Home / Fantasi / SURA, PANGERAN TERBUANG / 1. KELAHIRAN 2 PANGERAN ALAM MATAHARI

Share

SURA, PANGERAN TERBUANG
SURA, PANGERAN TERBUANG
Author: Lampard46

1. KELAHIRAN 2 PANGERAN ALAM MATAHARI

Author: Lampard46
last update Last Updated: 2025-10-21 19:00:13

Oeeee... oeeee... oeeee...

Tangisan bayi menggema dari kamar permaisuri, mengguncang ketenangan istana megah Kekaisaran Alam Matahari tepat di tengah siang hari. Saat itu, Sang Kaisar tengah memimpin rapat bersama para menteri dan jenderal tertinggi ketika seorang kasim berlari tergesa, membisikkan kabar gembira di telinga penguasa tertinggi itu.

Wajah Sang Kaisar seketika berubah—campuran antara kaget, gembira, dan lega. Dengan tawa yang tak bisa ditahan, ia berdiri dan berkata lantang, “Putraku telah lahir!”

Para pejabat langsung menunduk hormat, sementara Kaisar mengakhiri pertemuan tanpa menunggu lama. Langkahnya cepat, penuh semangat, menuju kediaman sang permaisuri.

“Selamat, Yang Mulia,” ucap tabib istana sambil menggendong bayi mungil yang baru lahir. “Putra pertama Anda telah lahir dengan selamat.”

Kaisar mendekat, menatap istrinya yang tampak lelah tapi tersenyum lembut. Ia menggenggam tangan sang permaisuri. “Terima kasih, istriku. Kau telah berjuang keras.”

Tabib itu berdeham pelan, suaranya bergetar penuh takjub. “Yang Mulia, tubuh sang pangeran luar biasa. Ia memiliki fisik Dewa Perang dan akar spiritual tingkat Dewa! Dalam seribu tahun, belum pernah lahir bayi seperti ini.”

Kaisar terdiam sejenak—lalu meledak dalam tawa yang menggema di seluruh ruangan. “Hahaha! Langit benar-benar memberkati Kekaisaran Alam Matahari!” Ia mengangkat bayinya tinggi-tinggi, matanya berbinar. “Istriku, kau adalah berkah terbesar dalam hidupku. Anak ini... akan menjadi penguasa semesta!”

Tanpa peduli darah dan air ketuban yang masih menempel di tubuh sang bayi, Kaisar keluar menuju podium utama istana, memperlihatkan putranya di hadapan para menteri, jenderal, dan pasukan yang berbaris rapi.

“Lihatlah!” serunya lantang. “Putra pertamaku, penerus tahta Kekaisaran Alam Matahari! Ia memiliki tubuh Dewa Perang dan akar spiritual tingkat Dewa! Ia akan menjadi penguasa seluruh alam!”

Sorak-sorai membahana.

“Selamat, Yang Mulia Kaisar!” seru para pejabat.

“Kerajaan Alam Matahari diberkahi oleh langit!” sahut para jenderal.

“Panjang umur Kaisar! Panjang umur Putra Mahkota!”

Kaisar mengangkat bayinya dengan bangga. “Mulai hari ini, ia akan menjadi Putra Mahkota Alam Matahari. Aku menamainya Indra!”

Sorak-sorai kembali bergema, mengguncang dinding istana. Namun, kebahagiaan itu tak bertahan lama. Seorang kasim tiba-tiba berlari tergopoh-gopoh dan membisikkan sesuatu di telinga Kaisar.

“Ada satu putra lagi yang lahir, Yang Mulia.”

Kaisar tertegun. “Apa...?”

Tanpa berkata banyak, ia menunduk pada para pejabat. “Tuan-tuan sekalian, aku pamit. Sang Ratu memanggilku.” Ia melangkah pergi dengan tenang, namun di matanya tersimpan campuran bingung dan was-was.

Di dalam kamar, sang permaisuri tampak pucat, kelelahan. Di sisinya, tabib kembali berlutut. “Yang Mulia, Pangeran Kedua telah lahir, namun...”

Kaisar menatap tajam. “Namun apa?”

Tabib itu menelan ludah. “Pangeran kedua... tidak memiliki akar spiritual. Ia hanya memiliki tubuh fana biasa.”

Ruangan seketika hening. Wajah Kaisar menegang. “Tidak mungkin! Aku adalah keturunan langsung Penguasa Alam. Bagaimana mungkin anakku lahir cacat seperti itu?!”

Tabib menunduk dalam. “Maaf, Yang Mulia. Tapi aku yakin... dua pangeran ini adalah berkah sekaligus ujian bagi kekaisaran.”

Sang Permaisuri langsung memotong dengan suara bergetar. “Jangan katakan anakku malapetaka! Ia lahir sehat! Aku melahirkannya dengan seluruh hidupku!”

Tabib menghela napas. “Pangeran pertama adalah karunia satu dalam sejuta tahun... namun pangeran kedua—” ia berhenti, takut melanjutkan.

Kaisar terdiam lama. Suaranya serak ketika bertanya, “Apa yang harus aku lakukan?”

“Membuangnya,” jawab tabib perlahan. “Jika tidak, mungkin ia akan membawa kehancuran bagi kekaisaran.”

Kata-kata itu seperti petir di dada Kaisar. Ia memejamkan mata, menarik napas dalam. Sang Permaisuri menangis keras, mengguncang tubuh lemah.

Sang Kaisar berjalan keluar kamar, berdiri di bawah langit yang gelap dan penuh petir. Suaranya pelan tapi bergetar. “Langit... mengapa memberiku ujian seberat ini? Jika aku membuang putraku, aku kejam sebagai ayah. Tapi jika aku membiarkannya hidup di sini, aku egois sebagai Kaisar... apa yang harus kulakukan?”

Tabib mendekat, menunduk. “Yang Mulia, anda harus memilih antara kasih sebagai ayah... atau tanggung jawab sebagai penguasa.”

Sang Ratu, dengan sisa tenaga terakhir, berusaha merangkak ke arah suaminya. “Yang Mulia... jangan buang anak kita. Aku mohon...” air matanya jatuh membasahi lantai. “Dia sehat, hanya berbeda. Aku akan membesarkannya, mendidiknya. Kekuatan bisa dilatih. Jangan buang darah dagingmu sendiri...”

Namun Kaisar diam. Lalu berkata datar, “Kasim.”

“Daulat Tuanku,” sahut kasim.

“Panggil Menteri Perang He.”

“Laksanakan, Yang Mulia.”

Kaisar lalu menatap tabibnya. “Tabib Scribinus, bungkus pangeran kedua itu baik-baik. Ia akan dibuang jauh dari istana... dan dari alam ini.”

Tabib itu menunduk dalam. “Daulat, Yang Mulia.”

Tak lama, Menteri Perang He tiba, berlutut. “Ada perintah apa, Yang Mulia?”

Kaisar menatap tajam. “Bawa pangeran kedua jauh dari kekaisaran. Tempatkan dia di dunia fana, di antara manusia biasa.”

Menteri He terkejut. “Apa? Tapi—”

“Ini perintah,” potong Kaisar tegas. “Anak itu tak bisa berkultivasi. Aku ingin ia hidup damai di dunia yang tak mengenal kekuatan.”

Menteri He menunduk dalam-dalam. “Baik, Yang Mulia.”

Sang Kaisar melepaskan cincin penyimpanan dari jarinya dan memberikannya. “Di dalamnya ada seluruh hartaku. Berikan padanya... sebagai tanda maaf seorang ayah.”

Menteri He menerimanya dengan hormat, namun sebelum pergi, Sang Ratu memanggil lirih, “Tunggu!”

Ia memeluk bayi kecil itu erat-erat. Air matanya jatuh ke pipi mungil sang anak. “Maafkan ibumu, nak... Aku tak mampu melindungimu. Tapi ketahuilah, kau adalah cahaya dalam hidupku. Aku menamakanmu Surya, penerang dalam kegelapan...”

Ia menyerahkan bayi itu dengan tangan gemetar.

Namun Kaisar berkata dingin, “Dia bukan Surya. Namanya Sura. Sisi gelap dari Kekaisaran Alam Matahari. Pastikan dia dibuang jauh... di dunia yang tenang, di mana manusia lemah hidup damai. Titipkan dia pada keluarga tanpa keturunan. Setelah itu, kembalilah.”

“Daulat, Yang Mulia.” Menteri He berlutut, lalu pergi di bawah deras hujan, membawa bayi kecil itu menuju takdirnya.

Kaisar berdiri lama di sana. Petir membelah langit di luar jendela. Ia menutup matanya, menahan perih di dada.

“Tabib Scribinus,” panggilnya perlahan. “Rahasiakan semuanya. Jika kabar ini bocor, kekaisaran akan terguncang.”

“Baik, Yang Mulia,” jawab tabib itu dengan hormat.

Kaisar menatap dingin ke arah para dayang. “Jika satu kata saja keluar dari mulut kalian... nyawa kalian taruhannya.”

Empat dayang berlutut gemetar. “Kami paham, Yang Mulia! Kami bersumpah akan diam!”

Ratu akhirnya pingsan di pelukan pelayan, sementara Kaisar meninggalkan ruangan dengan langkah berat, menuju ruang baca istana, menatap hujan deras yang membasahi langit Alam Matahari. Dalam hatinya, ia tahu—keputusan ini akan menghantui sisa hidupnya.

Di bawah badai malam itu, Menteri Perang He melangkah menembus hujan, membawa bayi kecil bernama Sura menuju dunia fana, jauh dari gemerlap langit Kekaisaran Alam Matahari.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • SURA, PANGERAN TERBUANG   14. SUMPAH PARA IBLIS SILUMAN

    Cahaya keemasan terpancar dari tanah beberapa saat setelah Sura menanam biji buah persik dewa. Dalam hitungan detik, muncul sebatang pohon besar dengan batang kokoh, daun hijau keemasan yang lebat, dan buah-buah bercahaya lembut menggantung di antara dahan-dahannya. Pemandangan itu begitu indah dan tak masuk akal.Sen Butao yang sempat pingsan langsung tersadar, sementara Brender dan Si Yelong menatap tanpa berkedip, wajah mereka tercampur antara kagum dan takut.“Jadi ini… batang pohon buah persik dewa?” gumam Sura perlahan, menatap pohon yang kini menjulang di depannya. “Berbeda dengan persik spiritual biasa, pohon ini memiliki batang, daun, dan buah berwarna emas murni.”“Tidak mungkin…” Brender menggeleng tak percaya. “Seharusnya, batang pohon persik dewa baru

  • SURA, PANGERAN TERBUANG   13. BUAH PERSIK DEWA DAN KEAJAIBAN

    “Hahaha! Dasar manusia sombong tak tahu diri! Aku akan mengubahmu jadi abu dengan satu pukulan! Berdoalah agar nanti kau terlahir kembali dengan tubuh yang lebih kuat!” teriak Sen Butao penuh amarah. Ia mengerahkan seluruh kekuatannya, mengayunkan tinju raksasanya yang dikelilingi Qi merah menyala dan percikan petir yang berputar ganas di sekitarnya.Namun Sura hanya tersenyum tenang. Ia mengangkat satu jari telunjuk, dan dalam sekejap jari itu bersinar dengan cahaya emas yang pekat.Bam!!Suara ledakan menggema, dan tubuh besar Sen Butao terlempar jauh ke belakang. Lubang sebesar kepalan tangan muncul di dada iblis itu, tembus dari depan ke belakang. Tanah di bawahnya bergetar keras, meninggalkan bekas benturan besar.Sen But

  • SURA, PANGERAN TERBUANG   12. GODAAN DAN TANTANGAN

    “Tidak. Aku tidak suka makan kotoran hijau seperti itu! Ambillah, kau lebih membutuhkannya.” Sura mengangkat bahu santai, lalu meninggalkan Lin Boa dan kembali ke ruangannya untuk beristirahat.Sambil melangkah, Sura bergumam dalam hati, mengingat ucapan ayahnya dulu. “Ayah bilang aku tidak perlu berkultivasi. Jadi sebenarnya aku tak butuh apa pun untuk kuserap sebagai energi sekarang. Yang perlu kulakukan adalah mengaktifkan seluruh dantian suprameku.” Ia menghentikan langkah sejenak, mata menatap jauh ke arah langit. “Harus bisa mengaktifkan setidaknya setengah dari jumlah dantian suprame itu. Setelah itu aku bisa bebas terbang meninggalkan tempat ini, lalu menyusul ayah.”Belum selesai Sura bicara dalam pikiran, wajah Lin Boa mendadak berubah tegang saat suara dari kejauhan memanggil. “Hei, gadis muda!! Apa kau mendeng

  • SURA, PANGERAN TERBUANG   11. TIGA IBLIS DAN MURID BARU

    “Petirnya sudah hilang. Ayo kita ke sana dan lihat siapa gadis yang berani menantang langit!” seru Si Yelong, terbang lebih dulu, diikuti oleh Sen Butao dan Brender.Setelah menyerap seluruh sisa energi petir yang telah diubah menjadi kekuatan murni, Lin Boa perlahan turun dari udara. Tubuhnya bersinar lembut, diselimuti esensi energi yang terus berputar sebelum akhirnya terserap sempurna ke dalam dirinya. Ia berhasil menaikkan ranahnya ke tingkat yang lebih tinggi.Ketiga iblis yang sejak tadi memperhatikan dari kejauhan kini tampak semakin tertarik. Sorot mata mereka penuh rasa kagum — dan keinginan untuk memiliki gadis itu sebagai murid.

  • SURA, PANGERAN TERBUANG   10. PETIR MALAPETAKA KENAIKAN RANAH

    “Aaaahkkk!!!” teriak Lin Boa, tubuhnya gemetar hebat.“Tuanku! Ini… ini sungguh sangat menyakitkan!” ia menjerit, tak mampu lagi menahan aliran energi yang mengamuk di dalam tubuhnya.“Tuanku! Aku… aku tidak sanggup lagi!” suaranya serak, matanya berair, wajahnya pucat menahan rasa sakit yang luar biasa.“Sial! Apa aku gagal? Jika dipaksakan, tubuh Lin Boa bisa meledak!” gumam Sura, menghentikan sejenak aliran energi yang sedang ia salurkan.“Lin Boa!” panggil Sura keras.“Ya… Tuanku?” sahut Lin Boa dengan suara lemah, masih meringis menahan sakit.“Kau ingin menjadi muridku, bukan?”

  • SURA, PANGERAN TERBUANG   9. PERCOBAAN GILA SANG DEWA BUKIT LUMUT

    “Tapi, Tuan… aku yakin dia akan datang lagi ke sini dengan membawa kekuatan yang lebih besar untuk membalas kekalahannya hari ini,” ucap Lin Boa dengan nada khawatir.“Aku malah takut kalau dia tidak datang ke sini untuk membalas dendam,” jawab Sura santai sambil menyilangkan tangan di dada.“Heh? Kenapa begitu?” Lin Boa mengerutkan kening, bingung mendengar jawaban tuannya.“Sebenarnya aku tidak ingin membunuhnya. Aku hanya ingin meminta kompensasi karena dia sudah merusak kediamanku. Tapi, ya sudahlah… aku akan membuat perhitungan padanya saat dia datang lagi nanti,” ujar Sura tenang, lalu mengkretekkan jari tangan dan kakinya untuk meregangkan tubuh.“Lin Boa! Kumpul

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status