"Welcome to hell, Celine!"
Celine menghela nafas lelah dan perlahan ia melangkah menaiki undakan yang terbuat dari batu sambil membawa barang-barang miliknya. Celine menekan bel dengan gugup, menunggu pintu dibukakan. Pintu terbuka dan seorang wanita berusia sekitar 50 tahunan dengan rambut keriting pendek dan hidung seperti jangkar.
"Celine! Untuk apa kau datang kemari?" tanya wanita tua itu jelas-jelas terkejut dengan tampang tidak suka.
"Nana memintaku untuk datang. Dan selain itu, aku butuh tempat tinggal sementara, Mrs. Reynolds," Celine berkata berusaha meramahkan suaranya dan memaksakan dirinya untuk tersenyum meski dalam hati ia malas setengah mati.
"Tempat tinggal? Apa kau pikir rumahku ini adalah penginapan gratis bagi para gelandangan?" tanya Mrs. Reynolds dengan wajah angkuh. Ia melipat kedua tangannya di depan dada.
"Oh ya, aku lupa. Kau memang datang kemari sebagai gelandangan dan yatim piatu!" ujar Mrs. Reynolds dengan nada menghina.
"Aku memang datang kesini sebagai yatim piatu. Tapi aku tidak menginap gratis di sini. Sebagian besar gajiku sudah aku transfer ke rekening Mr. Reynolds sebagai ganti pembayaran biaya hidup dan kuliahku selama tinggal di sini!" Celine menghentakkan kakinya dengan kesal.
"Lagipula Anda juga telah mengambil uang tunjangan bantuan dari pemerintah karena telah mengadopsiku!" Celine tak mau kalah.
"Siapa itu yang datang, Sayang?"
Celine mendengar sebuah suara renta lain dari dalam rumah. Tak lama pemilik suara itupun keluar dengan pelan dan berdiri di belakang Mrs. Reynolds. Tubuhnya yang kurus agak membungkuk sekarang. Ia mengenakan sweater lengan panjang edisi Natal tahun lalu.
"Coba tebak siapa yang datang, Dear!" balas Mrs. Reynolds kepada suaminya.
Mr. Reynolds mengamati Celine dari balik kacamatanya dan ketika ia menyadari siapa yang datang, ia juga terkejut.
"Celine! Sungguh suatu kejutan besar kau berani menampakkan dirimu di sini lagi!" sambut Mr. Reynolds dengan nada ramah dan senyum lebar tapi jelas sekali nada dan kalimatnya sangat sarkastis.
"Hai, Mr. Reynolds!" sapa Celine masam.
"Apa yang diinginkannya?" tanya Mr. Reynolds kepada istrinya tanpa memperdulikan sapaan Celine.
"Kau tahu apa yang dikatakannya? Ia berkata bahwa ia butuh tempat tinggal sementara di sini!" sahut Mrs. Reynolds.
"Oh, begitu! Jadi rupanya kau sudah dicampakkan oleh Jason?" Mr. Reynolds tahu alasan mengapa Celine bisa sampai muncul di sini pasti adalah karena hal tersebut.
"Betul! Apakah Anda sudah puas mengejekku? Sekarang bisakah aku masuk ke dalam?" tanya Celine yang sudah muak dengan kedua pasangan tua ini. Celine juga merasa lelah karena barang-barang bawaannya.
Kedua pasangan itu saling memandang dan menggunakan komunikasi batin yang hanya dimengerti oleh mereka berdua, kemudian keduanya memberi jalan pada Celine untuk masuk. Celine mengangkut barang-barangnya dan kemudian masuk ke dalam rumah yang berukuran tidak begitu besar dan langsung menuju ke kamarnya yang terletak tepat di bawah atap. Lebih tepat dikatakan gudang sebenarnya. Karena yang disebut kamar bagi Celine itu sebenarnya hanya merupakan gudang penyimpanan barang-barang bekas tak terpakai milik keluarga Reynolds. Ia tidur bersama dengan barang-barang rongsokan. Mereka menyuruh Celine tidur disana selama lima tahun lamanya sampai ia lulus sekolah menengah dan kemudian pindah ke asrama perguruan tinggi.
Selama diadopsi oleh keluarga Reynolds, Celine menjalani kehidupan yang cukup sulit. Ia hanya diberi makan satu kali dalam sehari dan itupun hanya porsi kecil saja sehingga Celine sering harus menahan rasa lapar.
Setelah menaruh barang-barangnya, Celine kembali turun ke bawah dan pergi menuju ke sebuah kamar yang berada di lorong paling ujung. Celine mengetuk pintu kayu yang dicat warna kayu dengan perlahan dan kemudian membuka pintunya.
"Nana?" panggil Celine hati-hati.
Seorang wanita tua berperawakan kecil dengan wajah keriput dan tubuh bungkuk menoleh dari tempatnya duduk.
"Celine? Kaukah itu yang datang, Dear?" tanya nenek yang dipanggil Nana oleh Celine itu.
"Iya Nana. Ini aku. Celine! Aku sudah datang.
Celine langsung menyeberangi ruangan kamar yang ukurannya tidak besar, menuju ke tempat Nana duduk. Ia langsung memeluk Nana dengan penuh kasih sayang.
"Apakah Nana baik-baik saja? Mengapa Nana tiba-tiba menghubungi aku? Apakah Nana sakit?" tanya Celine khawatir.
Diantara semua penghuni rumah ini, hanya Nana lah yang menyayanginya dengan tulus. Nana adalah panggilan Celine untuk wanita tua yang merupakan ibu kandung dari Mr. Reynolds. Usianya sudah menginjak 85 tahun, tahun ini jika Celine tidak salah ingat.
Dulu sewaktu Celine masih tinggal di rumah ini dan sering mendapat perlakuan tidak adil dari orang tua asuhnya, hanya Nanalah yang selalu menolongnya. Nana bahkan sering secara sembunyi-sembunyi memberikan makanan untuk Celine.
Salah satu alasan lain bahwa Celine masih terus memberikan gajinya kepada pasangan Reynolds itu adalah agar mereka bisa merawat Nana dengan baik, selain untuk memenuhi permintaan mereka untuk mengembalikan uang yang sudah mereka keluarkan untuk membesarkan dirinya.
"Oh, Sayangku! Aku begitu senang kau kembali. Sudah lama aku tidak melihatmu. Apa kau akan memenuhi permintaan Nana untuk tinggal di sini lagi?" tanya Nana penuh harap. Ia merasa kesepian karena putranya tidak begitu memperhatikannya.
"Sepertinya untuk sementara aku akan tinggal di sini untuk menemanimu, Nana!" Celine menjawab pertanyaan Nana sambil tersenyum.
Hampir seharian penuh Celine berada di kamar Nana. Mereka saling bertukar cerita. Terkadang sedih dan terkadang tertawa bersama sehingga tanpa sadar waktu sudah menunjukkan pukul 4 sore.
Celine pamit dari kamar Nana untuk mandi. Setelahnya ia turun kembali untuk menyiapkan makan malam. Celine sudah hafal apa yang harus dilakukannya jika ia berada di rumah ini. Ia harus mengerjakan segala urusan rumah tangga.
Celine membuka lemari es dan melihat-lihat bahan yang tersedia di dalam sana dan akhirnya memutuskan untuk membuat dadar gulung sayuran. Tanpa banyak bicara, wanita itu menyiapkan makan malam.
"Buat yang banyak. Aku mengundang Tanner dan Qiana untuk bergabung bersama kita," Mrs. Reynolds berkata dengan nada angkuh.
Celine hampir saja melengos ketika mendengar nama Tanner dan Qiana disebut. Mereka berdua adalah putra dan putri kandung keluarga Reynolds. Semasa ia tinggal disana sebagai anak yang diadopsi, Qiana tidak pernah membuat hidupnya mudah.
Usia mereka sebaya, dan mereka berada di satu sekolah yang sama dan Qiana memanfaatkan Celine untuk menjadikan ia sebagai pembantunya. Membawakan tas sekolahnya, mengerjakan tugas-tugas sekolah Qiana. Bahkan saudari tirinya itu menyuruhnya untuk mengerjakan tugas teman-teman satu gengnya.
Dan yang terburuk adalah, Qiana selalu mengatakan kepada semua orang di sekolah kalau pakaian dan barang-barang yang dipakai oleh Celine adalah barang-barang bekas miliknya yang sudah tidak terpakai. Sehingga ia mendapat julukan, 'si rombeng' di sekolah dulu.
Tanner, kakak Qiana yang dua tahun lebih tua dari Celine dan Qiana juga sama buruknya. Tanner selalu menyukai Celine dan terobsesi menginginkan Celine menjadi pacarnya. Tapi Celine yang terlanjur menganggapnya sebagai saudara tiri laki-lakinya, langsung menolak.
Suatu hari, Tanner mencoba untuk memperlakukan Celine secara tidak sopan. Tapi Celine memberontak dan akhirnya ia berhasil meloloskan diri setelah menggigit tangan Tanner. Tanner yang tidak terima langsung mengancamnya bahwa ia akan membuat hidup Celine sulit.
Dan benar saja, diam-diam sebuah rumor tersebar bahwa Celine sudah tidak perawan lagi karena ia nekat berkencan dengan banyak pria sekaligus yang usianya lebih tua darinya demi mendapatkan uang banyak.
Sebagian besar murid-murid di sekolahnya percaya pada ucapan Tanner, karena Tanner cukup populer di sekolah. Celine jadi tidak punya teman di sekolah karena mereka semua menjauhinya.
Masa-masa sekolah Celine yang seharusnya menyenangkan ternyata berubah menjadi suram. Gara-gara hal itu, Celine jadi memutuskan bahwa ia harus menjadi seorang yang berhasil memiliki banyak uang dan yang paling penting adalah ia harus benar-benar menjaga keperawanannya agar jika suatu saat ia bertemu dengan jodohnya, maka ia akan bisa meyakinkan calon suaminya, bahwa ia masih perawan. Tidak seperti yang dikatakan oleh Tanner selama ini, bahwa ia adalah wanita murahan yang menjajakan tubuhnya demi mendapatkan uang.
"Hei, Celine! Akhirnya kau kembali juga kemari!" terdengar sebuah suara pria yang paling ditakuti oleh Celine selama ini.
"Nona apakah sudah siap?" ucap Nadia yang begitu terlihat takjub sekali dengan penampilan dari Sinta.Malam ini adalah malam resepsi pernikahan Sinta, gaun yang begitu mewah melekat sempurna di tubuhnya. Benar-benar selera orang kaya itu beda."Cantik sekali,"ucap Nadia sambil mengedipkan mata ke arah Sinta.Sinta terkekeh geli, ia sudah selesai di rias, hanya riasan sederhana saja, ia tak ingin terlalu berlebihan. Toh yang natural natural seperti ini saja sudah bisa membuat ia terlihat cantik."Kamu juga cantik kok," Puji Sinta pada Nadia."Tidak nyangka ya, nona, setelah perjalanan cukup panjang akhirnya Tuhan menghadirkan sebuah kebahagiaan."Sinta menganggukkan kepalanya membenarkan apa yang dikatakan oleh Nadia itu, setelah banyak sekali ujian yang ia dapatkan selama ini, ternyata Tuhan begitu baik memberikan kebahagiaan lengkap dengan yang ia dapatkan saat ini."Benar adanya, setelah hujan pasti akan ada pelangi yang muncul." jawab Sinta, ia mengambil alih Arka yang ada dalam g
Ethan berlalu untuk menghampiri Sinta yang berada di depan pintu, "baiklah kalau seperti itu, perkenalkan saya adalah calon suami Sinta. kami akan menikah sebentar lagi," ucap Ethan dengan begitu bangga sekali mengenalkan sosok wanita bermata sembab akibat menangis tersebut.Carlota menggelengkan kepalanya, tak mengerti dengan apa yang dihadirkan oleh kenyataan saat ini. apakah ia salah atau memang saat ini ia sedang bermimpi?"Bawa dia Pak!" titah Devan yang langsung dianggukan oleh dua orang polisi tersebut, mereka memasangkan borgol ke tangan Sinta dan juga Carlota."Apa-apaan ini, lepaskan saya! saya tidak bersalah." ucap Carlota."Iya saya juga tidak bersalah Pak, mengapa saya diperlakukan seperti ini? lepaskan saya sekarang juga! Apakah kamu tidak tahu siapa kita? kami bisa saja menuntut kalian semua atas pencemaran nama baik." timpal Karla.Bagaskara terkekeh mendengar ucapan yang dilontarkan oleh Karla itu,"Apakah aku perlu memutar kembali rekaman kejujuranmu tentang Racun ya
"Jadi bagaimana, Apakah kamu sudah berhasil untuk masuk ke rumah itu dan mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi kepada Papaku?" tanya Sinta, kali ini mereka sedang melakukan pemilihan dekorasi untuk pernikahan mereka, sekalian setelah habis dari sini mereka akan mencicipi beberapa tester dari makanan yang mereka pilih untuk acara pernikahan mereka, yang tinggal satu bulan lagi."Aku sudah mencoba untuk masuk ke rumah itu, Namun ternyata sulit karena saat ini ada sedikit kendala yang membuat mereka tidak menerima orang baru lagi. semuanya dikerjakan secara sendiri-sendiri saja," ucap Ethan yang membuat raut wajah Sinta berubah menjadi murung, ia sungguh ingin tahu tentang perkembangan ayahnya saat ini.Melihat itu, Ethan menggenggam erat tangan sang kekasih, "tapi Devan sudah mengirim seseorang untuk mendekati anaknya Karla,"Sinta menaikkan alisnya, "Maksudnya seperti apa ini?" tanya Sinta."Iya, Devan telah membantuku untuk memecahkan masalah ini, ia mengirim seseorang untuk menca
Carlota menatap laki-laki yang saat ini sudah terbaring di atas tempat tidur, dulu Ia begitu gagah sekali membuat dirinya begitu terpesona hingga tidak memiliki cara lain selain menjatuhkan harga dirinya, sejatuh-jatuhnya agar bisa memiliki laki-laki tersebut. dan Dia adalah Rendra, ayah dari Sinta yang kini sudah lumpuh.Bagaimana dengan laki-laki ini bisa menjadi lumpuh, tidak banyak yang tahu memang, kalau setelah kepergian dari Sinta, Rendra selalu mengurangi dirinya dan tak jarang pula ia terlihat mengkonsumsi obat-obatan yang Carlota sendiri tidak tahu apa itu, mungkin saja itu adalah obat penenang.Tapi bukan masalah obat penenang itu melainkan dengan obat itu yang sudah diubah menjadi sebuah virus yang bisa merusak saraf, sehingga seperti inilah jadinya sekarang. Laki-laki itu terbaring hanya dengan beberapa kali suntikan sajaMemikirkan itu memang sedikit memprihatinkan sekali, mengingat betapa baiknya Rendra ini kepada dirinya dan Karla, awalnya ia tidak memiliki niat untuk
Carlota menatap laki-laki yang saat ini sudah terbaring di atas tempat tidur, dulu Ia begitu gagah sekali membuat dirinya begitu terpesona hingga tidak memiliki cara lain selain menjatuhkan harga dirinya, sejatuh-jatuhnya agar bisa memiliki laki-laki tersebut. dan Dia adalah Rendra, ayah dari Sinta yang kini sudah lumpuh.Bagaimana dengan laki-laki ini bisa menjadi lumpuh, tidak banyak yang tahu memang, kalau setelah kepergian dari Sinta, Rendra selalu mengurangi dirinya dan tak jarang pula ia terlihat mengkonsumsi obat-obatan yang Carlota sendiri tidak tahu apa itu, mungkin saja itu adalah obat penenang.Tapi bukan masalah obat penenang itu melainkan dengan obat itu yang sudah diubah menjadi sebuah virus yang bisa merusak saraf, sehingga seperti inilah jadinya sekarang. Laki-laki itu terbaring hanya dengan beberapa kali suntikan sajaMemikirkan itu memang sedikit memprihatinkan sekali, mengingat betapa baiknya Rendra ini kepada dirinya dan Karla, awalnya ia tidak memiliki niat untuk
Di rumah yang megah dan begitu luas Carlota berjalan mondar-mandir di depan pintu utama menunggu anak semata wayangnya yang sejak tadi belum juga menampakan wajah. Hari sudah begitu larut sekali, entah ke mana perginya Karla itu.Ia Mencoba menelepon anak semata wayangnya itu lagi, meskipun sejak tadi panggilannya tidak sama sekali diangkat oleh Karla."Kemana sih kamu?" Ucap Carlota penuh dengan geram pada layar ponsel yang menampilkan Panggilan kepada sang anak.Sudah berapa kali panggilan pun, ia tidak menghitungnya. Tapi selama itu juga pun tidak ada tanda-tanda Karla akan mengangkat panggilannya.Ia khawatir Sesuatu terjadi kepada sang anak, namun dengan cepat ia langsung menepis semuanya itu, tidak mungkin anaknya melakukan hal yang tidak tidak di luar sana, dan tidak mungkin juga sesuatu yang buruk terjadi kepada anaknya, karena ada seorang Bodyguard yang selalu ia suruh untuk mengikuti Karla ke mana saja anaknya pergi.Mengingat tentang itu, ia kembali berpikir untuk menelpon
Hari berganti, minggu bertemu dengan Minggu hingga bulan pun berganti. Tak terasa dua bulan telah berlalu setelah Ethan dan Sinta bersatu, hubungan mereka semakin kesini makin lengket saja. Keduanya Sudah merencanakan pernikahan yang akan dilaksanakan dia bulan dari sekarang, mereka juga sibuk dengan mengatur berbagai macam pernikahan yang begitu harus istimewa nanti.Hari ini mereka baru saja bertemu dengan seorang desainer untuk merancang gaun pernikahan milik Sinta, dan terlihat dari wajah cantik itu sepertinya Sinta sangat puas dengan desain yang benar-benar sesuai keinginannya."Setelah ini, bagaimana lagi?" tanya Ethan.Sinta menyeruput coklat panas miliknya itu, sudah dua gelas wanita itu memesan coklat panas karena memang sangat lama mereka di sana. Sudah hampir 4 jam berlalu, hari ini Demian sengaja mengosongkan jadwalnya hanya untuk menemani Sinta berkonsultasi tentang pernikahan mereka."Apakah kamu sudah puas dengan semuanya?" tanya Ethan.Sinta menganggukkan kepalanya, "s
Bagaimana, sudah siap?" tanya Devan. Kini mereka sudah berada di sebuah restoran, beberapa dekorasi pun turut memeriahkan pertemuan kali ini. Sinta yang menggunakan dress berwarna putih itu menganggukkan kepalanya sambil tersenyum ke arah Devan"Apakah kita akan benar-benar bertemu dengan orang itu? bagaimana rupanya? Apakah kamu sudah menyelidiki latar belakangnya? Bagaimana menurutmu kalau aku ingin minta untuk dinikahi?" pertanyaan dan pertanyaan terus saja terlontar dari mulut Sinta, ia begitu gugup sekali.Devan hanya tersenyum sambil menggandeng tangan Sinta di sebelahnya, membawa langkah yang begitu pendek untuk sampai pada tempat yang memang sudah disiapkan sebelumnya."Kamu akan tahu dengan sendirinya dan tatapanmu nanti pertama kali akan menjawab semua pertanyaan itu, kamu pasti akan tahu bagaimana orang itu. Apakah dia layak atau tidak untuk menjadi Ayah Dari Anakmu yang akan mendampingimu kelak sampai tua."Terdengar suara tarikan nafas kasar dari Sinta, ia tersenyum ke ar
Malam yang sunyi, di luar sana hujan turun begitu deras sekali, suara gemuruh terdengar begitu menakutkan. Saat ini, Devan duduk di depan jendela menatap hujan yang turun tanpa ada tanda-tanda akan berhenti. sepertinya Indonesia akan memasuki musim hujan sebentar lagi, karena beberapa hari ini hujan terus saja turun, hanya sesekali saja Matahari menampakkan dirinya.Kopi hangat dan sebungkus rokok yang menemani Kesunyian Devan malam ini, ia tidak keluar dari kamar setelah pulang dari kantor dan tak ada juga tanda-tanda sosok Sinta datang mengetok pintunya, Mungkin wanita itu pun sudah capek terus-menerus mengajaknya bicara sementara dirinya mengabaikan wanita itu.Lama ia terdiam dengan permintaan dari Ethan beberapa hari yang lalu untuk berbicara dengan dirinya secara pribadi, meluruskan permasalahan ini.Sebuah senyum terbit di wajahnya, ini bukan salah Ethan ataupun salah Sinta, tetapi salah dirinya. Dirinyalah yang bersalah disini, jadi diamnya ini bukanlah menghukum Sinta maupun