Share

ADA YANG TAK BERES

Penulis: DEAR GREEN
last update Terakhir Diperbarui: 2023-11-25 20:29:30

“Tapi kan…” Chika cemberut dan tampak keberatan.

Aku mengelus rambutnya sambil tersenyum, lalu membawanya kembali turun. Sampai di lobi, aku menitipkan makan siang yang kubawa kepada Resepsionis.

“Loh, gak jadi ketemu Pak Arlan, Bu?” tanya gadis beralis tebal itu dengan raut wajah heran.

Aku menggeleng. “Lain kali aja. Kamu benar, ternyata dia sedang sibuk di ruangannya,” ucapku sambil mendelikkan mata.

Gadis itu menunduk salah tingkah. Aku tahu dia sedang menyembunyikan sesuatu. Mungkin saja pria berjas tadi mempunyai jabatan tinggi di perusahaan ini, makanya dia pun terpaksa memperbolehkanku naik.

“Jangan lupa! Kasih tau Pak Arlan, kalau tadi saya datang mengantar makan siang untuknya!” tegasku dengan mata sedikit melotot.

Resepsionis itu mengangguk cepat. Aku segera menggenggam tangan Chika untuk keluar. Kalau saja tadi tidak ada anakku ini, sudah pasti aku akan memergokinya. Apa iya, sesama rekan kerja semanja itu? Mana aku sedikit mendengar wanita itu mendesah kecil.

“Aww… kamu nakal banget, sih! Lain kali jangan telat jemput aku, dong! Kan bete,” ucap seorang perempuan. Meski suaranya pelan, tapi aku yakin tidak salah dengar, karena aku sempat menempelkan telinga di daun pintu. Aku berharap Chika tidak mendengarnya tadi.

Kuputuskan untuk kembali ke rumah saja. Berkunjung ke rumah Ibu pun batal, sebab hatiku sedang bergemuruh hebat. Tak mungkin aku membawa perasaan hancur ini ke rumah Ibu. Aku takut tidak bisa mengontrol ekspresi dan perasaanku saat disana dan membuat Ibu khawatir.

“Maaf ya, Bu. Insya Allah lain waktu kami kesana, soalnya Gita lupa kalau ada acara di rumah tetangga. Gak enak kalau Gita gak dateng, Bu.” Aku beralasan saat mengabari Ibuku.

Dalam perjalanan pulang, sejak tadi Chika hanya cemberut dan melipat tangannya ke depan dada.

“Maafin Bunda ya, Nak. Kita ketemu Ayahnya batal, ke rumah Nini juga batal. Apa kita mau beli es krim aja, gimana?” tawarku untuk membujuknya.

Chika menggeleng. Dia sedikit keras kepala, membuat gejolak amarah di dadaku bergemuruh dan hampir melampiaskan emosiku padanya. Cepat-cepat aku menarik napas dalam-dalam.

“Chika sebel! Pagi hari, Chika berangkat sekolah Ayah belum bangun. Malam hari, Ayah pulang kerja, Chika udah tidur. Ketemu Ayah cuman pas hari libur doang, Bund. Itu pun kadang-kadang Ayah ada urusan mendadak.” Anak berumur 7 tahun itu meluapkan keluh kesahnya, membuat air mataku terbendung. Namun, segera kutahan agar tak membuat tangisnya meledak, karena sempat kulihat matanya mulai berair dan merah.

Aku memeluknya beberapa detik untuk membuatnya tenang. Hampir saja aku melampiaskan emosi pada anak yang saat ini juga sedang emosi menahan kerinduannya pada sang Ayah.

“Ayah cari uang untuk kita, pekerjaanya banyak. Jadi kita harus ngertiin,” jelasku memberinya pengertian. “Oke! Sekarang kita beli jajan yang kamu suka, gimana? Kamu mau beli apa?” Aku berujar dengan semangat sambil mengangkat tangannya. Sesekali kuusap setetes bulir bening yang terbendung di sudut mataku.

“Ya udah deh, es krim boleh. Tapi sama waffle dan kebab ya, Bund!”

Buset, nih anak emang benar anaknya Bang Arlan. Gampang melow juga gampang banget diimingin makanan. Aku tertawa dan meminta supir taksi untuk mengantar kami ke tukang jajajan terdekat.

****

Malamnya, saat aku sudah memastikan Chika tidur, aku duduk di ruang tengah sambil menunggu Bang Arlan pulang. Saat ini sudah pukul 22.00 WIB. Kopi menemaniku agar mata tidak cepat mengantuk. Hari ini, aku ingin menyambut suamiku di depan pintu, tidak di kamar lagi dengan keadaan setengah tertidur.

[Masih lama Ayah pulang?] Aku mengirim pesan.

Tak menunggu waktu lama, Bang Arlan membalasnya..

[Iya nih, Bund. Banyak banget kerjaan. Salam sama Ibu, ya!]

[Aku gak jadi ke rumah Ibu, karna Ibu lagi keluar kota,] bohongku. [Oya, gimana makan siangnya?] tanyaku lagi.

[Aman. Ayah makan di kantin kantor kayak biasa, Bund]

[Enak gak cumi balado petenya?]

[Hahah… sok nebak ih. Ayah tadi makan pakai gulai otak, Bund.]

Apa ini?  Apakah dia tidak menerima bekal dariku? Atau dia memang tidak tahu kalau tadi siang aku datang ke kantornya? Baiklah, tak kulanjutkan chattingan kami, aku masih berusaha untuk menyimpan semuanya sebelum aku menemukan sendiri apa yang terjadi. Jika siang tadi Bang Arlan tak menerima bekalku, itu artinya si Resepsionis itu sengaja tidak memberitahunya.

Pukul 01.05 dini hari. Akhirnya orang yang kutunggu pulang. Lampu ruang tamu sengaja kubiarkan mati, sedang aku menunggunya di depan pintu ketika suara mobil suamiku memasuki garasi. Ketika membuka pintu, Bang Arlan terkejut sampai hampir terjungkang ke belakang saat melihat wajahku yang masih menggunakan masker berwarna putih.

“Bunda sengaja mau buat Ayah jantungan, ya? Kenapa belum tidur, sih?” gerutunya sembari berjalan masuk. Sedang aku menutup kembali pintu.

“Belum bisa tidur, jadi maskeran dulu biar wajah Bunda glowing, biar Ayah gak berpaling ke lain hati,” ucapku menyindir.

Pria berkumis tipis itu tertawa sambil melepas dasinya. “Kamu tetap cantik dimata Ayah, Bund.”

Tak kulihat dia membawa kembali kotak bekal tadi siang. Tetapi sengaja tidak kupertanyakan, karena aku punya rencana untuk mencari tahu sendiri.

Aku membantu membereskan pakaiannya. Lalu suamiku itu pergi mandi. Ini kesempatanku untuk memeriksa ponselnya lagi. Namun sialnya, ponsel yang sebelumnya tidak dikunci itu, kini sudah dipasangi kata sandi. Aku mencoba mengetik tanggal lahirnya, tetapi gagal. Lalu tanggal lahirku, tanggal lahir Chika dan yang terakhir tanggal pernikahan kami. Semua sudah kucoba dan tetap gagal. Sampai akhirnya suara air sudah mati, menandakan suamiku sudah selesai mandi. Segera kuletakkan kembali benda pipih itu ke dalam tas kerjanya, lalu aku pura-pura berbaring memunggungi posisi tidurnya.

Suara dengkuran kubuat seolah aku benar-benar sudah tertidur. Dengan mata sedikit mengintip, aku melihat Bang Arlan mengambil ponselnya dari dalam tas kerja yang tercantol di rak dekat lemari. Redupnya lampu tidur yang meremangkan ruangan, membuat wajah suamiku itu jelas terlihat saat tersorot cahaya dari ponselnya. Bibirnya tersenyum, entah apa yang dia lihat disana. Lalu dia seperti mengetikkan pesan. Tak lama, suamiku itu seperti melakukan foto selfie dan kembali mengetikkan sesuatu sambil terus tersenyum. Seketika aku terngiang kembali suara perempuan yang berucap manja di ruangannya siang tadi.

Jelas, ada yang tidak beres. Dadaku bergemuruh hebat. Tubuhku tiba-tiba terasa panas dingin. Masih berharap jika pikiran-pikiran buruk yang terus menduga-duga di otakku adalah salah. ‘Selingkuh? Gak mungkin!’ tolak batinku.

Beberapa jam kemudian, suamiku sudah lelap dalam tidurnya. Terbukti dari suara dengkuran halus yang keluar dari mulutnya yang sedikit menganga. Aku yang sejak tadi tidak bisa tidur, memutuskan untuk menjadi detektif malam ini.

Kuambil ponselnya yang dia taruh diatas nakas dengan tangan sedikit gemetar, lalu menempelkan jari jempolnya ke fitur kunci sidik jari.

Tap! Ponsel berhasil terbuka. Jantungku semakin berdebar tak karuan. Sejenak aku memejamkan mata dan mengatur napas, bersiap untuk melihat apa yang ada pada ponselnya dan dengan siapa dia tadi bertukar pesan hingga membuatnya tersenyum seperti ABG yang sedang mengalami pubertas.

Beberapa menit, aku masih berkutat di aplikasi W******p, namun tak kutemukan apapun. Tentu, dia tidak bodoh. Pasti pesan tadi segera dihapusnya. Aku masuk ke album foto, juga tak kutemukan apapun. Hanya foto Chika dan sejumlah dokumen-dokumen pekerjaan. Dalam kekalutanku karena bingung harus mencari apa lagi, aku teringat Suparman. Entah kenapa, aku masih penasaran dengan teman Bang Arlan yang satu ini. Aku pun mencatat nomornya, lalu kembali merebahkan tubuh.

Entah sejak kapan aku tertidur. Saat aku bangun, Bang Arlan sudah tidak ada di sampingku. Jam di dinding menunjukkan pukul 05.30 pagi, segera kutunaikan wajib dua rakaat, berharap masih diterima karena aku tak sengaja bangun telat.

Setelah menutup sajadah, aku mendengar sesuatu pecah dari dapur. Bergegas aku mempercepat langkah.

“Ya Allah, Chika!” pekikku panik, setelah tiba di dapur.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • SUKSES SETELAH DIKHIANATI SUAMI   AKHIR YANG DITEMPUH

    “Memang saya pelakunya,” ucap Tante Rusni dengan kepala menunduk.Setelah ketahuan bahwa dirinya menemui Aditya yang merupakan mantan calon menantunya untuk membantunya mencari Yunita yang beberapa hari ini menghilang, aku tidak berhenti bertanya hingga akhirnya tante Rusni lelah dan mengakui bahwa dirinyalah yang telah menjebakku di acara reuni sekaligus pengumuman oleh Yunita bahwa dirinya akan menikah. Saat itu, aku bahkan tidak mengingat wajah calon suami Yunita.“Kenapa tante tega ngelakuin itu sama Gita? Apa salah Gita sama tante?” Aku mulai terisak. Perih sekali hati ini ketika wanita yang sama kuhormati seperti ibuku sendiri ternyata diam-diam menyakiti lahir dan batinku.Percakapan kami saat ini sedang direkam video oleh Angga sebagai bukti untuk berjaga-jaga. Sebab, orang jahat dan licik bisa mengulangi perbuatannya jika ada kesempatan.“Tante minta maaf, Gita. Tante sudah memberikanmu minuman untuk menghilangkan kesadaranmu, lalu menyuruh Aditya untuk berhati-hati dan janga

  • SUKSES SETELAH DIKHIANATI SUAMI   MIE INSTAN BERISI BERLIAN

    “Kamu yakin gak mau ambil lagi rumah itu? Atau kamu mau aku renovasi semua bentuknya agar kamu bisa melupakan Arlan?” Angga berujar tanpa menoleh padaku, sedang tangannya sibuk menyusun berbagai stok makanan di dalam kulkas.Aku tidak mengindahkan ucapannya, yang kuperhatikan sejak tadi adalah, perhatiannya soal makanan. Lelaki ini sangat hobi membelikan makanan untuk orang lain. Aku duduk di mini bar dengan tangan menyanggah dagu. Semakin kuperhatikan, Angga semakin tampan meski wajahnya terlihat kaku dan jarang tersenyum, apalagi ekspresinya yang datar itu.“Kamu denger aku ngomong, gak?” Angga menyalakan kompor dan mendidihkan air, lalu menatapku dari dekat.Aku terkesiap ketika tiba-tiba mendapati dua bola matanya berada tepat di depanku. Bersamaan dengan degup jantung yang berdebar tak menentu.“Malah senyam-senyum sendiri. Apa aku terlihat seperti suami idaman?”Aku mendecih. “PD amat,” gumamku sambil melipat tangan ke dada.Dia tertawa keras dan menyiapkan mie instan ke dalam m

  • SUKSES SETELAH DIKHIANATI SUAMI   KUSERAHKAN

    “Baru kali ini aku mengenal orang segila Angga.” Aku menghela napas panjang dengan mata menatap langit-langit kamar.Hari yang melelahkan. Akhirnya aku kembali ke butik dan menginap di kamar lantai tiga, sebab rumah itu sudah kuserahkan pada Angga.Aku memang ingin menjualnya dan menebus kembali tanah peninggalan ayah. Tetapi, uang itu sudah diserahkan seluruhnya pada Bang Arlan.Kemarin, saat pertemuan terakhir kami, Bang Arlan masih dengan rasa gengsinya dan merasa harga dirinya dijatuhkan oleh Angga.“Saya tidak bisa menerima uang ini!” tegas Bang Arlan. Dari raut wajahnya, sepertinya dia memang serius. Aku jadi heran, kenapa dia menolak, padahal selama ini yang dia kejar hanya uang.“Apa permintaan saya susah, Pak Arlan?” tanya Angga dengan wajah yang ketat.Aku pun mengira setelah menerima uang miliaran, mereka akan pergi dan berhenti mengangguku, tapi ternyata Bang Arlan belum selesai.“Apa lagi yang kamu inginkan, Bang?” tanyaku dengan perasaan putus asa. “Kita selesaikan sampa

  • SUKSES SETELAH DIKHIANATI SUAMI   HANYA UANG

    “Pak Angga?” Yunita bersuara, memecahkan keheningan suasana yang menegang.Bang Arlan yang tadinya terpelongo karena terkejut, kini berubah pandangan menjadi sinis.“Kamu?” Aku juga tak sabar, kenapa bisa Angga yang menjadi pembelinya.“Apa anda tidak mau melayani saya sebagai pembeli rumah ini?” Angga bertanya dengan angkuh pada Bang Arlan yang seketika memasukkan ponselnya ke dalam tas setelah menekan tombol merah, mengakhiri panggilan.“Si*l!” Bang Arlan menggerutu dengan tangan mengepal dan rahang mengeras. “Sampai kapan kau akan terus ikut campur urusanku, hah?” Mata Bang Arlan melotot pada Angga dengan gigi yang dirapatkan, geram.Angga tertawa kecil dan melangkah maju, mendekati Bang Arlan.“Sampai kamu berhenti menganggu Gita.” Angga menyondongkan wajahnya dan sedikit berbisik pada Bang Arlan.“Wah, Cah Bagus! Apa kamu akan memberikan uang pada ibu kalau ibu berhasil membujuk Arlan untuk berhenti mengganggu Gita?” tanya Mamanya Bang Arlan dengan mata berbinar. Di kepalanya han

  • SUKSES SETELAH DIKHIANATI SUAMI   AKAN KUTUNGGU SAMPAI RAMBUT INI MEMUTIH

    “Chika ingat!” Putri kecilku itu berujar dengan tegas. “Nomornya B xx23 NJ.”Aku terperangah mendengar ucapan Chika. “Kamu cerdas sekali, Nak.” Aku berlutut, meraih tangannya. Dia hanya diam dengan ekspresi datar. Biasanya dia akan tersenyum manis jika kupuji, tapi hari ini, dia berubah sensi.“Chika mau ke kamar Nini dulu. Bunda boleh pergi selesaikan urusan dengan Ayah. Chika disini aja sama Nini.” Gadis kecilku itu melepas genggaman tanganku. “Nini, Chika ke kamar dulu ya, tinggal digoreng aja kan, donatnya?” Dia mengalihkan pandangan pada ibuku sambil berdiri, bersiap untuk meninggalkan dapur.Ibuku hanya mengangguk dengan senyum cerah. Gadis kecilku itu langsung pergi ke kamar Nini-nya dan mengunci pintu.Ibu mengusap bahuku dengan lembut. “Kamu yang sabar, ya, Nak. Chika, anak sekecil itu terlihat aneh jika bersikap seperti orang dewasa, tapi itu semua terjadi sebab tekanan batin yang dia rasakan. Bagaimana bisa dia menerima kenyataan secara tidak sengaja bahwa seorang pria yang

  • SUKSES SETELAH DIKHIANATI SUAMI   SERAKAH

    “Sayang … sini, biar bunda jelasin.” Aku merentangkan tangan, memintanya untuk datang ke pelukanku.Chika menggelengkan kepalanya sambil menangis sesenggukan. “Bunda sama ayah jahat! Bunda sama ayah gak sayang Chika!” Dia menjerit, meluapkan emosinya.“Chika … cucu Nini … sini sama Nini, Nak!” Ibuku yang sudah tenang berusaha membujuk gadis kecil itu, sedang aku terduduk di lantai menundukkan kepala.Meski dia benci dengan ayah bundanya, beruntung masih ada Nini yang menjadi labuhan hatinya.“Jangan terus menyalahkan bunda, Nak. Nanti kalau kamu udah besar, pasti mengerti kenapa semua ini terjadi,” ujar Ibuku memberikan Chika nasihat.Chika menenggelamkan kepalanya dalam pelukan ibu. “Tapi Chika gak mau ayah sama bunda pisah dan berantem, Nini. Chika maunya tante itu pergi jangan ganggu ayah lagi. Chika mau buang aja semua bonek itu!” Gadis kecil dengan dress rumahan berwarna merah muda itu membalik badan seketika dan menunjuk mainan baru yang diberikan Yunita.“Kalau Chika benci sama

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status