SUKSES SETELAH DIKHIANATI SUAMI

SUKSES SETELAH DIKHIANATI SUAMI

last updateTerakhir Diperbarui : 2024-07-02
Oleh:  DEAR GREENTamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
1 Peringkat. 1 Ulasan
50Bab
11.3KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

Selama delapan tahun menikah, Gita Lisrani tak menyangka bahwa Arlan Suranta—suaminya yang terlihat sangat mencintainya, tega mendua dengan rekan kerjanya bernama Yunita, yang tak lain adalah teman sekolah Gita saat SMA dulu. Gita tidak langsung mengungkap perbuatan suaminya itu, namun dia menyusun rencana untuk membalasnya secara perlahan, sebelum akhirnya meminta cerai. Sementara itu, Angga Pangestu—CEO perusahaan tempat Arlan bekerja, sering tak sengaja bertemu Gita saat wanita itu memilih meninggalkan rumah. Lelaki yang dia panggil Pak Angga meski masih sangat muda itu, mengajukan diri untuk memberikan bantuan apa saja yang diperlukan Gita. Bahkan ketika Gita memulai usaha untuk menyambung hidup, Angga berdiri paling depan untuk membantunya. Sampai akhirnya, Angga melamar Gita ketika wanita itu telah sukses menjadi pengusaha. Gita dan Angga berencana untuk menikah dan memulai hidup bahagia, namun serangan dari Arlan dan Yunita kembali menghantui. Bagaimana cara Gita melawan gangguan dari mantan suaminya agar hidup bahagia yang diimpikan segera terwujud?

Lihat lebih banyak

Bab 1

PESAN SAYANG

“Sayang?” Aku tak sengaja membaca pesan masuk ke aplikasi chat berwarna hijau milik suamiku. Keningku berkerut bingung. Pasalnya, kontak pengirimnya dengan nama laki-laki.

Sebuah nomor yang diberi nama ‘Suparman’ mengirim pesan aneh. Tak ada pesan apapun sebelumnya. Sejenak aku berpikir, apakah ini teman Bang Arlan yang iseng?

“Ada apa, Bund?” Suara Bang Arlan mengejutkanku. Raut wajahnya menunjukkan ketidaksukaan ketika melihat ponselnya berada di tanganku. “Bunda ngapain pegang HP Ayah?” tanyanya lagi, setelah beberapa detik aku tak menanggapi.

"Ini..." Aku menyerahkan benda pipih itu padanya dengan ruang obrolan masih terbuka. Sengaja, supaya dia bisa melihat apa yang baru saja aku baca.

Dia tampak terkejut, namun akhirnya tertawa. "Ya ampun si Suparman itu temen Ayah waktu SD dulu, dia emang sering iseng begitu orangnya," ucapnya menjelaskan. “Pasti mau pinjam uang dia nih,” tebaknya sembari meraih ponselnya dari tanganku.

"Coba telepon dia! Siapa tau penting," pintaku, untuk membuktikan bahwa ucapannya benar.

"Ok, bentar ya..." Suamiku yang bernama Arlan Suranta itu menekan tombol panggilan dengan tenang, tidak tampak dari sikapnya bahwa dia sedang menyembunyikan sesuatu dariku.

Selama delapan tahun menikah, Bang Arlan selalu memperlakukanku dengan baik. Semua kebutuhanku dan Chika—anakku yang baru berusia 7 tahun, selalu terpenuhi. Bang Arlan juga suami yang giat bekerja, sikapnya ceria dan humoris.

Bisa jadi dia mempunyai teman yang kelakuannya sama dengannya, suka iseng dan bercanda. Tetapi, dua bulan terakhir ini memang ada yang berbeda dari suamiku yang jarang mau menyentuhku dan sering lupa memberiku uang belanja.

"Halo.. Suparmannya ada? Ooh.. mbak istrinya, ya? Maaf sudah mengganggu.." Terdengar suamiku sedang berbicara dengan seseorang dari teleponnya, aku mengerutkan kening sambil mendekat.

"Aktifkan loudspeaker-nya!" bisikku, Bang Arlan mengangguk, lalu menuruti perintahku.

"Maaf ya, tadi si Suparman itu ngirim WA 'sayang' sama saya, terus terbaca sama istri saya dan dia curiga, ya sudah nanti kalau Suparman sudah selesai mandi, suruh menghubungi saya, ya!" Bang Arlan nyerocos tanpa memberikan seseorang di seberang sana kesempatan untuk menjawab.

"Oke!" Suara seorang perempuan akhirnya terdengar olehku. Dari nada bicaranya, seperti dia sedang kesal. Lalu telepon dimatikan begitu saja.

"Tuh kan.. bininya marah," ujar Bang Arlan, lalu pergi meninggalkanku keluar kamar. Saat dia mandi tadi, aku memang sibuk berberes rumah, mengurus Chika berangkat sekolah, lalu kembali ke kamar dan melihat ponsel suamiku menyala karena ada notifikasi masuk.

Aku sampai lupa tujuanku ke kamar untuk mengambil ponsel milikku yang sedang diisi daya. Aku ingin mengabari ibu, bahwa hari ini aku ingin berkunjung setelah menjemput Chika pulang sekolah.

“Bundaaaa…” Panggilan Bang Arlan menyadarkan lamunanku. Aku tergesa menghampirinya ke meja makan. “Bunda cuma masak ini doang?” tanya suamiku ketika membuka tudung saji.

Hari ini aku hanya membuat telur dadar, karena semua stok bahan makanan di kulkas habis. Semua ini karena suamiku lupa memberi uang belanja. Biasanya dia selalu memberikan uang belanja seminggu sekali.

Aku mengangguk dan tersenyum tipis. “Abang kan udah seminggu lebih  belum kasih Bunda uang belanja. Semua stok bahan abis,” jawabku.

Bang Arlan menepuk jidatnya sambil melotot. “Ya ampun, Ayah lupa. Maaf ya, Bund.” Pria itu sibuk mengeluarkan dompetnya. “Aduh, Bund. Gimana ya,” ucapnya dengan ekspresi bingung.

“Kenapa?” tanyaku.

“Ayah lupa ke ATM, jadi ini gak ada uang cash. Tinggal selembar ini doang, buat pegangan Ayah di jalan, ntar.” Dia menunjukkan selembar uang merah. “Mana ATM-nya ketinggalan di kantor lagi,” gumamnya.

“Makanya buat M-Banking dong, Yah. Jadi kalau gak punya uang cash kayak gini kan bisa transfer ke akun e-wallet Bunda,” keluhku.

Aku menarik napas kasar.  Ini bukan pertama kalinya dia lupa memberiku uang belanja dan beralasan ATM-nya tertinggal atau dompetnya tertinggal di kantor.

Sudah dua bulan belakang ini, suamiku selalu pulang lembur dan sering lupa dengan jatahku, terutama jatah untuk batinku. Alasannya karena banyak kerjaan, kecapean, dan akhirnya lupa. Aku memaklumi, karena sudah hampir setahun ini, suamiku naik jabatan menjadi Manager di perusahaannya. Tentu pekerjaannya juga bertambah. Aku yang hanya tamatan SMA, tak tahu apa-apa soal pekerjaan kantoran.

“Ya udah, ntar Bunda ke kantor Ayah aja sekalian jemput Chika pulang sekolah,” ujarku.

Bang Arlan tampak panik. “Eh, ngpain Bunda ke kantor. Gak usah lah, ntar Ayah transfer aja uangnya, ya!” bujuknya. “Oh ya, Chika mana?”

Bang Arlan baru sadar kalau sejak tadi Chika tidak bersama kami.

“Chika sudah pergi duluan, Yah. Nungguin kamu bisa telat dia. Nebeng tadi sama Mamanya Cecil.” Aku menjawab sambil memperhatikannya yang sedang sarapan nasi putih dan telur dadar dengan rasa malas.

Setelah selesai sarapan, Bang Arlan pamit berangkat kerja. Dia tersenyum hangat menatapku, aroma parfumnya membuatku bergairah, aku mengerlingkan mata sambil bergelayut manja di lengannya untuk menggoda. Sudah lama Bang Arlan belum memberiku nafkah batin. Selalu pulang larut malam, sudah kelelahan dan aku pun terkadang sudah tertidur. Sementara waktu diakhir pekan, selalu kami habiskan bersama Chika.

"Bang... ayo bikin adek buat Chika..." bisikku dengan suara sedikit mendayu.

Bang Arlan malah tertawa keras. "Maaf, Bund. Ntar Ayah telat loh ini.. besok ya.. malam ini Ayah lembur lagi."

Aku mencebik, kesal.

"Sabar ya, setelah proyek ini tuntas, Ayah bakal lebih cepat pulangnya.." Dia membelai rambutku seraya meminta pengertian.

Setelah mengecup keningku, Bang Arlan berlari kecil menuju garasi sambil berkali-kali melihat jam yang melingkar di tangan kirinya. Tak lama, mobil yang baru beberapa bulan ini Bang Arlan beli secara kredit, keluar meninggalkan rumah. Aku sempat melambaikan tangan, tetapi dia mengabaikanku.

Aku teringat kembali dengan Si Suparman itu, karena baru pertama kali ini aku mendengar namanya. “Apa karena dia sering meminjam uang, makanya suamiku itu jadi lupa memberiku uang belanja?” gumamku.

Satu jam kemudian, masuk pemberitahuan ke ponselku bahwa uang belanja sudah masuk sebesar dua ratus ribu.

[Bund, udah masuk uangnya, kan? Itu sekalian untuk ongkos ke rumah Ibu, ya. Maaf aku gak bisa antar.] tulis Bang Arlan pada pesan WA.

Aku masih sibuk memperhatikan nama akun pemilik bank yang baru saja men-transfer uang ke rekeningku, dan juga jumlah uang yang masuk. Biasanya Bang Arlan memberi uang belanja lima ratus ribu, namun belakangan ini selalu kurang. Tetapi aku tidak protes dan kuterima saja.

[Yunita siapa, Bang?] tanyaku, membalas pesan Bang Arlan dan tidak bertanya menengenai jumlah uang yang dia berikan.

[Dia karyawan disini, Abang minta tolong sama dia] jawab Bang Arlan.

Tak berpikir panjang, aku langsung ke pasar untuk berbelanja kebutuhan dapur. Saat melihat cumi-cumi dan pete, aku teringat suamiku. Dia sangat suka balado cumi-cumi dan pete. Dengan hati riang, aku pulang untuk segera memasak makanan kesukaan suamiku dan berniat ke kantornya untuk mengantarkan makan siang, tentunya tanpa memberitahu lebih dulu karena aku ingin sesekali memberinya kejutan.

 “Sekalian ke rumah Ibu, singgah bentar ke kantornya Bang Arlan, dah.” Aku bicara sendiri sembari berkutat di dapur. Karena ini hari jumat, jam pulang sekola Chika akan lebih awal.

Setelah masak dan menyiapkan semua barang Chika yang akan dibawa ke rumah neneknya, aku bergegas menjemputnya ke sekolah. Sekali jalan ke kantor Bang Arlan lalu ke rumah Ibu karena searah.

Namun, saat sampai di kantornya, seorang Resepsionis dengan enggan mengizinkanku ke ruangan Bang Arlan. Tetapi, ada seorang pria berpenampilan rapi dan sangat tampan menegur Resepsionis itu, dia memperbolehkanku untuk mengantar makan siang ke lantai tiga, dimana suamiku bekerja. Kami berada dalam satu lift dan menuju lantai yang sama, lelaki itu hanya diam dengan wajah datarnya. Matanya fokus menatap ke depan.

“Om… kok om ganteng banget?” ucap Chika tiba-tiba nyeletuk.

Aku langsung membungkam mulut anakku dan menunduk sambil nyengir ke arah lelaki itu. “Maaf, anak saya suka iseng kayak Ayahnya.”

Lelaki itu hanya tersenyum tipis ke arah Chika, lalu dia berjongkok untuk mensejajarkan tubuhnya dengan Chika. “Banyak yang bilang begitu,” ucapnya dengan suara sedikit berbisik.

Pintu lift terbuka, pria berjas hitam itu melangkah lebar dengan kakinya yang jenjang, lalu masuk ke sebuah ruangan. Sementara aku langsung menuju ruangan suamiku yang sudah diberi petunjuk oleh Resepsionis tadi.

Baru akan membuka hendel pintu, aku mendengar suara manja dan tawa seorang wanita di dalam ruangan tersebut. Aku berdiam cukup lama disana, bingung. Jika aku masuk dan mendapati suamiku macam-macam dengan wanita lain, pasti Chika akan terluka.

“Nak… kayaknya lain kali aja kita temui Ayah di kantor, ya.” Aku berjongkok dan meletakkan kotak makan siang ke lantai. Chika mengerutkan kening. “Kayaknya Ayah lagi sibuk banget banyak kerjaan,” sambungku.

“Tapi kan…” Chika cemberut dan tampak keberatan.

Tampilkan Lebih Banyak
Bab Selanjutnya
Unduh

Bab terbaru

Bab Lainnya

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

user avatar
Fakhriy faiz
cerita bagus jadi penasaran
2024-07-24 13:16:22
1
50 Bab
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status