Celine menjauhkan ponsel itu dari telinganya. Teriakan si penelpon membuat telinganya berdenging. Terutama karena disebabkan ia masih dalam keadaan pengar setelah mabuk berat.
Untungnya si penelpon langsung mematikan sambungan dan tidak bicara panjang lebar. Celine melirik jam yang terpampang di layar ponselnya dan langsung terbelalak.
"Astaga! Pukul 9 pagi. Aku terlambat ke kantor!" seru Celine dengan panik. Dengan tergesa ia mencari koper miliknya dan menemukannya. Dengan sembarang ia mencari pakaian kerjanya yang masih bersih, mengenakannya dengan susah payah dan langsung membereskan koper dan berlari keluar bagaikan sedang dikejar oleh seekor anjing.
Selama berlari Celine baru sadar bahwa ia ternyata berada di sebuah hotel dan akhirnya ia mencari lift untuk turun.
Dengan tak sabar ia mengetukkan kakinya yang mengenakan sepatu bertumit rendah sambil menunggu lift membawanya turun ke lobby. Begitu pintu lift terbuka, Celine segera melesat keluar.
"Selamat pagi, Mrs. Plummer!" sapa pelayan hotel yang kemarin membantu Steven untuk membuka lift.
Celine berpikir pasti orang itu salah mengenali dirinya sebagai orang lain. Ia toh bukan merupakan tamu resmi di hotel ini. Tapi demi kesopanan ia tetap mengangguk sambil tersenyum seraya berjalan cepat menuju pintu keluar dan dengan segera naik taksi menuju ke kantornya.
Malang bagi Celine, seberapa cepat pun ia berusaha untuk sampai ke kantornya, tetap saja ia terlambat. Jalanan yang macet dan jarak yang jauh membuatnya harus berulang kali memantau jam diponselnya.
Tapi akhirnya ia sampai juga di kantornya. Celine turun dari taksi dan membayar ongkosnya kemudian ia memasuki gedung perkantorannya dengan terburu-buru sambil menyeret kopernya.
Ia naik lift menuju ke lantai 10 dimana atasannya Mr. Dave Carmichael menunggunya. Ia tak sadar bahwa beberapa orang terang-terangan memandangi dirinya. Pikiran Celine hanya terpusat pada satu hal. Yakni bagaimana caranya ia meyakini Dave, atasannya itu, bahwa ia tidak bersalah dan bahwa klien merekalah yang mencari gara-gara terlebih dahulu.
Namun baru saja ia memasuki ruangan tempat Dave berada, ia langsung dihadiahi oleh lemparan berkas yang nyaris mengenai kepalanya. Beruntung ia keburu menghindar.
"Mereka membatalkan kerja sama dengan kita!" ucap Dave kesal kepada Olivia, seorang rekan sejawat Celine yang juga sedang berada di dalam ruangan Dave.
"Dan penyebab utamanya baru saja tiba di sini setelah ia datang terlambat kemari dengan seenaknya …." Dave menghentikan kalimatnya ketika melihat Celine masuk ke dalam dengan tergesa.
Pria bertubuh gempal, botak licin, serta berusia pertengahan 50 tahunan itu berhenti bicara dan mulutnya ternganga lebar seperti seekor ikan yang baru saja dipancing.
"Mr. Carmichael! Aku bisa menjelaskan. Aku sama sekali tidak bersalah. Calon klien kita itu terus menggodaku selama aku melakukan presentasi dan terakhir ia mencoba menyentuhku. Tentu saja aku menolaknya karena aku bukan wanita tipe seperti itu!" Celine menjelaskan dengan terburu-buru.
"Yah, Celine! Kau bisa saja bilang kau bukan wanita seperti itu. Tapi sulit bagiku untuk mempercayai kata-katamu dengan bukti-bukti yang kulihat dengan mataku sendiri. Olive, kau lihat sendirikan?" Dave berkata dengan nada menyindir. Kumisnya yang tebal bagaikan singa laut ikut bergerak-gerak naik turun ketika ia berbicara.
Olive sendiri memandang Celine dengan tatapan merendahkan dan ia tertawa mengejek. Olive, wanita yang bertubuh montok itu memang merupakan saingan terberat Celine di kantor. Mereka berdua sama-sama mengincar posisi marketing manager yang tadinya diberikan kesempatan kepada Celine. Sekarang sepertinya Olivelah yang akan mendapatkan jabatan tersebut. Tapi Celine masih belum mau menyerah.
"Yah, Mr. Carmichael. Setelah saya melihat dengan mata kepala saya sendiri, saya yakin bahwa calon klien itu mengatakan hal yang sejujurnya." Olive memandang dengan puas ke arah Celine karena bisa memiliki kesempatan untuk menjatuhkan reputasi Celine.
"Apa yang kau maksud, Olive?" tanya Celine masih tak sadar.
"Celine Sayang, apakah kau sudah sempat mandi dan berkaca sebelum datang kemari?" tanya Olive masih dengan senyum memuakkannya.
Celine yang masih bingung bagaimana Olive bisa tahu bahwa ia belum mandi ataupun berkaca langsung menunduk dan mengamati penampilannya sendiri.
"Oh, astaga!"
Wajah Celine langsung berubah pucat. Ia malu sekali pada atasannya dan Olive. Entah bagaimana Celine jadi salah mengancingkan pakaiannya ke lubang yang lain. Dan bukan hanya karena itu saja. Ketika ia terburu-buru tadi, ia langsung meraih pakaian kerja pertama yang bisa diraihnya.
Celine mengenakan kemeja lengan pendek berwarna merah dengan kerah lebar yang memperlihatkan lehernya yang jenjang dan bawahan rok pendek berwarna hitam.
Celine benar-benar lupa bahwa ia memiliki tanda di sekujur tubuhnya yang dibuat oleh lelaki itu. Dan tanda itu kini terlihat jelas dengan pakaian yang dikenakannya.
"Calon klien kita mengatakan bahwa kau mencoba menggoda dia agar mau menandatangani perjanjian kontrak pembelian," Dave kembali mengulangi apa yang sudah dikatakannya melalui telepon kemarin.
"Aku tidak …."
Celine berhenti. Wajahnya memerah karena menahan malu. Ia sadar bahwa percuma saja ia mencoba menjelaskan kejadian yang sebenarnya kepada atasannya itu karena bukti yang ada malah menunjukkan hal yang sebaliknya. Pantas saja tadi orang-orang melihat ke arahnya dengan tatapan aneh.
Ah, Celine menyesali tindakan gila yang dilakukannya kemarin dengan pria itu. Demi membalas Jason, ia malah kena batunya sendiri.
"Mr. Carmichael, bisakah kau memaafkan aku dan memberikan kesempatan kepadaku satu kali lagi saja! Aku berjanji tidak akan mengacaukannya lagi kali ini!"
Celine memutuskan bahwa sudah saatnya ia mengaku salah daripada atasannya marah dan memecatnya meski sebenarnya ia sama sekali tidak bersalah.
"Sudah terlambat Celine! Calon klien itu malah menuduh perusahaan ini sengaja mengirimkan karyawan gadungan yang menyerupai wanita malam. Mereka minta ganti rugi atau mereka akan menyebarkan berita bahwa perusahaan ini menggunakan wanita penghibur untuk memperlancar kontrak bisnis."
"Aku tidak bisa membiarkannya, Celine! Kau telah membuat perusahaan merugi hingga satu juta dollar. Aku terpaksa menghentikan kontrak kerjamu tanpa tunjangan," Dave pada akhirnya menyampaikan maksudnya.
"Tunggu dulu, Mr. Carmichael. Ini tidak adil. Tolong beri aku kesempatan satu kali lagi. Aku janji aku akan memperbaikinya dan mendapatkan nilai kontrak yang lebih besar lagi!" Celine mulai panik. Ia tidak bisa kehilangan pekerjaannya dengan cara tidak terhormat seperti ini.
"Dengan cara apalagi kau akan mendapatkan nilai kontrak yang lebih tinggi? Memperlihatkan bagian tubuhmu lebih banyak lagi kepada klien kita yang lain?" tuduh Olive dengan nada sarkatis.
"Tidak, bukan begitu! Aku akan berlaku profesional. Aku tidak mungkin melakukan semua itu!" Celine hampir menangis tapi ia menahan diri agar Dave tidak melihatnya sebagai pekerja yang lemah. Ia hanya perlu mendapatkan kembali kepercayaan Dave kepadanya.
"Sudah terlambat Celine! Kau sudah menyia-nyaiakam kesempatan yang kuberikan padamu. Kesempatanmu sudah habis kini!" Dave bersikeras.
"Tapi, Mr. Carmichael …."
"Celine cukup! Kau masih beruntung karena perusahaan tidak memintamu untuk ganti rugi. Jadi sebaiknya kau bereskan saja barang-barangmu dan tinggalkan kantor ini!" potong Dave habis kesabarannya.
Sadar bahwa ia telah kalah, Celine akhirnya berjalan dengan langkah gontai menuju meja kerjanya dan mulai membereskan barang-barangnya.
Dipecat secara tidak terhormat bukanlah hal yang bagus untuk resume kerjanya dimasa depan. Apa yang harus dilakukannya sekarang?
Dengan lesu Celine berjalan sambil membawa barang-barang miliknya beserta koper bepergiannya meninggalkan ruangan kerjanya. Saat sampai di pintu ia berpapasan dengan Olive yang memberikan senyuman manis tapi maut kepadanya.
"Selamat tinggal Celine. Terima kasih karena sudah membantuku. Mr. Carmichael baru saja memberitahu aku bahwa posisi marketing manager akan diserahkan kepadaku!" ungkap Olive dengan wajah berpuas diri. Ia telah berhasil menyingkirkan Celine, rival terberatnya.
Ingin rasanya Celine menghajar wajah bundar Olive sampai jadi tak berbentuk. Tapi jika ia melakukan itu maka daftar resumenya pasti akan menjadi semakin buruk.
"Selamat, Olive! Sebaiknya mulai sekarang kau berharap keberuntungan akan selalu menyertaimu. Sebab dengan kemampuan yang kau miliki, jabatan itu tidak akan bertahan lama ditanganmu!" Celine mengucapkan selamat dengan nada sarkastis yang telak mengena.
Ia keluar dari ruangan kerjanya sambil dengan sengaja menabrak bahu Olive, membuat wanita bertubuh montok itu merasa kesal luar biasa.
Celine sekarang berada di jalanan yang sedang ramai tanpa tahu kemana ia harus pergi. Tiba-tiba ponselnya berbunyi. Celine menerima panggilan telepon itu dengan susah payah, karena tangannya penuh dengan barang.
"Halo, Nana?"
"Celine? Kau dimana, Sayang?" terdengar suara seorang wanita yang sudah renta.
"Ada apa, Nana? Apakah kau sakit?" tanya Celine khawatir.
"Aku merindukanmu, Celine. Bisakah kau pulang ke rumah?" terdengar lagi suara permohonan dari wanita tua itu. Kemudian wanita tua itu terbatuk-batuk lemah.
"Nana, apakah kau tidak apa-apa?" tanya Celine khawatir mendengar suara Nana yang lemah.
"Tidak apa-apa, Celine. Hanya sudah lama sekali kau tidak pernah kemari lagi. Aku ingin kau pulang, Celine Sayang!" Kembali wanita tua itu mengungkapkan harapannya.
"Aku akan segera ke sana, Nana!" Tanpa membuang waktu, Celine langsung menyetujui.
Begitu percakapan berakhir, Celine baru sadar bahwa Nana (nenek) memintanya untuk 'pulang' ke rumah. Bukan 'mampir atau datang' ke rumah. Itu berarti sang Nana ingin Celine datang dan tinggal di sana.
Kebetulan, saat ini Celine juga sedang bingung dimana ia harus tinggal. Selama ini dirinya tinggal bersama dengan Jason. Tapi kini Jason sudah mengusirnya dari rumah. Kini ia tidak punya rumah lagi.
Untuk mencari tempat tinggal lain juga tidak mungkin. Gajinya bulan ini serta pesangon benar-benar tidak dibayarkan oleh perusahaan. Sementara tabungannya hanya tersisa sedikit.
Tidak ada jalan baginya selain pulang ke rumah orang tua adopsinya, meski ia merasa enggan. Akhirnya Celine menyetop taksi dan naik ke dalamnya. Ia menyebutkan sebuah alamat dan supir taksi itupun mengarahkan mobilnya ke tempat yang disebutkan oleh Celine. Setengah jam kemudian, ia sampai di depan sebuah rumah dua lantai yang dicat dengan dominan warna abu muda.
Celine turun dari taksi dan menatap rumah itu dengan perasaan enggan.
"Welcome to hell, Celine!"
"Nona apakah sudah siap?" ucap Nadia yang begitu terlihat takjub sekali dengan penampilan dari Sinta.Malam ini adalah malam resepsi pernikahan Sinta, gaun yang begitu mewah melekat sempurna di tubuhnya. Benar-benar selera orang kaya itu beda."Cantik sekali,"ucap Nadia sambil mengedipkan mata ke arah Sinta.Sinta terkekeh geli, ia sudah selesai di rias, hanya riasan sederhana saja, ia tak ingin terlalu berlebihan. Toh yang natural natural seperti ini saja sudah bisa membuat ia terlihat cantik."Kamu juga cantik kok," Puji Sinta pada Nadia."Tidak nyangka ya, nona, setelah perjalanan cukup panjang akhirnya Tuhan menghadirkan sebuah kebahagiaan."Sinta menganggukkan kepalanya membenarkan apa yang dikatakan oleh Nadia itu, setelah banyak sekali ujian yang ia dapatkan selama ini, ternyata Tuhan begitu baik memberikan kebahagiaan lengkap dengan yang ia dapatkan saat ini."Benar adanya, setelah hujan pasti akan ada pelangi yang muncul." jawab Sinta, ia mengambil alih Arka yang ada dalam g
Ethan berlalu untuk menghampiri Sinta yang berada di depan pintu, "baiklah kalau seperti itu, perkenalkan saya adalah calon suami Sinta. kami akan menikah sebentar lagi," ucap Ethan dengan begitu bangga sekali mengenalkan sosok wanita bermata sembab akibat menangis tersebut.Carlota menggelengkan kepalanya, tak mengerti dengan apa yang dihadirkan oleh kenyataan saat ini. apakah ia salah atau memang saat ini ia sedang bermimpi?"Bawa dia Pak!" titah Devan yang langsung dianggukan oleh dua orang polisi tersebut, mereka memasangkan borgol ke tangan Sinta dan juga Carlota."Apa-apaan ini, lepaskan saya! saya tidak bersalah." ucap Carlota."Iya saya juga tidak bersalah Pak, mengapa saya diperlakukan seperti ini? lepaskan saya sekarang juga! Apakah kamu tidak tahu siapa kita? kami bisa saja menuntut kalian semua atas pencemaran nama baik." timpal Karla.Bagaskara terkekeh mendengar ucapan yang dilontarkan oleh Karla itu,"Apakah aku perlu memutar kembali rekaman kejujuranmu tentang Racun ya
"Jadi bagaimana, Apakah kamu sudah berhasil untuk masuk ke rumah itu dan mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi kepada Papaku?" tanya Sinta, kali ini mereka sedang melakukan pemilihan dekorasi untuk pernikahan mereka, sekalian setelah habis dari sini mereka akan mencicipi beberapa tester dari makanan yang mereka pilih untuk acara pernikahan mereka, yang tinggal satu bulan lagi."Aku sudah mencoba untuk masuk ke rumah itu, Namun ternyata sulit karena saat ini ada sedikit kendala yang membuat mereka tidak menerima orang baru lagi. semuanya dikerjakan secara sendiri-sendiri saja," ucap Ethan yang membuat raut wajah Sinta berubah menjadi murung, ia sungguh ingin tahu tentang perkembangan ayahnya saat ini.Melihat itu, Ethan menggenggam erat tangan sang kekasih, "tapi Devan sudah mengirim seseorang untuk mendekati anaknya Karla,"Sinta menaikkan alisnya, "Maksudnya seperti apa ini?" tanya Sinta."Iya, Devan telah membantuku untuk memecahkan masalah ini, ia mengirim seseorang untuk menca
Carlota menatap laki-laki yang saat ini sudah terbaring di atas tempat tidur, dulu Ia begitu gagah sekali membuat dirinya begitu terpesona hingga tidak memiliki cara lain selain menjatuhkan harga dirinya, sejatuh-jatuhnya agar bisa memiliki laki-laki tersebut. dan Dia adalah Rendra, ayah dari Sinta yang kini sudah lumpuh.Bagaimana dengan laki-laki ini bisa menjadi lumpuh, tidak banyak yang tahu memang, kalau setelah kepergian dari Sinta, Rendra selalu mengurangi dirinya dan tak jarang pula ia terlihat mengkonsumsi obat-obatan yang Carlota sendiri tidak tahu apa itu, mungkin saja itu adalah obat penenang.Tapi bukan masalah obat penenang itu melainkan dengan obat itu yang sudah diubah menjadi sebuah virus yang bisa merusak saraf, sehingga seperti inilah jadinya sekarang. Laki-laki itu terbaring hanya dengan beberapa kali suntikan sajaMemikirkan itu memang sedikit memprihatinkan sekali, mengingat betapa baiknya Rendra ini kepada dirinya dan Karla, awalnya ia tidak memiliki niat untuk
Carlota menatap laki-laki yang saat ini sudah terbaring di atas tempat tidur, dulu Ia begitu gagah sekali membuat dirinya begitu terpesona hingga tidak memiliki cara lain selain menjatuhkan harga dirinya, sejatuh-jatuhnya agar bisa memiliki laki-laki tersebut. dan Dia adalah Rendra, ayah dari Sinta yang kini sudah lumpuh.Bagaimana dengan laki-laki ini bisa menjadi lumpuh, tidak banyak yang tahu memang, kalau setelah kepergian dari Sinta, Rendra selalu mengurangi dirinya dan tak jarang pula ia terlihat mengkonsumsi obat-obatan yang Carlota sendiri tidak tahu apa itu, mungkin saja itu adalah obat penenang.Tapi bukan masalah obat penenang itu melainkan dengan obat itu yang sudah diubah menjadi sebuah virus yang bisa merusak saraf, sehingga seperti inilah jadinya sekarang. Laki-laki itu terbaring hanya dengan beberapa kali suntikan sajaMemikirkan itu memang sedikit memprihatinkan sekali, mengingat betapa baiknya Rendra ini kepada dirinya dan Karla, awalnya ia tidak memiliki niat untuk
Di rumah yang megah dan begitu luas Carlota berjalan mondar-mandir di depan pintu utama menunggu anak semata wayangnya yang sejak tadi belum juga menampakan wajah. Hari sudah begitu larut sekali, entah ke mana perginya Karla itu.Ia Mencoba menelepon anak semata wayangnya itu lagi, meskipun sejak tadi panggilannya tidak sama sekali diangkat oleh Karla."Kemana sih kamu?" Ucap Carlota penuh dengan geram pada layar ponsel yang menampilkan Panggilan kepada sang anak.Sudah berapa kali panggilan pun, ia tidak menghitungnya. Tapi selama itu juga pun tidak ada tanda-tanda Karla akan mengangkat panggilannya.Ia khawatir Sesuatu terjadi kepada sang anak, namun dengan cepat ia langsung menepis semuanya itu, tidak mungkin anaknya melakukan hal yang tidak tidak di luar sana, dan tidak mungkin juga sesuatu yang buruk terjadi kepada anaknya, karena ada seorang Bodyguard yang selalu ia suruh untuk mengikuti Karla ke mana saja anaknya pergi.Mengingat tentang itu, ia kembali berpikir untuk menelpon