"Ayah, Sofia pulang." Sofia membuka rumahnya dan terlihat sang Ayah yang sudah sepuh terbaring di kursi kayu. Setelah menempuh beberapa jam perjalanan. Akhirnya Sofia sampai di kampung halamannya. Ia tak dapat lagi menahan rasa harunya saat menatap manik mata milik sang Ayah. Sofia benar-benar sangat merindukan cinta pertamanya.Sang Ayah pun mengucek matanya berkali-kali memastikan bahwa yang saat ini datang adalah Sofia, putrinya.Adinda mengantarkan Sofia ke halte bus. Setelahnya mereka saling berpamitan."Sofia?" Sang Ayah mencoba mendekati seseorang yang sekarang ada di dalam rumahnya. Perlahan ia melangkah maju sambil menahan tangisannya karena ternyata benar, sekarang yang berdiri di depannya adalah putri kesayangannya."Ini Sofia, Ayah. Sofia pulang menemui Ayah sekarang," ucap Sofia lalu menyalimi punggung tangan sang Ayah. Lama dia mencium punggung tangan milik sang Ayah. Melihat tangan ayahnya yang keriput membuat sesak di dalam dada Sofia. Begitu lama ia pergi bersama sang
[Pulanglah Sofia, aku ingin kamu mempertanggungjawabkan ucapanmu padaku dan keluargaku!]Sofia melirik ponselnya yang berada di atas meja. Tak ada niat sedikit pun untuk membalas pesan yang dikirimkan Adnan.Pagi hari ini, Sofia berniat berbelanja ke pasar. Sekalian melihat-lihat kampung halamannya yang sudah hampir dua tahun tak ia pijaki."Sofia, kamu sudah makan?" tanya Habibi, mengetuk pintu kamar sang putri."Iya, Ayah, nanti Sofia makan," jawabnya. Sofia lalu buru-buru membersihkan tempat tidur dan bergegas ke luar kamar.Dulu, sebelum Sofia dilahirkan ke dunia. Ibunya adalah keturunan orang berada. Mereka menikah karena saling mencintai. Habibi juga sama, dia diperlakukan tak layaknya seorang babu di rumah mertuanya sendiri. Itu karena pernikahan mereka yang belum dapat restu dari orang tua istrinya."Aa, kita pergi saja dari sini. Zahra tidak kuat mendengar hinaan yang terus dilontarkan pada Aa," ucap Zahra menemani Habibi yang sedang membersihkan rumput di halaman rumah mertu
"Loh, ini Sofia? Kok makin kurus sekali sih kamu, wajahmu juga kusam. Padahal kan suamimu orang kaya, hidupnya berkecukupan, kok kamu pulang ke desa malah kayak orang gembel. Nggak diberi makan suamimu ya di kota?" Tiba-tiba sebuah suara menghentikan tawa mereka berdua. Ada perasaan beda saat dirinya diberi pertanyaan yang menurutnya sedikit menyakitkan."Ladalah, Bu Rina ini datang-datang main nyerocos aja. Cantik begini kok dibilang kayak gembel," protes Bu Ijah sambil menatap kesal wajah Bu Rina."Bukannya ngatain ya, Bu, kita bisa lihat sendiri. Cantikan kamu yang di sini loh Sofia daripada pas pulang dari kota. Kamu ini juga Sofia, mentang-mentang sudah bersuami orang kota sampai lupa sampai kampung halaman sendiri. Sama ayahmu pun kamu seperti lupa, sakit senang ayahmu tetap sendiri," kata Bu Rani mengomeli Sofia. Sofia terdiam, benar, sebagian banyak perkataan dari Bu Rina memang benar.Semenjak dia menikah dengan Adnan, tak sekali pun dia bisa pulang ke kampung halaman. Namun
"Sofia?" panggil Hafiz dengan pandangan ragu bahwa yang sekarang di depannya adalah Sofia. Wanita yang dulu pernah singgah di hatinya dan sampai saat ini rasa itu masih tetap sama.Sofia menoleh ke arah Habibi meminta jawaban mengapa Hafiz bisa ada di rumah mereka. Dan ia juga sedikit penasaran kenapa Hafiz tiba-tiba ada di kampung halaman ini lagi."Nanti akan Ayah jelaskan," jawab Habibi seakan mengerti dengan sorot mata sang putri."Untuk apa kamu ke sini?" tanya Sofia dengan ketus. Tatapan matanya membenci seseorang yang ditatapnya. Bagaimana tidak, sosok yang sekarang di depannya adalah penggores luka terbesar dalam hidup Sofia."Sofia, kapan kamu pulang?" Bukannya menjawab pertanyaan Sofia, Hafiz malah balik bertanya."Bukan urusanmu, pergi dari sini. Kamu tidak ada hak lagi menginjakkan kakimu di rumah ayahku!" tegas Sofia penuh penekanan, tak ada lagi sorot sendu dari seorang Sofia.Tak ada lagi senyum manis menghiasi bibir Sofia, kini hanya tersirat luka dan amarah dalam mani
Seminggu sudah Sofia berada di rumah ayahnya. Sedikit banyaknya memang ada gosip-gosip miring tentang dirinya. Seminggu itu juga Adnan tak henti-hentinya menghubungi Sofia, apalagi setelah Adnan menerima surat panggilan sidang cerai.Hal itu semakin membuat Adnan murka. Sayangnya Sofia sama sekali tak mau mengangkat telepon dari Adnan. Tak berselang lama, telepon masuk dari Adinda."Halo, assalamualaikum," salam Sofia pada Adinda."Wa'alaikumsalam, jadikan kamu hari ini ke sini, Fia?" tanya Adinda."Iya, jadi, ini aku udah mau jalan ke halte. Nanti kita langsung ketemu di sana saja ya," ucap Sofia lagi. Ya, dia hari ini berencana untuk kembali ke kota suaminya. Bukan untuk bertemu dengan Adnan, melainkan untuk mengurus sidang perceraian mereka."Baiklah, aku akan tunggu kamu nanti di sini, ya. Jangan lupa kabari aku, dan tolong ponselmu aktifkan terus. Kalo kamu nonaktifkan, aku akan sulit menghubungimu nantinya," omel Adinda karena Sofia yang dulu mematikan ponselnya hingga membuat
"Sofia!" teriak Adinda saat melihat Sofia baru turun dari bus. Sofia lalu melambaikan tangan pada Adinda."Masyaa Allah, baru seminggu kamu di sana sudah kelihatan lebih ceria dari sebelumnya. Bagaimana kabarmu, Sofia?" tanya Adinda selepas memeluk Sofia."Alhamdulillah aku baik-baik saja, bagaimana denganmu, Din?" tanya Sofia balik. Ia tersenyum haru karena Adinda yang antusias menjemputnya.Padahal sekali lagi Sofia tegaskan bahwa ia dan Adinda tak saling dekat. Namun karena permasalahan yang menimpa Sofia, akhirnya mereka didekatkan. Sofia berharap Adinda memang benar-benar baik, tapi dari caranya memperlakukan Sofia, Sofia yakin bahwa Adinda bukanlah orang yang mengambil kesempatan untuk mendapatkan keuntungan."Aku baik-baik saja, Din. Maaf aku belum sempat untuk ke kampung halamanmu. Banyak pekerjaan yang harus aku kerjakan, jadi sangat susah jika tak dikendalikan olehku." Sofia mengerti, Adinda memang memiliki jiwa bisnis yang tinggi. Oleh sebab itu, toko milik Sofia bermacam-
"Assalamualaikum." Habibi menoleh ke luar dan mendapati Hafiz yang berdiri di sana."Wa'alaikumsalam, eh Nak Hafiz silakan masuk," ucap Habibi lalu mendekati Hafiz dan mengajaknya masuk ke dalam rumah. Hafiz menelisik mencari keberadaan Sofia, tapi dia tak menemukannya."Sofia tidak ada di sini, dia kembali ke kota," ucap Habibi yang seperti mengerti bahwa Hafiz sedang mencari putrinya. Hafiz yang sadar karena teguran dari Habibi merasa sungkan sekaligus malu, malu karena sudah ketahuan sedang mencari Sofia.Namun ia buru-buru menghapus khayalannya tentang Sofia, apalagi Hafiz sekarang sudah tahu bahwa Sofia memiliki suami. Jadi, sangat tak ada kemungkinan ia dan Sofia akan kembali seperti sedia kala."Oh iya, Ayah, saya pikir dia masih di sini. Wajar saja dia pulang kembali ke kota, karena ya di sana kan ada suaminya." Hafiz terkekeh kecil mengingat bahwa Sofia sudah menjadi milik orang lain. Jujur dari lubuk hati yang terdalam Hafiz masih sangat mencintai Sofia, bahkan hingga saat i
"Ada apa, Bu? Mengapa pulang merengut begitu?" tanya Rani yang heran dengan sang Ibu. Padahal tadi saat mau berangkat ke arisan, ibunya begitu senang untuk memamerkan tas dan sepatu yang baru saja ia dapatkan."Ke mana tas dan sepatu, Ibu? Ibu nyeker pulang ke rumah?" tanya Rani yang tak kunjung dapat jawaban dari sang Ibu.Rani yang khawatir buru-buru mendekati ibunya, lalu bertanya secara detail. Namun Romlah malah menangis kencang, dan tentu saja itu membuat Rani terkejut."Malu sekali Ibu, Ran, ternyata itu si Sofia ada di tempat arisan. Ibu kaget banget dia ada di sana, dan tiba-tiba Sofia datang malah malu-maluin Ibu," ucap Romlah pada Rani. Rani mengerutkan keningnya bingung."Bukannya dia pulang kampung ya, Bu?" tanya Rani pada Romlah."Nggak tau juga, Adnan sih bilangnya gitu, tapi kenapa dia sekarang ada di sini. Nggak mungkin kan kalo itu kembarannya Sofia," ucap Romlah sambil menghapus air mata buayanya."Lagian kok bisa si Sofia malu-maluin Ibu, kan Ibu dapat beli tas dan