mama di kantor, ya!" jelas Mama Intan sembari menepuk bahuku dan berlalu pergi."Kita berangkat sekarang, Mbak Rubi?" "Iya, Pak." Aku pun langsung melangkahkan kaki masuk ke dalam mobil.Segera kute
Kali ini aku memang belum mendapat kesempatan untuk memberitahu Bapak dan Ibu kalau aku adalah Sundari.Perubahanku memang sangat jauh berbeda dari Sundari satu tahun yang lalu. Makanya Bapak dan Ibu juga tidak mengenaliku. Bahkan, diriku sendiri saja kadang masih tidak percaya kalau Rubi adalah Sundari.Hemh .... Bagaimanapun, aku harus mencari cara agar bisa bicara dengan Bapak ataupun Ibu.Kurang ajar. Kalian telah menjadikan kedua orang tuaku sebagai pembantu."Rubi ... ayo dimakan! Jangan malu-malu! Anggap saja di rumah sendiri! Siapa tahu berjodoh sama Ardian."Seketika netraku membulat sempurna mendengar ucapan dari Nyonya Mala.Berjodoh?Maksud dia, aku berjodoh dengan Ardian? Heh ... aku ini menantu kamu Nyonya Mala. Istri dari Ardian. Tapi aku tidak ingin berjodoh dengannya. "Mama ... kenapa bicara seperti itu? Ngga enak sama Rubi," sela Ardian."Tapi Kak Ardian memang sangat cocok dengan Kak Rubi. Kak Ardian ganteng dan Kak Rubi cantik. Lagian status sosial kita seimbang,
"Bagaimana acara makan malam dengan Ardian dan keluarganya, Bi? Sukses?" tanya Mama Intan dengan menangkupkan kedua tangan dan menempelkan dagunya.Aku pun yang duduk di hadapan Mama Intan mengacungkan dua jempol. "Sukses, Ma. Meskipun ada hal yang tidak pernah Rubi duga."Mama Intan merubah posisi duduknya dengan menyandarkan punggung ke sandaran kursi. "Hal tak terduga? Maksudnya?" "Bapak dan Ibu, ternyata mereka juga ada di rumah tersebut, Ma. Ardian dan keluarganya menjadikan orang tuaku sebagai pembantu."Kuremas tanganku dengan perasaan begitu terluka jika mengingat perlakuan Ardian dan keluarganya terhadap diriku dan juga orang tuaku."Keterlaluan. Apa orang tuamu sudah mengetahui kalau Rubi adalah Sundari?"Dengan gelengan kepala aku menjawab pertanyaan dari Mama Intan."Terus. Apa rencana kamu selanjutnya, Bi?""Rubi sudah mendapatkan cara agar bisa bicara dengan Ibu, Ma."Aku pun menjelaskan semua tentang rencana yang telah kususun pada Mama Intan. Dan Mama Intan sangat men