Share

Bab 6. INGIN DEKAT DENGANMU

Luna hanya diam. Seolah ia mengiyakan pertanyaan Bimo.

Bimo kian berani menyentuh tiap inci tubuh putih mulus Luna yang seperti mutiara.

Selanjutnya, kedua nya menikmati malam pertama mereka dengan gelora yang baru saja dimulai. Sampai akhirnya mereka tersadar itu tidak boleh terjadi.

***

"Minumlah teh hangat ini, Bimo! Tehnya nikmat sekali. Teh asli dari kebun di sini." Luna meletakkan dua gelas teh hangat di atas meja yang berada tepat di hadapan Bimo.

"Terima kasih, My Lovely," ucapnya tanpa kaku, dan kali ini terdengar mesra di telinga Luna.

"Bimo, maafkan aku menolakmu tadi malam." Luna menunduk memainkan sendok di dalam gelas tehnya.

"Saya yang seharusnya minta maaf. Karena lancang menginginkan itu. Saya lupa kalau saya hanya seorang suami sewaan." Bimo tertunduk malu.

Tiupan angin pagi itu terasa kian menyejukkan. Seakan membantu mendamaikan hati keduannya. 

"Bimo, jangan berkata seperti itu! Kamu tidak salah jika menginginkan itu dariku. Karena, setelah ijab kabul selesai, sebenarnya aku adalah istrimu yang sah. Kau berhak mendapatkan apapun dariku. Termasuk kenikmatan di malam pertama kita tadi malam. Tapi bayang-bayang Marcel begitu menakutkan saat berhasil membuatku hamil seperti saat ini. Dan terlebih aku ingat janjiku waktu itu, tak ingin merusakmu dengan pernikahan ini." Luna menepis anak rambut yang menutupi keningnya. 

"Uweeek … uweeeek … uweeekkk …" tiba-tiba Luna mengagetkan Bimo. Bimo langsung terlonjak dan bangkit.

Ia raih tubuh Luna yang sedang menunduk mengeluarkan sebentuk cairan dari mulutnya.

Tangan Bimo dengan lembut memijit-mijit tengkuk mulus milik Luna.

"Ayo, muntahkan semuanya, My Lovely!" Bimo membisikan itu, meminta pada wanita itu untuk menuntaskan muntahnya, agar terasa lega.

"Ayo, kita masuk saja ke dalam kamar! Di teras ini dingin sekali." Tanpa menunggu jawaban Bimo langsung membopong tubuh Luna. Luna menurut saja. Dia kalungkan kedua tangannya di leher kekar Bimo. 

Perlahan Bimo membawanya masuk ke dalam kamar. Dan dengan sangat hati-hati, lelaki itu merebahkan tubuhnya di atas kasur.

"Terima kasih, suamiku." Ucapnya lemah. Tapi itu mampu membuat hati Bimo berbunga-bunga. Dan merasa menjadi lelaki yang paling berbahagia di muka bumipp ini.

"Tak perlu berterima kasih seperti itu. Sekarang ini, kamu sudah menjadi tanggung jawabku. Dan bayi dalam kandunganmu pun menjadi anakku." Mata elang Bimo menatap tajam ke dalam kedua bola mata indah Luna. Wajah mereka sangat dekat sekali. Hanya berjarak beberapa helai rambut saja. Rahang kokoh itu masih berada dalam rangkulan kedua tangan Luna.

"Bimo …" Luna tak mampu meneruskan kalimatnya.

***

Selanjutnya hari-hari Bimo disibukkan dengan mengurus Luna. 

Masa awal kehamilan Luna membuat Bimo merasa menjadi seorang suami yang sangat dibutuhkan. Luna hampir tak mau makan. Tiap hari kerjaannya hanya muntah saja. Tapi Bimo dengan penuh ketulusan, mau merawat Luna sepanjang hari.

Bimo tak membiarkan Luna dirawat oleh asisten di villa itu.

"My Lovely, ayo makan Apel ini. Ini bagus untukmu dan bayi kita." Bimo menyodorkan sepotong apel yang sudah dibersihkannya pada Luna. Bibir Luna mengatup, menolak sepotong apel itu. Ia tepis pelan tangan Bimo.

"Ayo, makanlah, bayi kita membutuhkan ini!" Paksanya, namun tetap dengan penuh kesopanan dan kasih sayang Bimo melakukannya.

"Aku tidak berselera, Bimo!" Luna masih saja membandel dengan menolak memakan apel itu. Dan matanya mulai basah, kalimat terakhir Bimo, membuatnya seperti itu. 

Lalu Bimo merangkul tubuh itu,"kalau begitu sekarang minum vitamin saja, ya?!" 

Luna mengangguk. Dan kini Bimo melepas rangkulannya, ia ingin mengambil vitamin-vitamin yang diberikan oleh dokter pribadi Luna beberapa hari yang lalu.

Tapi tarikan tangan Luna membuatnya sulit bergerak, dan langsung menghentikan langkahnya.

"Bimo, tetaplah di sini di dekatku! Entah kenapa aku ingin selalu dekat denganmu." Luna akhirnya jujur dengan keinginannya itu.

"Hei, kamu ngidam ingin selalu dekat dengan suamimu ini, ya?" tawanya jenaka, dan kembali mengulang merangkul tubuh Luna. Ia merasa tubuh Luna agak kurus. Pastinya karena wanita itu tidak mau makan sudah beberapa hari ini.

Luna mengangguk sambil membenamkan kepalanya ke dalam dada bidang Bimo. Bimo mengecup pucuk kepala Luna, dan kemudian membelai rambut panjangnya.

***

Perut Luna kian hari kian membesar. Meski begitu Luna tetap terlihat mempesona di mata Bimo.

"Bayi kita nakal?" Ditempelkan telinganya di perut buncit Luna.

"Ya, kadang-kadang!" Luna meringis kegelian saat tangan Bimo mengelus-elus perutnya.

"Sabar, ya! Pasti bayi kita adalah bayi yang cantik, secantik Ibunya." Bimo terus mengelus-elus perut Luna, beberapa kali ia merasakan bayi dalam kandungan Luna bergerak-gerak.

"Dan sebaik, Ayahnya," balas Luna. Namun itu cukup membuat Bimo terdiam, seolah mengintimidasi dirinya untuk tidak seenaknya mengaku-ngaku bahwa bayi itu adalah darah dagingnya.

Wajah Bimo memerah, seperti menahan malu, lalu bergegas pergi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status