Share

Bab 5. MALAM PERTAMA

Semua para tamu yang hadir kembali bertepuk tangan. Semua seperti ikut terhanyut dalam kebahagiaan kedua mempelai.

Malamnya, villa itu kembali hening. Hanya tinggal Luna dan Bimo, serta beberapa orang asisten villa saja yang ada di sana.

Di kamar pengantin, Luna menghapus riasan di wajahnya, dan mencopot sanggulnya.

Bimo duduk diam di sisi ranjang. Kasur empuk ranjang yang ia duduki seharusnya membuatnya nyaman, tapi ternyata saat ini tidak. 

Bimo hanya mampu menatap langit-langit kamar itu, seolah sedang mencari sesuatu. 

Dari balik cermin hias yang ada di hadapannya, Luna dengan jelas melihat kegelisahan itu. Dan jantung Luna pun tiba-tiba berdegup lebih kencang, saat ia menyadari ini adalah malam pengantinnya, malam pertama yang seharusnya indah. Malam pertama yang mampu menghangatkan dinginnya udara malam ini. Namun Luna berusaha mencampakkan hasrat itu. Ia tak ingin terperangkap oleh rasa yang ia anggap gila ini.

Luna lalu melangkah menuju lemari besar dengan banyak pintu yang ada di dekat ranjang. Ia melewati Bimo yang masih terlihat diam mematung. 

Luna mengambil daster tipis transparan berwarna merah menyala miliknya, dari dalam lemari itu. Lalu meletakkannya di atas ranjang, persis dekat di tempat Bimo duduk.

"Maaf, Bimo." Luna perlahan-lahan melepas kebaya dan jarik yang ia kenakan satu persatu.

Bimo menoleh sekilas ke arah Luna. Lalu ia pun kembali menatap ke atas, menekuni langit-langit kamar itu.

Bimo menahan napasnya, saat dilihatnya Luna yang kini sudah menjadi istrinya itu nyaris tanpa busana. Hanya pakaian dalam berwarna merah menyalanya saja yang tampak menutupi bagian paling intim milik wanita cantik itu. 

Dan kemudian, perlahan ia kenakan daster tipis transparan berwarna merahnya tadi. 

Di bawah penerangan lampu yang temaram, sosok Luna tampak kian cantik dan seksi saat sudah mengenakan daster itu. 

Bimo meremas-remas jari jemarinya sendiri. Menghembuskan napasnya berkali-kali dengan kasar. 

"Sudah, Bimo, kamu tidak usah memandangi langit-langit kamar itu lagi!" Suara Luna menghentikan lamunan panjang lelaki itu.

"Ya, Mbak!" jawabnya dengan suara bergetar.

"Panggil aku seperti panggilan yang kamu pilih waktu itu, My Lovely! Dan sekarang gantilah pakaianmu! Pilih saja baju-baju dalam lemari itu!" Luna berdiri tepat di hadapan Bimo yang masih duduk di sisi ranjang.

"Baik, My Lovely!" Bimo bangkit dan menuju ke lemari. Langkahnya kaku. Ia masih merasakan bagaimana nelangsanya perasaannya saat melihat keindahan tubuh Luna. Tubuh yang tak bisa ia jamah, karena ia hanya suami yang dibayar untuk menutupi aib kehamilan Luna, dan tentunya ia bukanlah suami sungguhan bagi wanita itu. Wanita yang saat ini mulai membuatnya jatuh cinta.

Luna membiarkan Bimo mengganti pakaiannya. Luna pura-pura sudah tertidur, meski ia masih mengintip Bimo dari sela kelopak mata indahnya. Ada kegetiran dalam hatinya saat ia harus membiarkan tubuh kekar Bimo tak mendekapnya. 

Luna ingat janjinya waktu itu, saat meminta Bimo untuk menikah dengannya, "Bimo, aku janji tidak akan merusakmu dengan pernikahan ini."

Mengingat itu, hati Luna kian sepi, karena harus menikmati malam pertamanya hanya dalam dingin, dan tanpa kehangatan cinta.

Tubuhnya kian menggigil gelisah saat dirasanya tubuh Bimo sudah berbaring di sampingnya.

Detak jarum jam dinding, menjadi irama kamar pengantin yang sunyi itu. Suaranya seperti sedang mengejek kebekuan mereka.

Malam semakin merangkak. Namun kedua insan yang mulai saling mencinta itu belum juga tertidur, meski mata kedua nya sudah tampak terpejam. 

Keduanya malu menyatakan hasrat mereka masing-masing. Karena terikat sebuah janji. 

Plaaaak …

Tiba-tiba sebuah rangkulan dirasakan oleh Luna.

"My Lovely!" desahnya hangat, seperti sedang menginginkan sesuatu.

Luna bergeming, dan membiarkan dekapan itu kian menghangatkannya.

Ia biarkan jemari lentiknya disentuh lembut oleh jemari kokoh Bimo. Dan kemudian memasangkan jari jemari mereka satu persatu hingga saling menyatu.

Luna juga membiarkan bibir merahnya disentuh oleh bibir Bimo.

Detak jarum jam kian terasa kencang, seolah ingin berpacu dengan detak jantung kedua insan yang sedang dimabuk asmara itu.

Dekapan Bimo kian erat merengkuh tubuh Luna. Daster tipisnya tersingkap sedikit, memamerkan paha putih mulus wanita itu.

Luna pun membalas dekapan itu. 

Dekapan itu terasa hangat sekali. Bimo menatap lekat wajah cantik sang tuan. Berkali-kali ia daratkan kecupan lembut pada wajah itu.

"Apakah kau menginginkan ini, My Lovely?" bisik Bimo ketelinga Luna.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status