Home / Fantasi / SURA, PANGERAN TERBUANG / 5. BUDAK KECIL YANG MEMOHON TAKDIR

Share

5. BUDAK KECIL YANG MEMOHON TAKDIR

Author: Lampard46
last update Last Updated: 2025-10-21 19:16:17

"Boleh juga. Aku juga butuh seseorang yang bisa memasak makanan untukku dan mengurus rumah ini agar terlihat lebih baik lagi," gumam Sura dalam hati sambil terus mengunyah daging di mulutnya.

Lin Boa menatapnya dengan ragu lalu berkata pelan, “Tuan, aku juga bisa melakukan apa pun yang kau perintahkan, termasuk…”

“Sudahlah, tidak usah dilanjutkan,” potong Sura cepat, tak ingin mendengar sisa kalimat itu. Ia melanjutkan mengunyah daging di tangannya dengan tenang.

“Tuanku, tolong berikan aku kesempatan. Aku akan melakukan apa pun yang Tuan minta, apa pun itu! Aku akan melakukannya agar bisa membalas budi kebaikan Tuan yang telah menyelamatkan hidupku. Bahkan jika Tuan tidak menerimaku sebagai pengikut, aku bersedia menjadi budakmu! Izinkan aku tetap bersamamu, aku berjanji akan melayanimu sepenuh hati!” teriak Lin Boa sambil menunduk memohon, suaranya bergetar di antara ketakutan dan tekad.

Dalam hatinya, ia bergumam, “Tuanku ini orang yang sangat kuat. Aku harus bisa bertahan dari ujian dan cobaan yang dia berikan padaku agar aku diterima menjadi budaknya. Aku harus bertahan sekuat mungkin!”

Ia kemudian berlutut sambil memeluk kaki Sura, menampilkan wajah penuh harap namun terselip licik di balik matanya yang tajam.

“Sudah, sudah. Berdirilah. Tidak usah berlutut dan memeluk kakiku. Aku bukan ayahmu, ibumu, apalagi gurumu. Kau tidak perlu melakukan itu. Aku menyelamatkanmu hanya kebetulan saja,” ucap Sura datar, meski dalam pikirannya ia masih menimbang-nimbang.

“Sebenarnya aku ingin menerimanya. Tapi apa yang harus kulakukan kepadanya? Mengajarkannya? Aku sendiri bahkan tidak punya pengetahuan apa pun untuk kuberikan pada seorang wanita. Aku saja masih bergantung pada ilmu dan pemahaman yang diberikan ayah Lagus kepadaku. Selama menyerap pemahaman itu, aku belum menemukan apa pun yang bisa kubagikan. Aku tidak ingin membuat gadis baik seperti dia berharap lebih dariku,” gumamnya dalam hati.

Namun setelah menarik napas panjang dan menatap langit, ia tersenyum kecil. “Ya sudahlah. Aku terima saja dulu dia. Soal nanti harus bagaimana, kupikirkan nanti. Sekarang yang penting hal utama dulu.”

Sura akhirnya menatap Lin Boa dan berkata, “Baiklah, aku akan menerimamu sebagai budak. Tapi kau harus berjanji satu hal kepadaku!”

Lin Boa langsung menatapnya dengan antusias. “Yah, yah, yah! Katakan saja, Tuanku! Aku akan menuruti apa saja yang Tuanku katakan,” jawabnya seperti anak anjing yang menunggu tuannya memberi makan.

“Kau harus berjanji tidak akan menolak apa pun yang aku katakan dan perintahkan tanpa bertanya. Karena kita sudah dipertemukan oleh takdir, aku akan memberimu tugas-tugas yang harus kau selesaikan dengan baik. Jika kau berhasil melakukan setiap tugas yang kuberikan, aku akan memberimu penilaian dan akan menaikkan statusmu menjadi pengikutku—bahkan mungkin pelayan setiaku yang akan melayaniku secara pribadi,” ucap Sura dengan suara tegas penuh wibawa.

“Siap, Tuanku! Budak Lin Boa mengerti dan akan melaksanakan seluruh tugas yang diberikan Tuanku, meskipun harus bertaruh nyawa!” jawab Lin Boa penuh semangat sambil bersujud. Dalam hatinya, Lin Boa terkekeh puas.

“Hehehe, akhirnya aku berhasil menarik simpatinya! Dengan diterimanya aku, aku bisa tetap berada di sisinya. Dengan begitu, kemampuanku akan meningkat pesat, kultivasiku akan melejit, dan aku akan menjadi wanita yang sangat kuat. Wanita terkuat di bumi yang tak terkalahkan! Hehehehe…”

Tiba-tiba, gluk-gluk-gluk, Dantian Sura bereaksi untuk kedua kalinya. Ia tersenyum lebar.

“Hahaha, jadi setiap kali aku bertarung atau diakui seseorang, Dantianku bereaksi dan menambah aliran energi dalam tubuhku. Awalnya aku bahkan tidak tahu cara mengeluarkan atau memakai energi dari Dantianku ini,” gumam Sura senang, lalu tertawa keras, “Hahahahahaha!”

“Tuanku! Anda kenapa? Tertawa cengar-cengir sendiri?” tanya Lin Boa bingung.

“Uhm…” Sura berhenti tertawa, tapi sebelum sempat menjawab, Lin Boa menutup hidungnya sambil mengerutkan dahi. “Bau sekali… dari mana asalnya bau ini?” gumamnya, lalu berjalan mendekat dan—“Hoekk!!”

Ia muntah spontan. “Tuan, baumu luar biasa! Sudah berapa lama Tuan tidak mandi?” tanya Lin Boa masih menahan mual.

“Eh? Aku bau, ya?” Sura mengendus tubuhnya kanan kiri. “Ah, memang sudah lama aku tidak mandi selama penyerapan,” katanya santai.

“Ehm! Budak Lin Boa, tugas pertamamu adalah selalu menyediakan air untuk mandiku! Aku akan mandi tiga kali sehari! Sekarang siapkan air mandiku agar aku bisa membersihkan diri!” perintah Sura mantap.

“Siap, Tuanku! Laksanakan!” jawab Lin Boa cepat lalu berlari.

Sura mengendus lagi tubuhnya dan bergumam, “Aih, memang aku sudah sangat bau.” Tak lama, Lin Boa berteriak dari luar, “Master, saluran airnya tidak berfungsi! Aku akan mengangkat airnya terlebih dahulu!”

“Yah-yah, lakukanlah cepat!” jawab Sura sambil melanjutkan makan.

Namun di tengah jalan, Lin Boa terhenti. Di depannya berdiri makhluk besar dengan tubuh harimau bertanduk, mata berkilat tajam penuh nafsu. “Gawat!” teriak Lin Boa kaget, lalu berbalik dan berlari. “Tuan! Tolong!!!”

Sura yang sedang makan tersentak. “Ada apa, Lin Boa?”

“Tu-Tuan! Di luar ada iblis siluman harimau yang bersembunyi, menatap ke sini seperti ingin menerkam!”

Sura menatap ke luar jendela dengan senyum lebar. “Aha! Ada mangsa! Akhirnya ada mangsa yang menyerahkan diri! Hahahaha!”

Lin Boa hanya bisa bengong melihat tingkah tuannya. “Tuan malah senang?” gumamnya heran.

Sementara itu, siluman harimau melangkah keluar dari persembunyiannya. “Aku adalah iblis siluman harimau perkasa di ranah Emas Inti tingkat puncak. Aku mencium aroma wangi dari kejauhan. Kalian pasti lezat untuk disantap! Hahahaha!”

Tapi begitu ia melangkah mendekat, udara berubah berat. Dadanya sesak. “Gawat… kenapa aku merasa seperti ini?” desisnya, tapi tetap maju.

Sura menatapnya dengan mata santai. “Hei, kucing liar! Terima kasih sudah datang jauh-jauh mengantarkan tubuhmu yang besar untuk jadi makananku. Aku tidak tahu kenapa kau begitu percaya diri datang ke sini, tapi jelas kau berniat memangsa kami, kan? Kasihan sekali. Bukannya dapat makanan, malah jadi makanan! Hahahaha!”

Iblis itu hendak menerkam, tapi tiba-tiba tubuhnya berhenti di udara, menggantung tanpa bisa bergerak. “A-Apa ini!? Kenapa aku tidak bisa bergerak!?” teriaknya panik.

Lin Boa ternganga melihat tuannya berdiri dengan kedua tangan terlipat, tidak bergerak sedikit pun, tapi tekanan auranya membuat iblis itu lumpuh di tempat.

“Baiklah, kucing kecil. Karena kau sudah datang jauh-jauh, berarti kau ditakdirkan jadi makananku. Aku akan menjadikanmu sate harimau!” katanya sambil meneteskan air liur.

“Tu-Tuan! Tuan menangani iblis siluman di ranah Emas Inti puncak tanpa bergerak sama sekali?” tanya Lin Boa kagum.

“Ya, tentu saja. Itu hal sepele, budakku,” jawab Sura santai.

“Budak kecilku!” panggil Sura lagi.

“Siap, Tuanku! Apa perintah Tuanku?”

“Tugasmu sekarang, tebas kucing belang ini agar bisa kita jadikan sate panggang.”

“Siap, Tuanku!” serunya penuh percaya diri. Ia mengeluarkan pedang dari cincin penyimpanan, bersiap dengan jurus tebasan pembunuh iblis.

Tapi saat menebas—krak!—pedangnya retak. “Hahaha! Aku tidak jadi mati! Kau cuma bermimpi menebasku, gadis kecil!” ejek iblis itu.

Lin Boa terkejut, wajahnya pucat. “Tuan… maaf!” katanya menunduk.

“Tidak apa, kau sudah berusaha. Ranahmu memang belum cukup,” kata Sura tenang. “Beri aku pedangmu.”

Iblis itu gemetar ketakutan. “Jangan, kumohon, aku bersedia jadi tungganganmu!”

Sura tersenyum tipis. “Lihat dan perhatikan, budak kecilku. Kau harus percaya diri dan mengerahkan seluruh Qi ke pedang dengan keyakinan penuh.” Ia mengayunkan pedang retak itu santai.

Sub! Tubuh iblis siluman harimau terbelah dua seperti kertas. Gluk-gluk-gluk! Dantian Sura bereaksi lagi—yang ketiga kalinya.

“Hahahaha! Persediaan makanan datang sendiri! Punya budak ternyata menyenangkan juga. Aku bisa bersantai sambil menunggu ayah kembali. Lagipula ayah bilang aku tidak perlu berkultivasi,” gumam Sura puas.

“Woaaahhh!” Lin Boa menatap kagum. “Tuan luar biasa! Hanya satu tebasan bisa membunuh iblis di ranah Emas Inti puncak!” katanya berbinar.

“Tuan, bisakah Tuan mengajarkanku teknik menebas itu? Agar aku bisa melakukannya lebih baik dan tak jadi beban bagi Tuan?” pinta Lin Boa.

“Hahahaha, kau masih belum pantas, budak kecil,” jawab Sura santai.

“Baik, Tuanku. Aku akan berusaha lebih keras,” jawab Lin Boa patuh.

Sura mengembalikan pedangnya dengan melempar ringan. “Sekarang urus daging kucing belang itu. Potong dan masak dengan lezat. Buat persediaan sebanyak mungkin.”

“Baik, Tuanku!”

“Oh ya, satu lagi. Ayahku dulu paling suka buntut harimau, katanya bagus untuk kesehatan. Pisahkan itu khusus untukku, jangan dicampur dengan daging lain. Kau paham, budak kecil?”

“Ah! Baik, Tuanku. Aku paham.”

“Aku ingin beristirahat dulu. Jangan lupa isi bak mandiku agar aku bisa mandi!”

“Siap, Tuanku yang Mulia,” jawab Lin Boa menunduk.

Ia segera mengeksekusi daging sesuai perintah, mencuci, memasak, dan menyimpan sisa daging serta buntut harimau untuk tuannya.

Sementara itu, Sura duduk bersila, menutup mata. “Aku tadi merasakan Dantian-ku bergejolak. Yang pertama di jari tengah kanan, kedua di telunjuk kiri. Mari lihat yang mana kali ini…” gumamnya.

“Aha! Jari tengah kiri!” katanya setelah merasakan Dantian barunya aktif. “Tapi aku masih bingung cara menggunakannya. Bahkan aku belum tahu nama-nama Dantian ini. Yah, sudahlah. Mungkin seiring waktu aku akan tahu sendiri bagaimana cara menggunakannya dan apa fungsinya.”

Ia lalu merebahkan diri di kursi panjang buatan ayahnya, He Lagus, di teras rumah. Angin lembut berhembus membawa aroma masakan harimau yang mulai tercium, sementara langit di atas gunung kembali tenang—setenang hati Sura yang baru saja menaklukkan hari.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • SURA, PANGERAN TERBUANG   217. KEMAMPUAN BAWAAN

    Di sisi lain, pertemuan resmi antara para Petinggi Immortal dengan Petinggi Klan iblis sedang berlangsung, dimana saat ini, sedang melakukan negosiasi dan menghentikan pembantaian yang dilakukan oleh mereka."Aku hampir mati karena tertawa, kalian ingin aku melepaskan orang-orang ini dan menghentikan pembantaian..?" ucap Amber sang Master Demon yang menjadi pemimpin tertinggi ras iblis surgawi saat itu."Master Demon Amber, kami belum cukup puas...!" teriak para bawahannya sedang menyiksa dan menggantung serta menguliti dan menjilati tubuh seorang gadis kultivator yang di tangan mereka."Kumohon maafkan aku..!" teriak dari wanita kultivator itu memohon dengan jeritan kesakitan kepada Iblis yang saat ini membekap kedua datangannya dan ingin menarik salah satu bagian kakinya.Para iblis tampak sangat riang dan bahagia serta ceria dengan apa yang saat ini mereka lakukan.Amber melirik sedikit ke arah bawah

  • SURA, PANGERAN TERBUANG   216. Kedatangan Sang Dewa Pemberontak

    --- KUIL DEWA ---Seluruh Immortal dan Para Petinggi Immortal tampak sedang berkumpul bersama, menyaksikan semua hal yang terjadi di dunia bawah. Dimana mereka terlihat seperti peserta "nonton bareng" yang menyaksikan secara langsung siaran live pembantaian keluarga mereka yang ada di dunia bawah alam manusia.Zi Min sang Raja Surgawi - Domain Immortal Suanwu, yang sudah tidak tahan dengan pembantaian itu, tanpa sengaja angkat bicara "Bisakah kita turun ke bawah..?"Raja Iblis - Tu Shi yang juga ada di sampingnya dapat mendengar hal itu sembari menyilangkan tangannya, ia kemudian angkat bicara menyahuti "Apa yang kau pikirkan, lagi pula, kau hanyalah seorang immortal tanpa 'vision'..""Kasihan sekali para semut dunia bawah itu, disaat mereka sangat putus asa, kita akan muncul sebagai penyelamat dan memperlihatkan kebaikan kita..! ucapnya tanpa rasa malu sedikitpun, padahal rencana pembantaian dan penebaran fitnah

  • SURA, PANGERAN TERBUANG   215. Segel Langit & Kebangkitan Iblis

    Di luar Domain, di hamparan Lautan Bintang, ribuan planet berpendar dalam cahaya beragam warna. Namun tepat di atas Benua Kuno – Planet Kuno, sebuah makhluk raksasa pelahap bintang berdiam, mengawasi dunia yang terkurung di antara rahangnya. Ia adalah penjaga segel, diletakkan di sana oleh pemiliknya—sosok yang bahkan para dewa enggan menantangnya.Langit Benua Kuno tampak seperti perisai kristal yang retak, seolah dunia sedang dikurung di dalam mangkuk kaca raksasa.“Kontinen Kuno benar-benar telah terkunci…” ucap salah satu Dewa Pure Virtue, suaranya dipenuhi keputusasaan. “Dan pada akhirnya, Jeng De tetap gagal melarikan diri ke dunia baru…”

  • SURA, PANGERAN TERBUANG   214. ORB PENGHANCUR DUNIA

    Angin bergemuruh ketika Orb raksasa di langit terus membesar. Sinarnya berdenyut seperti jantung raksasa yang hendak meledak, memancarkan tekanan yang membuat tanah retak dan udara bergetar.Wanita Tua itu, yang sebelumnya begitu congkak, kini gemetar hebat. Para bawahannya yang tersisa berlutut ketakutan, wajah mereka pucat pasi saat He Sura melangkah mendekat dengan langkah perlahan namun menakutkan.“...Kami menyerah…! Kami hanya ingin hidup…!” teriaknya, suara penuh kepanikan dan putus asa.“Dewa dari surga terlalu kuat… Kami tak punya pilihan selain mematuhi mereka!” lanjutnya sembari membungkuk sampai dahinya hampir menyentuh tanah. “Tolong ampuni kami!”He Sura be

  • SURA, PANGERAN TERBUANG   213. PUSARAN PEMUSNAH

    Seketika seluruh serangan para immortal menghilang, terserap oleh pusaran energi berwarna ungu gelap yang terbentuk di tangan He Sura. Pusaran itu berputar seperti lubang hitam yang lapar, melahap setiap mantra, setiap serangan pedang energi, setiap panah cahaya, hingga seluruh kekuatan penghancur para immortal raib tanpa jejak.Lalu…WHOOOOOOSH!!Ledakan angin keluar dari pusaran itu, menghantam seluruh immortal dengan tekanan luar biasa. Tubuh mereka bergoyang, jubah mereka berkibar liar, sebagian bahkan harus menancapkan senjata atau menyalurkan energi ke tanah supaya tidak terlempar.Semua terdiam.Semua terperangah.Semua tidak percaya.

  • SURA, PANGERAN TERBUANG   212. PUSARAN KEMURKAAN HE SURA

    Asap tebal yang menggulung dari ledakan sebelumnya masih menggantung di udara, menelan wujud para immortal yang tersisa. Mereka batuk, terhuyung, dan terus berusaha menembus asap dengan mata yang menyipit penuh kewaspadaan. Jantung mereka berdetak kencang, tidak tahu apakah serangan berikutnya akan datang dari depan… atau dari balik kegelapan abu yang pekat.Di tengah kabut itu, suara tenang dan dalam bergema.“Meskipun mereka telah tiada… masyarakat di dunia mana pun selalu mengagumi orang-orang seperti mereka. Yang hidup dengan kehormatan. Yang mati dengan keberanian.”Itu suara He Sura.Ia berdiri tegap, memandang Chan Si dan Yan Shi yang berlutut sambil memeluk kepala Jeng De—sosok yang begitu mereka cintai. Mata mereka masih dipenuhi air mata, tubuh gemetar, tetapi

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status