Setelah makan siang aku ikut menemani Sidney untuk bertemu dangan beberapa pimpinan perusahaan yang akan bekerja sama dengannya. Sebenarnya ini hanya semacam pertemuan non formal yang mereka lakukan di luar kantor untuk sekedar membahas tahap awal rencana kerja sama mereka sebelum pengajuan proposal yang nantinya akan dibahas bersama dewan direksi.
Sidney sudah menjelaskan sedikit rincian kerjasama kami saat dalam perjalanan tadi, dan aku lega karena ternyata dia masih sangat profesional untuk tidak mengikut sertakan pembicaraan kami di restoran.
"Kuharap kau bisa mencatat poin pentingnya, Susan. "
"Ya," kataku kemudian, "akan segera kusiapkan untukmu sebelum rapat direksi. "
Sidney hanya melirikku sebentar, masih sambil konsentrasi m
"Eric apa kau sudah bangun? " tanyaku ketika baru membuka mata."Jika aku jadi kau, aku sudah mandi dari tadi, " jawabnya dari dalam kepalaku.Biasanya Eric memang selalu bangun lebih dulu untuk membangunkanku, jadi saat belum mendengar keributannya kupikir dia juga belum bangun. Aku baru ingat jika ternyata ini hari sabtu, mungkin dia sengaja membiarkanku sedikit bermalas-malasan. Aku hanya tidak menyangka ternyata dia peduli dengan jam istirahatku."Aku akan mengunjungi orang tuaku," kataku kemudian, dan sudah cukup waspada jika Eric tidak akan setuju, tapi ternyata dia hanya diam tidak berpendapat apa-apa."Eric, apa kau sakit? ""Apa maksudmu, Susan?" dia terdengar heran.
Sudah lama sekali aku tidak pulang ke kampung halamanku. Dulu aku memang paling malas jika harus ikut ayah dan ibuku pulang kampung, karena perjalanan daratnya yang hampir delapan jam dari bandara terdekat. Tapi sekarang kota kelahiranku ini sudah punya bandara sendiri, walau baru melayani penerbangan lokal dan belum tentu ada pernerbangan langsung setiap hari, yang jelas sudah tidak semenyiksa dulu lagi ketika kami harus pulang kampung sewaktu-waktu.Kami masih di bandara, Eric terus mengeluh tentang cuaca panasnya karena kami tidak juga segera mendapatkan taksi, padahal memang belum ada layanan taksi bandara yang memadai kecuali taksi-taksi gelap dari beberapa pemilik kendaraan pribadi yang digunakan layaknya taksi online. Kami baru mendapatkan taksi setelah menunggu hampir satu jam dan Eric masih ingin mengajakku ribut karena melarangku sembarangan masuk kedalam mobil orang asing. Int
Hari masih pagi dan aku sedang melihat Ibu yang sedang membagikan beberapa oleh-oleh untuk keponakanku, aku sengaja tidak melibatkan diri karena Eric tidak menyukai anak-anak. Aku tidak tahu kenapa tiba-tiba aku peduli dengan apa yang dia sukai atau tidak dia sukai."Apa yang kau lihat Susan?" tanya Eric.Mungkin karena dari tadi aku diam saja makanya dia heran waktu tiba-tiba aku berjengit kaget begitu melihat pria yang baru saja keluar dari dalam mobil yang berhenti di halaman.Reyhan adalah teman lamaku dulu kami pernah dekat, tapi hubungan kami sempat renggang dan sudah lama sekali kami tidak berkomunikasi karena itu menurutku aneh jika tiba-tiba dia mau menemuiku lagi."Susan, " katanya untuk menyapaku lebih dulu di saat aku send
"Kau mencintainya, Susan, " kata Eric ketika Rey baru saja pergi. "Jangan sok tahu! " ketusku pura-pura acuh karena aku sedang tidak ingin mendapat simpati dari seorang Eric Northman."Aku mulai bisa membaca pikiranmu.""Jadi itu hal tak berguna yang sedang kau pelajari selama banyak diam tadi," cemoohku dengan sinis.Sudah cukup dia memegang kendali atas tubuhku, "Jangan harap kau bisa menyentuh pikiranku! " ketusku berulang kali dan entah kenapa tiba-tiba sepertinya aku hanya ingin memarahi Eric."Wanita memang aneh, " gerutu Eric dari dalam kepalaku."Pergi saja dari sana jika kau tidak suka! " usirku walau aku tahu dia tidak akan mendengarkanku."Bahkan kau tidak semarah ini saat mengetahui hubunganmu dan Nolan berakhir.""Jangan membandingkan mereka berdua! ""Kau lebih peduli dengan yang ini, apa karena dia yang pertama kali menciummu, Susan? " ejeknya kemudian dan aku segera berteriak."Menyingkirlah dari
[Susan share GPS, aku sudah di bandara] ketik Sidney dalam pesan singkatnya.Aku baru saja bangun dan sudah di buat terlonjak syok oleh pesan Sidney barusan."Eric! apa menurutmu dia serius?""Dia akan kemari, " jawab Eric santai meski aku tahu dia tadi juga sempat ikut terkejut.Tapi mungkin karena Eric sudah lebih lama mengenalnya jadi sepertinya dia juga sudah jauh lebih paham dengan sifat Sidney."Apa dia akan memecatku? " tanyaku buru-buru karena masih panik dan belum bisa berpikir masuk akal. Aku hanya ingat jika kemarin Sidney memang belum memberiku ijin untuk cuti."Dia tidak perlu datang kemarin jika hanya ingin memecatmu,
"Susan, apa dia temanmu? " tanya paman dan bibiku yang sepertinya juga terkejut ketika baru melihat Sidney."Dia--" belum sempat aku menjelaskan, Sidney sudah lebih dulu memotong."Aku teman, Susan, " kata Sidney."Dari kota? " kali ini bibiku yang bertanya, masih dengan ekspresi bengongnya yang agak lucu."Ya, " jawab Sidney singkat dan segera mengulurkan tangannya untuk memperkenalkan diri.Paman dan bibiku sepertinya juga masih terkagum-kagum dengan seorang Sidney Parker. Menurutku wajar karena aku dulu juga pernah merasa seperti itu ketika pertama kali melihatnya. Apa lagi bagi orang kampung seperti paman dan bibiku yang tidak biasa bertemu dengan orang asing. Tampilan fisik Sidn
Aku segera masuk ke kamar setelah makan malam, aku hanya tidak ingin mendengar mereka terus bertanya macam-macam lagi tentang Sidney. Karena aku sendiri sebenarnya juga belum terlalu mengenalnya kecuali beberapa minggu ini dan sedikit tambahan informasi yang kurang valid dari seorang Eric Northman. Selebihnya aku belum tahu Sidney pria seperti apa.Sidney memang selalu baik padaku, bahkan dia sudah rela jauh-jauh datang kemari untukku, tapi aku juga tidak boleh lupa jika dia juga masih ingin meniduriku.Walau jujur aku juga masih tidak mengerti kenapa pria seperti Sidney sampai harus datang jauh-jauh kemari hanya untuk menggodaku seperti tadi. Dia muda, tampan, dan kaya, mustahil jika aku juga tidak menginginkannya. Tapi sekali lagi, aku tetap wanita yang punya keyakinan serta prinsip dan aku juga tidak sedang berkhayal jika pria sepert
Aku benar-benar sakit keesokan harinya, Eric sudah berulang kali membujukku untuk bangun tapi aku tetap masih malas bergeming dari dalam selimut. Aku tahu Eric juga merasakan hal yang sama, tapi sepertinya dia memang selalu lebih kuat dariku. "Ayo bangunlah, Susan," bujuk Eric untuk kesekian kalinya sambil menyibak selimut yang menutup tubuhku. "Aku kedinginan Eric," keluhku saat justru malah kembali ke dalam selimut. Saat itu kurasaan Eric coba memeluk tubuhku dengan lenganku sendiri dan berbisik. "Bangunlah, Susan..."______ "Kau hanya flu dan akan segera membaik jika kau mau bergerak dan membiarkan dirimu terkena sinar matahari." "Memang apa yang biasanya kau lakukan saat flu?" tanyaku heran.