Share

BAB 3

last update Last Updated: 2021-04-27 20:52:52

Setiap hari kami berlatih jaipong dengan giat, Mak Lastri pun sangat bangga dengan kemajuan kami dari hari ke hari. Mak Lastri bilang bulan ini kami sudah layak untuk tampil sebagai penaripemula di panggung.

Mak Lastri mengukur baju kebaya untuk kami pergunakan, dan oleh Mak Lastri kami akan di buatkan beberapa setel pakaian kebaya untuk menari. Mak Lastri memesankan dengan beragam warna dan model kepada penjahit langganannya, namanya Ceu Encum. Di kampungku Ceu Encum terkenal sangat piawai menjahit pakaian, khususnya pakaian kebaya untuk segala acara dan umur. Dan dengan hati-hati Ceuk Encim mengukur badan kami satu- persatu untuk membuat pola kebaya.

Sungguh terharu mendengarnya akhirnya tak lama lagi aku dan Cahyati sudah dapat mencari penghasilan sendiri, walaupun itu dari karya dan berkesenian tari jaipong saja.

Rata-rata yang menjadi seorang penari di sini berlatar belakang dari keluarga yang tidak mampu, ya seperti kami yang bergantung kehidupan dan ekonomi di sini. Tak ada rasa malu dan canggung semua kulakukan demi memperoleh penghasilan dan harapan untuk merubah kehidupan lebih baik.

"Lestari Sabtu besok kamu bersama Cahyati belajar berdandan ya, karena kalian harus bisa menata wajah dan sanggul sendiri sebelum tampil."

"Iya Mak Lastri."

"Ini sanggul, kebaya dan kain kalian, Mak sudah jahitkan tiga setel masing-masing, coba kalian pakai yang warna biru dongker terlebih dahulu, Mak mau lihat."

"Baik Mak."

"Itu make-up dan tusuk kondenya ada di atas meja rias, coba belajarlah untuk menggunakannya."

Kami pun mencoba menuruti semua perkataan dari mak Lastri. Kami mencoba pakaian menari kami dan berdandan semampunya. Kami pun keluar dari kamar ganti. Untuk memperlihatkan penampilan kami kepada Mak Lastri.

Cukup lama aku dan Cahyati berdandan, ya mungkin karena kami belum terbiasa, kami baru saja lulus Sekolah Menengah Pertama, jujur kami masih awam dengan alat make-up. Mak Lastri tampak membolak balikan pandangannya, kami pun di minta untuk berjalan dan berputar di hadapannya. Mak Lastri memperhatikan segala detail penampilan dan dandanan yang kami pakai.

"Ya Sudah bagus Eneng-eneng, hanya lebih belajar lagi untuk memakai sanggulnya, sasakannya masih tampak kurang rapi."

"Iya Mak."

"Ya lekas coba sekarang kalian latihan menari, agar terbiasa menggunakan kain dan sanggul."

Kami pun menuruti segala perintah dan ajaran dari mak Lastri. Akhirnya setelah sekian bulan kami berlatih, besok adalah malam pertama kami bisa tampil di depan penonton. Hari ini aku berlatih maksimal dan mengulangi segala gerakan yang di bilang  belum terlalu fasih dan lentur.

Sebagai penari yang masih muda dan masih di bawah umur kami hanya menari di pesta-pesta hajatan saja. Untuk satu kali tampil kami di bayar dengan upah Rp. 100.000 saja, alhamdulillah segalanya kami syukuri. Uang segitu, sudah sangat terasa besar bagi kami, khususnya bagiku yang jarang memegang uang. Uang Rp 100.000 sudah sangat banyak dan aku bersyukur sebagai bayaran kami seorang menari sebagai penari yang pemula dan belajar.

***

Sore ini aku pamit kepada abah dan emak dan minta doa agar bisa lancar menarinya, maklum baru malam ini aku akan tampil di depan para tamu dan penonton. Takut dan gugup pasti aku rasakan malam ini. Tapi abah dan emak selalu berpesan agar aku selalu yakin dan berdoa. Dan aku pamit serta memohon mereka doakan sebelum aku memulai aktivitasku. Emak menyiapkan aku air gula asem, rasanya manis-manis asam dan segar. Yang akan membuatku bersemangat nanti di kala mulai mengantuk.  Aku harus terbiasa menahan ngantuk jika malam hari, apa lagi jika aku tampil nanti. Aku tidak boleh terlihat lusuh, mengantuk atau lelah saat di atas panggung.

"Emak, Abah doakeun Lestari, ngarah lancar acara na peuting iyeh."

(Emak, Abah doakan Lestari, biar lancar acaranya malam ini).

"Nyak Neng, ku Abah sareng Emak di doakeun supaya lancar sadayana."

(Iya Neng, sama Abah dan Emak di doakan supaya lancar semuanya).

"Amiin"

(Amiin)

"Tong lepat Neng kedah pintar-pintar jaga diri."

(Jangan lupa Neng harus pandai-pandai menjaga diri).

"Muhun Mak."

(Iya Mak)

Kulihat Emak yang lagi sibuk membakar singkong di dapur, untuk makan malam kami. Ya tuhan semoga saja kami di segerakan keluar dari kesulitan ini. Aku memeluk tubuh renta emakku, sebetulnya emak belum terlalu tua, tapi karena hidup serba sulit emak jadi tidak pernah merawat dirinya lagi, dan lebih tampak tua kini.

Ingin rasanya aku dapat membawakan mereka makanan yang layak, seperti ayam atau ikan yang bergizi tinggi dan pasti nikmat rasanya saat di makan.

Sebelum pergi menari, aku membantu Emak memandikan adik-beradikku, bahkan untuk sabun dan sampo kami pun sudah habis dan jarang sekali terbeli. Cukup aku saja yang hidup susah, semoga adik-adikku dapat hidup lebih baik nanti. Lagi-lagi aku berkata dalam hatiku, aku harus dapat merubah keadaan ekonomiku dan keluargaku. Untuk menjadi lebih baik dari kini

Tampak abah pulang dari sawah, keringat mengucur du tubuhnya, pasti abah sqngat lelah sekali. Hampir magrib abah baru pulang dari sawah. Entah apa yang abah kerjakan karena ini masih musim kemarau.

"Mak, teu aya sangu?"

"Mak tidak ada nasi?"

"Teu aya Bah, beas na tos seep, ngan aya sampeu hungkul Abah."

"Tidak ada Bah, beras sudah habis hanya ada singkong saja Abah."

"Sing sabar nyak barudak, Abah tos saminggu teu gaduh pagawean."

"Yang sabar ya anak-anak, Abah sudah seminggu tidak memiliki pekerjaan."

Hatiku tersayat seketika, dan aku tersadar dari lamunanku. Ku dengar abah menanyakan apakah ada nasi di rumahku ini? Sudah satu minggu Abah tidak ada kerjaan, belum musim tanam maupun musim panen di sawah. Masih musim kemarau, buruh serabutan pun masih sepi, tampaknya beras kami pun sudah habis beberapa hari ini. Ya cukuplah singkong bakar dan sayur daun singkong kami jadikan pengganjal rasa lapar malam ini. Emak dia selalu berusaha maksimal seadanya memasak sesuatu bagi kami.

Aku membantu emak menyiapkan makanan di balai-balai dapur, akupun membantu adik-adikku mengambil makanannya. Tak jarang emak memberikan kami jatah makanan pas-pasan untuk kami, jangankan makan enak dan berlebih, makanan seadanya pun kami sering kekurangan.

Setelah makan, Aku pun melamun di balai-balai kamarku, kulihat kamarku yang atap dan dinding biliknya sudah rapuh dan bocor, Ya Allah sungguh aku menangis dan menjerit di dalam hati. Belum lagi jika mengingat uang sekolah adik-adik yang belum di bayarkan uang seragam dan buku. Ku peluk tubuh mungil adik-adikku, ku usap kepalanya satu-persatu.

"Anu sabar nyak Barudak, doakeun Teteh enjing uwih mawa artos ."

"Yang sabar ya anak-anak, doakan Teteh besok pulang membawa uang."

"Amiin Teh, Asep lapar Teh, nyeuri beuteng Teh."

"Amiin Teh, Asep lapar Teh, sakit perut Teh"

Aku hanya terdiam dan meneteskan air mata. Ku pejam kan mataku, aku selimuti adik-adikku pakai kain yang sudah sangat lusuh dan tipis ini. Ya Allah bantulah aku dan keluargaku, agar terlepas dari kemiskinan ini. Aku pun pergi malam ini, pergi untuk pentas pertamaku dengan teman-teman sanggar jaipongku. Semoga esok pagi, aku bisa pulang dengan membawa sedikit rezeki untuk keluarga kami.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • SUSUK JAIPONG   Bab 21

    Kujalani hariku kini tanpa Cahyati. Dia sahabat kecilku. Aku sering meneleponnya hampir satu minggu sekali. Dari kabar yang aku terima, dia betah hidup di Manado. Bahkan terkadang mereka mengirimkan ikan asap dan kerupuk ikan untuk kami di sini. Emak sangat suka, karena di sini ikan tersebut sudah mulai jarang dan langka. Dia bilang insya Allah lebaran nanti akan pulang ke Karawang. Menemui keluarga dan aku sahabatnya. Semoga saja, semua niatan dan keinginannya di lancarkan. Dia mengabarkan kalau dirinya pun tengah hamil 1 bulan. Alangkah senangnya kami mendapat kabar baik ini. Kandunganku masuk usia 7 bulan, Alhamdulillah dokter bilang prediksi kehamilan anak kami kembar. Hanya saja jenis kelaminnya belum terlihat. Jabang bayi kami selalu malu-malu dan belum menampakkan kelaminnya jika saat di USG oleh dokter. Perkiraan tanggal 23 November anak-anakku akan lahir. Aku ditemani oleh Emak dan Mas Faiz memberi keperluanku di pasar. Baju bayi, tempat tidur, aksesoris bay

  • SUSUK JAIPONG   Bab 20

    Akhirnya tiba juga hari yang kami nantikan, yaitu hari pernikahan Cahyati sahabatku. Aku pun bersiap pagi ini, dengan menggunakan gamis warna cream, dan koko senada telah aku siapkan untuk A Faiz. Begitu juga hadiah dan kenangan untuk sahabatku, perlengkapan Shalat dan sebuah Alquran kecil aku bungkus, begitu pula 1 foto keluargaku semua sudah aku persiapkan untuk menjadi hadiah. Jika nanti dia rindu saat di Manado dia bisa langsung melihat foto kami. Foto itu permintaannya kepadaku. Dan aku dengan senang hati memberikannya. *** Jam telah menunjukan puku 09.00 tepat, kami sekeluarga besar pun hadir melihat dan menyaksikan acara ijab kabul mereka. Cahyati dan ustad Ipram tampak serasi sekali menggunakan gamis dan koko senada warna biru tua. Proses ijab kabul Cahyati mengingatkan aku pada proses pernikahanku dulu. Tampak di wajahnya berkaca-kaca menahan tangis serta rasa bahagia yang bercampur baur. Kami pun mulai mendekat, bersalaman dan

  • SUSUK JAIPONG   Bab 19

    Penantian aku dan Faiz tak sia-sia, hampir satu tahun kami menikah, dan kini aku pun berhasil hamil anak pertamaku. Seminggu ini aku merasa pusing dan mual-mual. Alhamdulillah setelah aku cek ternyata aku telah hamil 3 minggu. Sempat hampir putus asa dan ingin program kehamilan kepada dokter spesialis kandungan. Saat pemeriksaan terakhir kami sama-sama sehat, hanya saja ada sedikit gangguan hormon dirahimku. Bahagia sekali rasanya, akhirnya segala yang kami inginkan kini telah menjadi nyata. Bagaimana rumah tangga kami akan seru jika belum ada anak. Tapi doa dan penantian kami kini telah telah di kabulkan oleh Allah. **" Hal yang membahagiakan lainnya bagiku adalah, Cahyati minggu besok dia akan dilamar oleh ustad Ikram, Akhirnya dia bertemu calon imamnya juga. Mas Ikram adalah salah satu sahabat dari Mas Faiz saat di pondok kyai Jaya dahulu. Beliau orang Manado. Rela tak rela nanti akan kehilangan Cahyati. Karena ia akan di boyong ikut menetap di san

  • SUSUK JAIPONG   Bab 18

    Tak terasa pernikahanku telah masuk enam bulan, aku masih saja dihantui mimpi Nyi Mas Srinti, padahal ustad Jaya telah mewanti-wanti aku agar tidak lepas Shalat dan tadarus Alquran. Malam ini, malam 1 Suro aku dan Aa Faiz tadarus Quran di rumah, Asep, Jajang, Fatimah dan Aliya pun turut mengaji. Mereka telah duduk bangku Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Pertama. Alhamdulillah ku syukuri segala nikmat, adikku kini mulai tumbuh dewasa. Setelah lelah belajar mengaji mereka pun beristirahat di kamar, Aliya dan Fatimah, serta Jajang bersama Asep. Sedikit-sedikit rumah dan toko pun kami renovasi menjadi lebih luas. Dulu rumah yang hanya terbuat dari bilik dengan 2 kamar dan hampir roboh sekarang sudah memiliki 5 kamar, ruang tamu dan ruang keluarga yang cukup luas, serta toko sembako yang cukup besar. "Lestari...." Astaga siapa yang malam-malam memanggil namaku. "Lestari...." Aku pun terbangun, dan aku membangunkan Faiz segera.

  • SUSUK JAIPONG   Bab 17

    "Lestari... Kau telah menghianati aku lestari kau meninggalkanku." "Lestari Kau di mana....?" Sesosok penari jaipong muncul tepat di hadapanku, wajahnya tua, rambut putih terurai acak-acakan dan panjang, kulitnya peot dengan badan yang bau amis, dan penuh sisik. Dia mendekati tempat tidurku. Matanya melotot, dia tersenyum sinis padaku. Dia naik ke tempat tidurku, dia duduk di perutku, dia mencekitku, mencekik leherku. "Lestari, kau harus ikut denganku." "Sakit Mak, ammmmpun Mak..." "Kau mati Tari, Kau harus ikut denganku." "Tidak.....tidak....tidak Mak." "Sayang, bangun..." Mas Faiz membangunkan aku dan memelukku. "Sayang Kamu mimpi." "Alhamdulillah Ya Allah, seram Aa, ngeri, mimpinya seperti nyata sekali." "Ya sudah, ini minum dulu ya biar tenang, habis itu Kita bangun ya Shalat tahajud dulu, sebelum kamu tidur lagi." "Iya Aa." Aku dan Faiz Shalat tahajud, kami lanjutkan dengan b

  • SUSUK JAIPONG   Bab 16

    Ternyata hari pernikahan aku dan Faiz sudah di depan mata persiapan yang hanya dua Minggu cukup membuat kami kalang-kabut. Di rumahku tetangga sudah banyak berkumpul, begitu pun paman dan bibiku dari kampung. Ada yang sibuk membuat dodol, membuka kelapa, menyiapkan janur dan membersihkan halaman yang akan di pasang tenda pernikahanku dengan A Faizal. Semalam keluarga mas Faiz juga sudah resmi melamarku dan memberikan uang pernikahan. Pagi ini kulihat emak dan abah sibuk belanja bulak-balik ke pasar. Masih ada 2 hari sih, tapi mereka sangat antusias sekali mempersiapkan hari pernikahanku. Aku dan Cahyati akan pergi ke tukang jahit, mengambil baju gamisku yang terbuat dari bahan brukat. Begitu juga Cahyati dia antusias menjadi pagar ayu dalam pernikahanku. Aku membuat gamis pernikahan berwara merah muda, sedangkan mas Faiz aku buatkan koko berwarna merah marun, yang senada dengan kerudungku.tak lupa aku membelikan seragam untuk teman-teman ya siapa lagi yang ak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status