LOGIN"Boleh juga. Aku juga butuh seseorang yang bisa memasak makanan untukku dan mengurus rumah ini agar terlihat lebih baik lagi," gumam Sura dalam hati sambil terus mengunyah daging di mulutnya.
Lin Boa menatapnya dengan ragu lalu berkata pelan, “Tuan, aku juga bisa melakukan apa pun yang kau perintahkan, termasuk…”
“Sudahlah, tidak usah dilanjutkan,” potong Sura cepat, tak ingin mendengar sisa kalimat itu. Ia melanjutkan mengunyah daging di tangannya dengan tenang.
“Tuanku, tolong berikan aku kesempatan. Aku akan melakukan apa pun yang Tuan minta, apa pun itu! Aku akan melakukannya agar bisa membalas budi kebaikan Tuan yang telah menyelamatkan hidupku. Bahkan jika Tuan tidak menerimaku sebagai pengikut, aku bersedia menjadi budakmu! Izinkan aku tetap bersamamu, aku berjanji akan melayanimu sepenuh hati!” teriak Lin Boa sambil menunduk memohon, suaranya bergetar di antara ketakutan dan tekad.
Dalam hatinya, ia bergumam, “Tuanku ini orang yang sangat kuat. Aku harus bisa bertahan dari ujian dan cobaan yang dia berikan padaku agar aku diterima menjadi budaknya. Aku harus bertahan sekuat mungkin!”
Ia kemudian berlutut sambil memeluk kaki Sura, menampilkan wajah penuh harap namun terselip licik di balik matanya yang tajam.
“Sudah, sudah. Berdirilah. Tidak usah berlutut dan memeluk kakiku. Aku bukan ayahmu, ibumu, apalagi gurumu. Kau tidak perlu melakukan itu. Aku menyelamatkanmu hanya kebetulan saja,” ucap Sura datar, meski dalam pikirannya ia masih menimbang-nimbang.
“Sebenarnya aku ingin menerimanya. Tapi apa yang harus kulakukan kepadanya? Mengajarkannya? Aku sendiri bahkan tidak punya pengetahuan apa pun untuk kuberikan pada seorang wanita. Aku saja masih bergantung pada ilmu dan pemahaman yang diberikan ayah Lagus kepadaku. Selama menyerap pemahaman itu, aku belum menemukan apa pun yang bisa kubagikan. Aku tidak ingin membuat gadis baik seperti dia berharap lebih dariku,” gumamnya dalam hati.
Namun setelah menarik napas panjang dan menatap langit, ia tersenyum kecil. “Ya sudahlah. Aku terima saja dulu dia. Soal nanti harus bagaimana, kupikirkan nanti. Sekarang yang penting hal utama dulu.”
Sura akhirnya menatap Lin Boa dan berkata, “Baiklah, aku akan menerimamu sebagai budak. Tapi kau harus berjanji satu hal kepadaku!”
Lin Boa langsung menatapnya dengan antusias. “Yah, yah, yah! Katakan saja, Tuanku! Aku akan menuruti apa saja yang Tuanku katakan,” jawabnya seperti anak anjing yang menunggu tuannya memberi makan.
“Kau harus berjanji tidak akan menolak apa pun yang aku katakan dan perintahkan tanpa bertanya. Karena kita sudah dipertemukan oleh takdir, aku akan memberimu tugas-tugas yang harus kau selesaikan dengan baik. Jika kau berhasil melakukan setiap tugas yang kuberikan, aku akan memberimu penilaian dan akan menaikkan statusmu menjadi pengikutku—bahkan mungkin pelayan setiaku yang akan melayaniku secara pribadi,” ucap Sura dengan suara tegas penuh wibawa.
“Siap, Tuanku! Budak Lin Boa mengerti dan akan melaksanakan seluruh tugas yang diberikan Tuanku, meskipun harus bertaruh nyawa!” jawab Lin Boa penuh semangat sambil bersujud. Dalam hatinya, Lin Boa terkekeh puas.
“Hehehe, akhirnya aku berhasil menarik simpatinya! Dengan diterimanya aku, aku bisa tetap berada di sisinya. Dengan begitu, kemampuanku akan meningkat pesat, kultivasiku akan melejit, dan aku akan menjadi wanita yang sangat kuat. Wanita terkuat di bumi yang tak terkalahkan! Hehehehe…”
Tiba-tiba, gluk-gluk-gluk, Dantian Sura bereaksi untuk kedua kalinya. Ia tersenyum lebar.
“Hahaha, jadi setiap kali aku bertarung atau diakui seseorang, Dantianku bereaksi dan menambah aliran energi dalam tubuhku. Awalnya aku bahkan tidak tahu cara mengeluarkan atau memakai energi dari Dantianku ini,” gumam Sura senang, lalu tertawa keras, “Hahahahahaha!”
“Tuanku! Anda kenapa? Tertawa cengar-cengir sendiri?” tanya Lin Boa bingung.
“Uhm…” Sura berhenti tertawa, tapi sebelum sempat menjawab, Lin Boa menutup hidungnya sambil mengerutkan dahi. “Bau sekali… dari mana asalnya bau ini?” gumamnya, lalu berjalan mendekat dan—“Hoekk!!”
Ia muntah spontan. “Tuan, baumu luar biasa! Sudah berapa lama Tuan tidak mandi?” tanya Lin Boa masih menahan mual.
“Eh? Aku bau, ya?” Sura mengendus tubuhnya kanan kiri. “Ah, memang sudah lama aku tidak mandi selama penyerapan,” katanya santai.
“Ehm! Budak Lin Boa, tugas pertamamu adalah selalu menyediakan air untuk mandiku! Aku akan mandi tiga kali sehari! Sekarang siapkan air mandiku agar aku bisa membersihkan diri!” perintah Sura mantap.
“Siap, Tuanku! Laksanakan!” jawab Lin Boa cepat lalu berlari.
Sura mengendus lagi tubuhnya dan bergumam, “Aih, memang aku sudah sangat bau.” Tak lama, Lin Boa berteriak dari luar, “Master, saluran airnya tidak berfungsi! Aku akan mengangkat airnya terlebih dahulu!”
“Yah-yah, lakukanlah cepat!” jawab Sura sambil melanjutkan makan.
Namun di tengah jalan, Lin Boa terhenti. Di depannya berdiri makhluk besar dengan tubuh harimau bertanduk, mata berkilat tajam penuh nafsu. “Gawat!” teriak Lin Boa kaget, lalu berbalik dan berlari. “Tuan! Tolong!!!”
Sura yang sedang makan tersentak. “Ada apa, Lin Boa?”
“Tu-Tuan! Di luar ada iblis siluman harimau yang bersembunyi, menatap ke sini seperti ingin menerkam!”
Sura menatap ke luar jendela dengan senyum lebar. “Aha! Ada mangsa! Akhirnya ada mangsa yang menyerahkan diri! Hahahaha!”
Lin Boa hanya bisa bengong melihat tingkah tuannya. “Tuan malah senang?” gumamnya heran.
Sementara itu, siluman harimau melangkah keluar dari persembunyiannya. “Aku adalah iblis siluman harimau perkasa di ranah Emas Inti tingkat puncak. Aku mencium aroma wangi dari kejauhan. Kalian pasti lezat untuk disantap! Hahahaha!”
Tapi begitu ia melangkah mendekat, udara berubah berat. Dadanya sesak. “Gawat… kenapa aku merasa seperti ini?” desisnya, tapi tetap maju.
Sura menatapnya dengan mata santai. “Hei, kucing liar! Terima kasih sudah datang jauh-jauh mengantarkan tubuhmu yang besar untuk jadi makananku. Aku tidak tahu kenapa kau begitu percaya diri datang ke sini, tapi jelas kau berniat memangsa kami, kan? Kasihan sekali. Bukannya dapat makanan, malah jadi makanan! Hahahaha!”
Iblis itu hendak menerkam, tapi tiba-tiba tubuhnya berhenti di udara, menggantung tanpa bisa bergerak. “A-Apa ini!? Kenapa aku tidak bisa bergerak!?” teriaknya panik.
Lin Boa ternganga melihat tuannya berdiri dengan kedua tangan terlipat, tidak bergerak sedikit pun, tapi tekanan auranya membuat iblis itu lumpuh di tempat.
“Baiklah, kucing kecil. Karena kau sudah datang jauh-jauh, berarti kau ditakdirkan jadi makananku. Aku akan menjadikanmu sate harimau!” katanya sambil meneteskan air liur.
“Tu-Tuan! Tuan menangani iblis siluman di ranah Emas Inti puncak tanpa bergerak sama sekali?” tanya Lin Boa kagum.
“Ya, tentu saja. Itu hal sepele, budakku,” jawab Sura santai.
“Budak kecilku!” panggil Sura lagi.
“Siap, Tuanku! Apa perintah Tuanku?”
“Tugasmu sekarang, tebas kucing belang ini agar bisa kita jadikan sate panggang.”
“Siap, Tuanku!” serunya penuh percaya diri. Ia mengeluarkan pedang dari cincin penyimpanan, bersiap dengan jurus tebasan pembunuh iblis.
Tapi saat menebas—krak!—pedangnya retak. “Hahaha! Aku tidak jadi mati! Kau cuma bermimpi menebasku, gadis kecil!” ejek iblis itu.
Lin Boa terkejut, wajahnya pucat. “Tuan… maaf!” katanya menunduk.
“Tidak apa, kau sudah berusaha. Ranahmu memang belum cukup,” kata Sura tenang. “Beri aku pedangmu.”
Iblis itu gemetar ketakutan. “Jangan, kumohon, aku bersedia jadi tungganganmu!”
Sura tersenyum tipis. “Lihat dan perhatikan, budak kecilku. Kau harus percaya diri dan mengerahkan seluruh Qi ke pedang dengan keyakinan penuh.” Ia mengayunkan pedang retak itu santai.
Sub! Tubuh iblis siluman harimau terbelah dua seperti kertas. Gluk-gluk-gluk! Dantian Sura bereaksi lagi—yang ketiga kalinya.
“Hahahaha! Persediaan makanan datang sendiri! Punya budak ternyata menyenangkan juga. Aku bisa bersantai sambil menunggu ayah kembali. Lagipula ayah bilang aku tidak perlu berkultivasi,” gumam Sura puas.
“Woaaahhh!” Lin Boa menatap kagum. “Tuan luar biasa! Hanya satu tebasan bisa membunuh iblis di ranah Emas Inti puncak!” katanya berbinar.
“Tuan, bisakah Tuan mengajarkanku teknik menebas itu? Agar aku bisa melakukannya lebih baik dan tak jadi beban bagi Tuan?” pinta Lin Boa.
“Hahahaha, kau masih belum pantas, budak kecil,” jawab Sura santai.
“Baik, Tuanku. Aku akan berusaha lebih keras,” jawab Lin Boa patuh.
Sura mengembalikan pedangnya dengan melempar ringan. “Sekarang urus daging kucing belang itu. Potong dan masak dengan lezat. Buat persediaan sebanyak mungkin.”
“Baik, Tuanku!”
“Oh ya, satu lagi. Ayahku dulu paling suka buntut harimau, katanya bagus untuk kesehatan. Pisahkan itu khusus untukku, jangan dicampur dengan daging lain. Kau paham, budak kecil?”
“Ah! Baik, Tuanku. Aku paham.”
“Aku ingin beristirahat dulu. Jangan lupa isi bak mandiku agar aku bisa mandi!”
“Siap, Tuanku yang Mulia,” jawab Lin Boa menunduk.
Ia segera mengeksekusi daging sesuai perintah, mencuci, memasak, dan menyimpan sisa daging serta buntut harimau untuk tuannya.
Sementara itu, Sura duduk bersila, menutup mata. “Aku tadi merasakan Dantian-ku bergejolak. Yang pertama di jari tengah kanan, kedua di telunjuk kiri. Mari lihat yang mana kali ini…” gumamnya.
“Aha! Jari tengah kiri!” katanya setelah merasakan Dantian barunya aktif. “Tapi aku masih bingung cara menggunakannya. Bahkan aku belum tahu nama-nama Dantian ini. Yah, sudahlah. Mungkin seiring waktu aku akan tahu sendiri bagaimana cara menggunakannya dan apa fungsinya.”
Ia lalu merebahkan diri di kursi panjang buatan ayahnya, He Lagus, di teras rumah. Angin lembut berhembus membawa aroma masakan harimau yang mulai tercium, sementara langit di atas gunung kembali tenang—setenang hati Sura yang baru saja menaklukkan hari.
Cahaya keemasan terpancar dari tanah beberapa saat setelah Sura menanam biji buah persik dewa. Dalam hitungan detik, muncul sebatang pohon besar dengan batang kokoh, daun hijau keemasan yang lebat, dan buah-buah bercahaya lembut menggantung di antara dahan-dahannya. Pemandangan itu begitu indah dan tak masuk akal.Sen Butao yang sempat pingsan langsung tersadar, sementara Brender dan Si Yelong menatap tanpa berkedip, wajah mereka tercampur antara kagum dan takut.“Jadi ini… batang pohon buah persik dewa?” gumam Sura perlahan, menatap pohon yang kini menjulang di depannya. “Berbeda dengan persik spiritual biasa, pohon ini memiliki batang, daun, dan buah berwarna emas murni.”“Tidak mungkin…” Brender menggeleng tak percaya. “Seharusnya, batang pohon persik dewa baru
“Hahaha! Dasar manusia sombong tak tahu diri! Aku akan mengubahmu jadi abu dengan satu pukulan! Berdoalah agar nanti kau terlahir kembali dengan tubuh yang lebih kuat!” teriak Sen Butao penuh amarah. Ia mengerahkan seluruh kekuatannya, mengayunkan tinju raksasanya yang dikelilingi Qi merah menyala dan percikan petir yang berputar ganas di sekitarnya.Namun Sura hanya tersenyum tenang. Ia mengangkat satu jari telunjuk, dan dalam sekejap jari itu bersinar dengan cahaya emas yang pekat.Bam!!Suara ledakan menggema, dan tubuh besar Sen Butao terlempar jauh ke belakang. Lubang sebesar kepalan tangan muncul di dada iblis itu, tembus dari depan ke belakang. Tanah di bawahnya bergetar keras, meninggalkan bekas benturan besar.Sen But
“Tidak. Aku tidak suka makan kotoran hijau seperti itu! Ambillah, kau lebih membutuhkannya.” Sura mengangkat bahu santai, lalu meninggalkan Lin Boa dan kembali ke ruangannya untuk beristirahat.Sambil melangkah, Sura bergumam dalam hati, mengingat ucapan ayahnya dulu. “Ayah bilang aku tidak perlu berkultivasi. Jadi sebenarnya aku tak butuh apa pun untuk kuserap sebagai energi sekarang. Yang perlu kulakukan adalah mengaktifkan seluruh dantian suprameku.” Ia menghentikan langkah sejenak, mata menatap jauh ke arah langit. “Harus bisa mengaktifkan setidaknya setengah dari jumlah dantian suprame itu. Setelah itu aku bisa bebas terbang meninggalkan tempat ini, lalu menyusul ayah.”Belum selesai Sura bicara dalam pikiran, wajah Lin Boa mendadak berubah tegang saat suara dari kejauhan memanggil. “Hei, gadis muda!! Apa kau mendeng
“Petirnya sudah hilang. Ayo kita ke sana dan lihat siapa gadis yang berani menantang langit!” seru Si Yelong, terbang lebih dulu, diikuti oleh Sen Butao dan Brender.Setelah menyerap seluruh sisa energi petir yang telah diubah menjadi kekuatan murni, Lin Boa perlahan turun dari udara. Tubuhnya bersinar lembut, diselimuti esensi energi yang terus berputar sebelum akhirnya terserap sempurna ke dalam dirinya. Ia berhasil menaikkan ranahnya ke tingkat yang lebih tinggi.Ketiga iblis yang sejak tadi memperhatikan dari kejauhan kini tampak semakin tertarik. Sorot mata mereka penuh rasa kagum — dan keinginan untuk memiliki gadis itu sebagai murid.
“Aaaahkkk!!!” teriak Lin Boa, tubuhnya gemetar hebat.“Tuanku! Ini… ini sungguh sangat menyakitkan!” ia menjerit, tak mampu lagi menahan aliran energi yang mengamuk di dalam tubuhnya.“Tuanku! Aku… aku tidak sanggup lagi!” suaranya serak, matanya berair, wajahnya pucat menahan rasa sakit yang luar biasa.“Sial! Apa aku gagal? Jika dipaksakan, tubuh Lin Boa bisa meledak!” gumam Sura, menghentikan sejenak aliran energi yang sedang ia salurkan.“Lin Boa!” panggil Sura keras.“Ya… Tuanku?” sahut Lin Boa dengan suara lemah, masih meringis menahan sakit.“Kau ingin menjadi muridku, bukan?”
“Tapi, Tuan… aku yakin dia akan datang lagi ke sini dengan membawa kekuatan yang lebih besar untuk membalas kekalahannya hari ini,” ucap Lin Boa dengan nada khawatir.“Aku malah takut kalau dia tidak datang ke sini untuk membalas dendam,” jawab Sura santai sambil menyilangkan tangan di dada.“Heh? Kenapa begitu?” Lin Boa mengerutkan kening, bingung mendengar jawaban tuannya.“Sebenarnya aku tidak ingin membunuhnya. Aku hanya ingin meminta kompensasi karena dia sudah merusak kediamanku. Tapi, ya sudahlah… aku akan membuat perhitungan padanya saat dia datang lagi nanti,” ujar Sura tenang, lalu mengkretekkan jari tangan dan kakinya untuk meregangkan tubuh.“Lin Boa! Kumpul







