Carol menatap Stone dengan mata yang berlinang air mata. "Karena aku juga ditipu. Dokter itu mengatakan ada kelebihan uang dan menyuruh saya menyimpan, akan digunakan lagi bulan berikut. Saya berhemat dan menyimpan semua sesuai instruksi. Saya bahkan menambahkan uang itu saat Daisy membutuhkan biasa besar—saat operasi jantung dulu.”Ini adalah kisah paling panjang yang diberikan Carol selama ada dalam ruangan itu. Tapi Stone malah tersenyum geli.“Lucu juga. Dokter sudah memeriksa dan Daisy tidak pernah menjalani operasi apapun. Memang ada bekas jahitan di dadanya, tapi hanya dari luka biasa. Memang ada luka dibuat—dijahit, tapi tidak ada operasi yang terjadi.”Mae merasakan bisa merasakan hatinya mengerut. Seperti kempis begitu saja oleh sara kecewa yang menusuk, saat kenyataan yang benar itu datang. “Aku—aku harus mengiba dan merayu Barnet untuk mendapatkan sebagian uang itu. Apa kau tahu? Evelyn memanggilku Jalang Murahan setiap hari setelah itu, dan aku menerima. Karena benar.”S
“Kalau kau membutuhkan sesuatu, katakan saja.” Ash mengatakannya untuk Daisy yang ada di kursi belakang.“Hm…” Daisy menyahut seadanya, sementara matanya sibuk memandang apapun yang ada di luar. Ini pertama kalinya ia pergi jauh dari Bakewell. Setelah dokter mengizinkan dan memastikan keadaannya, Daisy keluar dari rumah sakit hari ini.“Aku akan berhenti kalau memang kau lelah. Dimana—”“Just shut up! Apa dia memang selalu seberisik ini? Aku pikir pendiam!” Daisy akhirnya berpaling meninggalkan pemandangan kota ramai, bertanya dengan jengkel pada Mae—yang ada di samping Ash.Ash sudah menyebut pertanyaan yang sama saat mereka akan berangkat tadi, dan kini mengulanginya lagi untuk ketiga kalinya. Daisy kesal dan malah menganggapnya mengganggu, meski itu adalah bentuk perhatian.“Memang. Tapi aku menganggapnya perhatian yang manis.” Mae tidak heran lagi dengan pertanyaan beruntun dari Ash saat ada hal yang diperkirakan salah atau berbahaya.“Oh, please. Jangan bermanis-manis saat aku ada
“Kau membuatnya menjadi dapur?!” Mae memekik saat melihat perubahan besar lain begitu sampai di dalam.Bukan hanya banyak perabotan baru menggantikan yang tua, area rumah yang kemarin masih menjadi bagian diskusi belum tahu akan dipakai untuk menjadi apa, kini sudah terisi menjadi dapur lain yang lebih luas dari dapur yang kemarin sudah ada. Ada oven yang lebih besar, juga meja panjang yang lebih luas. Tujuannya jelas, agar Mae bisa membuat kue dengan lebih bebas. Kini kegiatan dapur sehari-hari—baik bahan-bahan maupun peralatan—akan terpisah dari kegiatan Mae membuat kue. Tidak akan saling mengganggu.“Itu tidak…”“Ini rumahmu. Harus diisi dengan apapun yang kau butuhkan, dan kau inginkan aku rasa.”Ash tersenyum lalu membuka pintu oven besar yang bernilai itu untuk memeriksa kekuatannya.Ia sudah meminta kontraktor untuk memakai merk terbaik, tapi belum sempat mengawasi prosesnya.Tapi melihat sekilas, semua peralatan yang ada disana tampak sangat kokoh dan lebih profesional.“Aku
“Ada apa?’Ash yang baru keluar dari kamar mandi, bingung melihat Mae berdiri di tengah kamar lalu tertawa begitu saja. Tanpa sebab.“Mary, jangan membuatku takut.” Ash benar-benar takut karena masa rawan emosional belum benar-benar terlewat. Mae masih sangat mudah menangis, dan tertawa seperti itu tidaklah normal juga.“Aku sedang mengingat saat pertama masuk ke sini. Kau lucu.” Mae menunjuk ranjang Ash. Ranjang yang ada di kamar Ash. Mae menempatinya bersama Ash sekarang, Daisy menempati kamar yang dulu dipakai Mae. Masih ada kamar lain, tapi dua kamar itu yang paling layak huni—karena memang hanya dua kamar itu yang diperbaiki. Ash belum memikirkan kemungkinan kamar lain akan dipakai, karena tentu tidak mungkin ia akan membiarkan Mae memakai kamar berbeda dengannya.“Aku lucu?” Ash mengerutkan kening, mengingat.“Oh? Aku menganggapmu mimpi.” Ash bisa tersenyum sekarang, meski tingkat stres saat kejadian itu membuatnya memerlukan mandi berendam paling tidak setengah jam untuk bisa
“Boleh aku meminta sesuatu?” tanya Daisy.“Tentu saja!” Mae menjawab tanpa berpikir panjang, karena tengah bergembira melihat piring sarapan Daisy sudah licin tanpa sisa.Mae tadi membuat sarapan yang cukup berat—avocado toast, juga kacang merah rebus. Ia juga memberi porsi yang banyak dengan menambahkan dua keping roti tawar. Melihatnya habis, membuat Mae amat lega.Tidak ada lagi masalah pencernaan yang membuat Daisy memuntahkan makanannya. Salah satu obat dari dokter Faraday yang membuatnya seperti. Tentu agar berat tubuhnya kurang—agar Daisy tampak sakit.“Sure.” Ash juga mengangguk saat Daisy melirik ke arahnya. Ia tidak keberatan memberinya apapun asal masuk akal.“Aku ingin peredam suara,” kata Daisy.Ash menelan persetujuannya, karena ternyata permintaan itu tidak masuk akal. “Kau ingin membuat studio rekaman atau apa?” “Tidak. Peredam suara itu untuk kamar kalian, agar suara berisiknya tidak sampai keluar.”PRANG!Mae yang masih fokus pada piring Daisy, menjatuhkan garpunya d
Parker yang tadinya hanya separuh mendengarkan— tidak menganggap apapun yang akan dikatakan Ash sangat penting –langsung mendongak. “Apa yang…”“Saya akan mengundurkan diri.” Ash mengulang keputusannya yang sudah bulat itu dengan lebih tegas—tanpa menyisakan keraguan sedikitpun.Ash sudah menimbang hal itu semenjak detik pertama mendengar celaan ayahnya. Walau enggan mengakui dengan keras, Ayahnya benar. Ash tidak akan mengingkari—terutama karena berhubungan dengan Mae.Ash tidak bisa meninggalkannya terus menerus untuk bertugas—apalagi tugas yang berbahaya. Ia akan menjadi beban lain yang harus dipikirkan Mae. “Tapi… kenapa? Maksudmu dari pasukan khusus atau…” Parker sampai terbata, karena memang keputusan itu terlihat tanpa sebab olehnya.“Seluruhnya.” Ash menegaskan lagi. Kalau hanya mengundurkan diri sebagai pasukan khusus, akan ada waktu dimana ia bertugas lebih dari sebulan terkadang. Tidak amat berbahaya tapi tetap lama dan beresiko.“Alasannya, saya—akan menyebutnya alasan p
“Bloody hell! No way!” Daisy berseru sambil menggeleng.Menolak untuk percaya dengan apa yang baru saja disampaikan Mae. Terlalu diluar dugaan.“Aku tidak melebih-lebihkan. Aku sudah pergi ke rumahnya—mirip sekali dengan Buckingham Palace, dan istri ayahnya adalah tipe Lady yang bisa melubangi tengkorak hanya dengan pandangan mata,” jelas Mae, sambil menyelipkan potongan cookies melon hangat ke dalam mulut Daisy yang terus membuka karena masih terkejut.Mae baru saja menjelaskan dari mana asal kekayaan Ash pada Daisy. Fakta yang lebih dari sekadar mengejutkan tentu.“Tunggu!” Daisy meraih ponsel sambil mengunyah, lalu menunjukkan layarnya pada Mae.“Ini ayah Ash? Kau yakin? Bukan hanya mirip?” Daisy menunjukkan foto Dean Cooper, berjas, tersenyum cemerlang, dengan bendera Inggris di belakangnya. Foto resmi pose perdana menteri.“Ya. Aku bertemu dengannya—di dunia nyata dia agak menakutkan menurutku.” Mae sedikit bergidik karena kesan foto itu hangat sekali. Padahal Dean tidak amat hang
“Kau ingin apa?” Mae meninggalkan catatannya yang baru terisi separuh, duduk lebih tegak untuk mendengarkan Ash yang baru saja menghubunginya dan mengatakan hal aneh.“Aku ingin menebus hutang padamu.” Ash mengulang.“Hutang apa?” Mae tidak ingat Ash punya hutang apapun.“Makan malam. Kita belum jadi melakukannya dulu.” Ash menyebut kencan mereka yang batal akibat Mae ditangkap.“Ah!” Mae akhirnya ingat. “Kau ingin kita makan malam diluar?” “Benar. Kau tidak sibuk bukan?”“Tidak.” Mae langsung menutup buku catatannya. Tidak mungkin menolak ajakan itu.Ash terkekeh mendengar semangat Mae. “Aku akan menjemputmu. Mungkin satu jam lagi. Aku sudah dalam perjalanan pulang.” “WAH!” Mae tergesa memutus panggilan itu dan bangkit.“Ada apa?” tanya Daisy. Sejak tadi memang ia ada di samping Mae, memberi usulan apa saja menu yang bisa dipakai Mae untuk bahan percobaan.“Aku harus bersiap. Ash mengajakku makan malam!” Mae panik karena satu jam sepertinya tidak cukup untuk bersiap-siap. Rambutnya