Share

BAB 2

last update Last Updated: 2021-04-27 20:15:57

Sudah tiga bulan lamanya ini aku menganggur di rumah, kegiatanku pagi hari hanya membantu emak beres-beres rumah, siang hanya menemani adik saja di rumah, sore bantu abah ke sawah sambil mencari rumput untuk pakan ternak. Atau bermain bersama Cahyati setiap harinya.

Benar- benar tidak ada kegiatan dan pemasukan. Aku sedang menikmati pekerjaan sebagai seorang pengangguran baru.Yang tak memiliki pekerjaan pasti.

"Lestari, baca geura iyeh."

(Lestari, baca dong ini)

"Naon Eta?"

(Apa itu)

"Aya sanggar jaipong anyar, keur neangan penari-penari anyar, Urang nyobaan hayuk."

(Ada sanggar jaipongan baru, sedang mencari penari-penari baru, Kita coba yuk)

"Aya duitan heunte?"

(Ada duitnya tidak)

"Nyak ayak atuh Siateh, lamun mentas lumayan Urang meunang duit jajan."

(Ya ada dong Kamu itu, kalau pentas lumayan Kita dapat uang jajan.)

"Di mana jauh heunteu?"

(Di mana jauh tidak)

"Lumayan, di kampung sabeulah."

(Lumayan, di kampung sebelah)

"Hayu atuh Urang daftar isukan."

(Ayo dong, Kita daftar besok)

Ya aku harus nekat, apa pun peluang agar aku dapat penghasilan dan pekerjaan, akan aku coba dan di jalani dulu. Kata mereka sih kalau jadi seorang sinden atau penari jaipong penghasilannya lumayan apalagi sawerannya, lumayan bisa di pergunakan untuk aku jajan dan adik-adikku juga tentunya.

Hal biasa di sini untuk menjadi seorang penari jaipong, kegiatan ini memang sudah menjadi peninggalan dari leluhur kami, mungkin sejak sebelum ada penjajahan Karawang sudah terkenal akan tarian jaipongnya. Penghasilan yang telah di turunkan dari generasi ke generasi. Tapi bagi kami yang masih baru lulus Sekolah Menengah Pertama masih banyak harus di latih untuk menjadi seorang penari terampil dan profesional. Tapi jika kami mau belajar dan berusaha, tidak ada kata yang tidak mungkin, semua usaha harus di coba. Dan kami sangat berharap bisa bergabung sebagai penari di sanggar tari.

"Mak, Neng hoyong ngiring jadi penari jaipong."

(Mak, Neng mau ikutan jadi penari jaipong)

"Neng, kumaha ari Eneng, parantos nyarios ka Abah teu acan?"

(Neng, bagaimana Kamu Neng, apa sudah izin ke Abah belum)

"Acan Mak, Neng sareng Cahyati heunteu kur nyalira Mak."

(Belum Mak, Neng bersama Cahyati tidak hanya sendiri)

"Lamun Abah ngizinan, sok mangga angkat Neng."

(Kalau Abah mengizinkan, silakan berangkat Neng)

"Nuhun nyak Mak."

(Terima kasih ya Mak)

***

Dua hari berselang, aku dan Cahyati pun pergi ke kampung sebelah, kami bulatkan tekad untuk mencoba mendaftar sebagai seorang penari jaipong. Kami berjalan cukup lama hampir satu jam perjalanan. Kami sengaja membawa bekal air minum dan ketan goreng, Mak telah membungkuskannya untuk kami tadi.Nanti bisa kami makan, tentunya saat sudah terasa lapar dan dahaga.

Alhamdulillah kami pun sampai di sanggar yang kami tuju. Tepat di depan rumahnya tertulis keterangan: "Sanggar Jaipong Nyaik Elok."

“Punten."

(Permisi)

"Mangga.”

(Silahkan)

"Maaf Ibu Kami mau mencoba daftar untuk jadi penari jaipong di sanggar Ibu."

"Oh begitu, silakan masuk sini, dapat kabar dari siapa Kalian kalau Mak Lastri lagi cari penari."

"Dari selebaran Mak, tak sengaja Saya dapat di kampung."

"Boleh, namanya siapa saja ini? dari kampung Jati Pengasih juga?"

"Saya Cahyati Mak, ini Lestari. Kami teman satu kampung Mak, dari Kampung Jati Bahagia, Kami baru tamat Sekolah Menengah Pertama Mak, tapi sudah di izinkan untuk belajar jaipongan sama orang tua."

"Kalian dari Jati Bahagia naik apa kesini?"

"Kami jalan kaki Mak."

"Masya Allah, jauh itu kampung dari sini, apa Kalian tidak ada sepeda?"

"Ada Mak, tapi di pakai Bapak ke sawah."

"Ya sudah, Kalian minum dulu sana, ada air di teko itu silakan, minum dahulu nanti Kita bicara lagi ya."

"Iya Mak terima kasih."

Mak Lastri sangat ramah kepada kami. Setelah istirahat sejenak Mak Lasti pun meminta kami untuk mencoba menari jaipong dengan gerakan-gerakan dasar, karena mungkin beliau iba atau apa alasannya mak Lastri menerima kami bergambung.

Oleh Mak Lastri, kami pun di izinkan ikut bergabung dan berlatih di sanggar hari ini. Tentu saja aku dan Cahyati sangat senang sekali, dan insya Allah tak akan melewatkan  kesempatan baik ini. Kami akan serius berlatih.

"Neng, kalau Kalian sudah bulat tekad ingin belajar dan bergabung di sini Mak hanya bisa membantu, silakan besok atau lusa Kalian mulai berlatih di sanggar, mau datang setiap hari silakan mau dua hari sekali pun silakan."

"Terima kasih Mak."

"Ya sudah, untuk hari ini Kalian mau ikut berlatih atau pulang dahulu?"

"Kami mau ikut berlatih langsung Mak kalau di perbolehkan."

"Ya sudah sana lekas bergabung dengan teteh-teteh penari yang lainnya, ada teh Sekar Arum, Sekar Dewi, Sekar Buana, dan yang lainnya, kamu bisa berkenalan dengan mereka".

Aneh kenapa nama mereka Sekar semua ya? Ada rasa ingin bertanya tapi aku malu. Nanti juga aku akan tahu jawabannya seiring perjalanan waktu. Kami pun mulai menari tampak teteh Sekar Arum sangat lentur dan lincah gerakan tarinya, diiringi Lagu Daun Pulus mereka tampak ayu mempesona. Ada aura yang lain yang aku lihat dari mereka, ya mungkin nanti jika aku telah dewasa dan pandai menari aku pun akan seperti mereka, mereka tampak cantik, lincah dan tak bosan di pandang mata, sungguh mempesona. 

Aku sangat senang hari ini, akhirnya kami bisa belajar menari dan kelak kami menjadi seorang penari dan sinden jaipong. Seperti yang kami inginkan 

Karena hari sudah mulai senja, kami pun berpamitan kepada Mak Lastri. Mungkin aku dan Cahyati akan tiba malam hari di rumah, karena lumayan waktu yang kami butuhkan untuk jalan pulang ke rumah kami masing-masing.

"Lestari dan Cahyati Kalian mau Mak pinjamkan sepeda tua untuk kalian hilir mudik kesini besok?"

Kami tidak dapat menjawab, kami hanya saling bertatap mata karena bingung.

"Yayat, pang candakmu sepeda anu di dapur Yat, jeung pang pompakueun lamun kempes."

(Yayat, tolong ambilkan sepeda yang ada di dapur Yat, dan tolong pompakan jika kempes)

Tak lama kemudian Mang Yayat pun membawakan sepeda tua untuk kami. Sebelum di berikan kepada kami tampak mang Yayat memompa dan membersihkan sepeda itu terlebih dahulu.

"Tuh lumayan, dari pada sama Mak Lastri tidak di gunakan, mending Kalian yang pergunakan saja ya?"

"Terima kasih banyak Mak, besok Insya Allah Kami akan kesini Mak."

"Ya sudah, hati-hati Kalian di jalannya ya, salam untuk orang tua Tari dan Cahyati ya..."

“Iya Mak.”

Hari ini kami bahagia sekali, mak Lastri sangat baik. Sudah di terima masuk ke sanggar Jaipong saja kami sangat senang ini meminjamkan kami sepeda untuk berlatih jaipong setiap hari. Aku kayuh sepeda perlahan- lahan, lumayan sangat lelah, tapi kami akan sampai ke rumah lebih cepat dari pada harus berjalan kaki seperti tadi pagi.

Sepeda, aku letakan di belakang dapur, Emak dan abah pun bertanya tentang hari-hari kami. Kuceritakan hari-hari yang kami lewati, adik-adik pun terpukau mendengar ceritaku. Aku pun beristirahat di bilik kamarku, segalanya aku syukuri aku masih memiliki kesempatan untuk maju dan merubah keadaan ini. Dan hal yang paling penting, abah dan emak memberikan aku kesempatan untuk mengais rejeki dengan cara ini. Cara yang mungkin bagi sebagian pandangan orang kurang baik, setidaknya dapat membantu aku dan keluargaku, dari pada kami terus hidup miskin, meminta dan mengiba kepada orang lain, setidaknya aku telah berusaha. Walau hanya bisa menjadi seorang penari jaipong.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • SUSUK JAIPONG   Bab 21

    Kujalani hariku kini tanpa Cahyati. Dia sahabat kecilku. Aku sering meneleponnya hampir satu minggu sekali. Dari kabar yang aku terima, dia betah hidup di Manado. Bahkan terkadang mereka mengirimkan ikan asap dan kerupuk ikan untuk kami di sini. Emak sangat suka, karena di sini ikan tersebut sudah mulai jarang dan langka. Dia bilang insya Allah lebaran nanti akan pulang ke Karawang. Menemui keluarga dan aku sahabatnya. Semoga saja, semua niatan dan keinginannya di lancarkan. Dia mengabarkan kalau dirinya pun tengah hamil 1 bulan. Alangkah senangnya kami mendapat kabar baik ini. Kandunganku masuk usia 7 bulan, Alhamdulillah dokter bilang prediksi kehamilan anak kami kembar. Hanya saja jenis kelaminnya belum terlihat. Jabang bayi kami selalu malu-malu dan belum menampakkan kelaminnya jika saat di USG oleh dokter. Perkiraan tanggal 23 November anak-anakku akan lahir. Aku ditemani oleh Emak dan Mas Faiz memberi keperluanku di pasar. Baju bayi, tempat tidur, aksesoris bay

  • SUSUK JAIPONG   Bab 20

    Akhirnya tiba juga hari yang kami nantikan, yaitu hari pernikahan Cahyati sahabatku. Aku pun bersiap pagi ini, dengan menggunakan gamis warna cream, dan koko senada telah aku siapkan untuk A Faiz. Begitu juga hadiah dan kenangan untuk sahabatku, perlengkapan Shalat dan sebuah Alquran kecil aku bungkus, begitu pula 1 foto keluargaku semua sudah aku persiapkan untuk menjadi hadiah. Jika nanti dia rindu saat di Manado dia bisa langsung melihat foto kami. Foto itu permintaannya kepadaku. Dan aku dengan senang hati memberikannya. *** Jam telah menunjukan puku 09.00 tepat, kami sekeluarga besar pun hadir melihat dan menyaksikan acara ijab kabul mereka. Cahyati dan ustad Ipram tampak serasi sekali menggunakan gamis dan koko senada warna biru tua. Proses ijab kabul Cahyati mengingatkan aku pada proses pernikahanku dulu. Tampak di wajahnya berkaca-kaca menahan tangis serta rasa bahagia yang bercampur baur. Kami pun mulai mendekat, bersalaman dan

  • SUSUK JAIPONG   Bab 19

    Penantian aku dan Faiz tak sia-sia, hampir satu tahun kami menikah, dan kini aku pun berhasil hamil anak pertamaku. Seminggu ini aku merasa pusing dan mual-mual. Alhamdulillah setelah aku cek ternyata aku telah hamil 3 minggu. Sempat hampir putus asa dan ingin program kehamilan kepada dokter spesialis kandungan. Saat pemeriksaan terakhir kami sama-sama sehat, hanya saja ada sedikit gangguan hormon dirahimku. Bahagia sekali rasanya, akhirnya segala yang kami inginkan kini telah menjadi nyata. Bagaimana rumah tangga kami akan seru jika belum ada anak. Tapi doa dan penantian kami kini telah telah di kabulkan oleh Allah. **" Hal yang membahagiakan lainnya bagiku adalah, Cahyati minggu besok dia akan dilamar oleh ustad Ikram, Akhirnya dia bertemu calon imamnya juga. Mas Ikram adalah salah satu sahabat dari Mas Faiz saat di pondok kyai Jaya dahulu. Beliau orang Manado. Rela tak rela nanti akan kehilangan Cahyati. Karena ia akan di boyong ikut menetap di san

  • SUSUK JAIPONG   Bab 18

    Tak terasa pernikahanku telah masuk enam bulan, aku masih saja dihantui mimpi Nyi Mas Srinti, padahal ustad Jaya telah mewanti-wanti aku agar tidak lepas Shalat dan tadarus Alquran. Malam ini, malam 1 Suro aku dan Aa Faiz tadarus Quran di rumah, Asep, Jajang, Fatimah dan Aliya pun turut mengaji. Mereka telah duduk bangku Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Pertama. Alhamdulillah ku syukuri segala nikmat, adikku kini mulai tumbuh dewasa. Setelah lelah belajar mengaji mereka pun beristirahat di kamar, Aliya dan Fatimah, serta Jajang bersama Asep. Sedikit-sedikit rumah dan toko pun kami renovasi menjadi lebih luas. Dulu rumah yang hanya terbuat dari bilik dengan 2 kamar dan hampir roboh sekarang sudah memiliki 5 kamar, ruang tamu dan ruang keluarga yang cukup luas, serta toko sembako yang cukup besar. "Lestari...." Astaga siapa yang malam-malam memanggil namaku. "Lestari...." Aku pun terbangun, dan aku membangunkan Faiz segera.

  • SUSUK JAIPONG   Bab 17

    "Lestari... Kau telah menghianati aku lestari kau meninggalkanku." "Lestari Kau di mana....?" Sesosok penari jaipong muncul tepat di hadapanku, wajahnya tua, rambut putih terurai acak-acakan dan panjang, kulitnya peot dengan badan yang bau amis, dan penuh sisik. Dia mendekati tempat tidurku. Matanya melotot, dia tersenyum sinis padaku. Dia naik ke tempat tidurku, dia duduk di perutku, dia mencekitku, mencekik leherku. "Lestari, kau harus ikut denganku." "Sakit Mak, ammmmpun Mak..." "Kau mati Tari, Kau harus ikut denganku." "Tidak.....tidak....tidak Mak." "Sayang, bangun..." Mas Faiz membangunkan aku dan memelukku. "Sayang Kamu mimpi." "Alhamdulillah Ya Allah, seram Aa, ngeri, mimpinya seperti nyata sekali." "Ya sudah, ini minum dulu ya biar tenang, habis itu Kita bangun ya Shalat tahajud dulu, sebelum kamu tidur lagi." "Iya Aa." Aku dan Faiz Shalat tahajud, kami lanjutkan dengan b

  • SUSUK JAIPONG   Bab 16

    Ternyata hari pernikahan aku dan Faiz sudah di depan mata persiapan yang hanya dua Minggu cukup membuat kami kalang-kabut. Di rumahku tetangga sudah banyak berkumpul, begitu pun paman dan bibiku dari kampung. Ada yang sibuk membuat dodol, membuka kelapa, menyiapkan janur dan membersihkan halaman yang akan di pasang tenda pernikahanku dengan A Faizal. Semalam keluarga mas Faiz juga sudah resmi melamarku dan memberikan uang pernikahan. Pagi ini kulihat emak dan abah sibuk belanja bulak-balik ke pasar. Masih ada 2 hari sih, tapi mereka sangat antusias sekali mempersiapkan hari pernikahanku. Aku dan Cahyati akan pergi ke tukang jahit, mengambil baju gamisku yang terbuat dari bahan brukat. Begitu juga Cahyati dia antusias menjadi pagar ayu dalam pernikahanku. Aku membuat gamis pernikahan berwara merah muda, sedangkan mas Faiz aku buatkan koko berwarna merah marun, yang senada dengan kerudungku.tak lupa aku membelikan seragam untuk teman-teman ya siapa lagi yang ak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status