Merasa sudah bisa beradaptasi membuat Regan mulai memaju mundurkan miliknya dengan gerakan pelan. Saat itu juga suara lenguhan Ziva terdengar sangat merdu ditelinganya. Bahkan suara musik sebagai backsound kegiatan mereka membuat Regan mengabaikannya. Ia lebih suka suara yang keluar dari mulut istrinya.
“Regan.”
Disebut terus menerus oleh Ziva membuat rasa semangat dalam tubuh Regan terbakar. Regan mulai menambah tempo kecepatan genjotannya itu hingga keduanya merasa ingin menuju klimaks dengan suara Ziva yang memekik kencang.
“Aaaaah, aku ingin keluar.”
“Bersama sayang.”
Merasa tubuh Ziva sudah menegang dan berkedut di area bawah sana membuat Regan memeluk tubuh istrinya erat dengan genjotan di bawah dibuat secepat mungkin hinggi keduanya sama-sama melakukan pelepasan.
Bibir Regan tersungging kala mengetahui jika benihnya
Merasa jika tadi di dalam apotek hanya sebentar saja membuat Regan sangat yakin jika Ziva belum jauh dari lokasinya saat ini. Apalagi mengingat Ziva yang jalannya sangat tertatih seperti masih kesakitan membuat Regan semakin optimis yakin.Dengan cepat pula Regan langsung berlari ke arah bahu jalan untuk melihat kendaraan yang melintas. Matanya terus menyapu ke arah kanan dan kiri. Tepat saat sebuah taksi berhenti di arah kanannya pula Regan melihat jika Ziva segera menaiki dengan gerakan yang sangat tergesa-gesa. Melihat itu membuat Regan berdecih kesal.Melihat taksi yang ditumpangi Ziva sudah melaju pergi pun membuat Regan segera kembali ke mobilnya. Ia langsung menaiki mobilnya dan menelepon seseorang untuk memberikan info jika Ziva menemui Miko.Selesai memberikan titah kepada anak buahnya, Regan pun lebih memilih pulang ke rumah bundanya terlebih dulu karena ada hal yang harus ia obrolkan dengan Maya.
Hari sudah semakin sore dan seorang perempuan kini masih saja duduk termenung di salah satu sebuah halte. Ya, perempuan itu adalah Ziva. Sejak kepergian dari rumah mamanya perempuan yang memiliki tubuh mungil dan parasnya yang cantik ini terus duduk sambil terus berpikir bagaimana caranya dia bisa membebaskan sang papa dan bisa lepas dari jerat belenggu yang Regan buat itu.“Aku harus gimana? Nggak mungkin minta bantuan Miko. Apalagi utangku kepada Regan sangatlah banyak dan pria itu tidak main-main dengan apa yang dilakukannya.” Ziva terus menerus memikirkan cara membebaskan sang papa sampai membuat kepalanya menjadi pusing juga sakit.Di saat sedang pusing juga bingung. Tiba-tiba ada sebuah sepeda motor matic yang berhenti tepat di depan halte yang membuat Ziva langsung terkejut.“Rio,” gumamnya pelan.Rio langsung melepaskan helm miliknya dan segera memarkirkan sepeda motor matic di bahu jalan. Ia langsung segera menghampiri Ziv
Merasa akan percuma menghadapi bocah labil membuat Regan langsung berbalik badan meninggalkan Ziva yang masih saja menatap sengit kearahnya. Regan tak memedulikan ucapan yang dilontarkan perempuan itu. Regan memilih untuk kembali terbaring di atas ranjang sambil menatap Ziva yang keluar toilet dengan menghentak-hentakkan kakinya.Ziva pun langsung ikut terbaring di samping Regan. Menarik selimut hingga menutupi wajahnya dan berposisi memunggungi pria itu.Regan berdeham pelan. “Aku mau meminta cicilan kedua,” ceplosnya.Mendengar itu membuat Ziva justru langsung melotot tajam dan membuatnya semakin meremas selimut.“Ayo berikan cicilan keduamu sekarang karena aku akan pergi selama empat hari.”Ziva masih diam saja dan terus berpikir cara menolak permintaan Regan itu. Apalagi ia masih kesal dengan sikap Regan yang akan membunuhnya secara perlahan. Dan sekarang pria itu justru meminta cicilan? Yang benar saja. Apa dia sudah gila atau dia sebenarnya seoran
Saat ini Ziva merasakan aneh dengan tatapan Maya kepadanya. Pasalnya perempuan paruh baya itu menatapnya sangat intens dan tampak tersenyum senang. Entah apa yang membuatnya senang.“Makan ini sayang,” kata Maya sambil mengambilkan ikan serta telur kepada menantunya ini.“Makasih, Bun.”Maya pun berdeham pelan dan terus tersenyum. “Kamu sakit?”“Hah? Enggak kok Bun.” Ziva langsung bingung sendiri kenapa Maya menebak jika dirinya sedang sakit. Memangnya dia tidak bisa melihat jika ia sangat segar bugar begini. Hanya saja seluruh tubuhnya pada sakit dan lelah.“Bunda pikir kamu sakit. Soalnya panas begini kamu pakai sweater sama syal gitu.”“Oh ini … hahaha. Ziva lagi ….”“Sudah tidak usah dijelaskan. Bunda paham kok. Ayo sebaiknya segera makan.” Maya langsung memotong perkataan Ziva karena tidak mau membuat menantunya itu pusing berpikir u
Ziva menangis di kamarnya, ia merasa kesal kepada Regan juga dirinya sendiri. Bayangan wajah Celine—kakaknya tiba-tiba mendadak muncul di depan kepala. Rasa tidak tega pun mulai menghinggapi hatinya. Ziva merasa saat ini menjadi manusia paling jahat sedunia.“Kenapa jadi begini, ya Tuhan ….” Ziva memegang dadanya yang terasa sesak. Nyeri.Kilasan memori bersama Celine langsung memenuhi pikirannya. Ziva semakin menangis tergugu karena sudah bercinta dengan Regan. Sialnya, ia menikmati itu semua.Tak lama terdengar suara pintu berderit yang membuat Ziva menoleh dan melihat sosok Regan di sana. Buru-buru Ziva langsung mengusap pipinya dengan sangat kasar.“Permisi,” kata Ziva.Namun siapa sangka di saat Ziva ingin keluar kamar, tangan Regan langsung menarik pergelangan tangan dan menarik tubuh Ziva ke dalam pelukannya.“Mau ke mana? Aku minta maaf, Ziva,” lirih Regan. Ia benar-benar tak kuasa men
Ziva masih diam menunggu Miko selesai menerima telepon dari Rio. Tak lama juga pesanan bakso urat itu datang dan disajikan langsung dua porsi di atas meja. Kepulan asap dari dalam mangkok mampu mengeluarkan aroma yang membuat Ziva ingin langsung menyantapnya.Mata Ziva masih menatap bulatan bakso yang sudah diincarnya, namun ucapan Miko membuatnya sedikit tersentak.“Si Rio sekarang aneh banget deh,” tuturnya. Tangannya langsung menaruh ponsel di atas meja. Tangan satunya meraih sendok dan garpu kemudian mengambil tisu untuk mengelap sendok garpu sebelum digunakan.“Aneh gimana?” tanya Ziva, penasaran.“Sekarang jadi suka telepon tanya lagi di mana gitu. Kayak orang pacaran aja tanya posisi terus,” gerutu Miko. Tangannya menaruh sendok dan garpu yang sudah selesai dielap untuk diletakkan di mangkok milik Ziva. Ia kemudian mengambil garpu dan sendok beserta tisu untuk mengulangi seperti tadi.“Dia suka kali
Ziva yang kesal lebih memilih turun ke lantai dasar dan duduk di teras samping. Menangis sejadi-jadinya karena merasa kalau dunia sedang mempermainkan takdir hidupnya. Ziva ingin bahagia—bersama Miko.Ziva mendongak ke atas. Menatap langit gelap yang kebetulan sedang sedikit mendung. Entah kenapa Ziva merasa jika langit malam ini seakan tahu akan kondisi dan perasaannya yang sedang tidak baik-baik saja.Telinga Ziva bahkan menangkap derap langkah kaki yang mendekat. Ziva buru-buru mengusap pipinya kasar. Dan tepat sekali saat selesai mengusap bahunya ada yang menepuk dengan lembut.“Ziva, kok, duduk di sini? Emang Regan mana?” tanya Maya. Kepalanya menoleh kanan dan kiri mencari sesuatu.Ziva tersenyum tipis, bagaimanapun sikap Maya sangat baik kepadanya. “Regan di kamar. Lagi mandi,” kilah Ziva berbohong.Maya mengangguk paham dan ikut duduk di depan Ziva. Memandang mata Ziva lekat-lekat dan tersenyum begitu lembut.
“Apa yang ingin kamu lakukan kepada Miko, hah! Jika terjadi apa-apa dengan Miko, kamu orang pertama yang akan aku cari!” Ziva menatap lekat-lekat mata Regan. Menatap manik mata pria itu dengan nyalang penuh kebencian.Regan sendiri hanya diam membisu. Membalas tatapan Ziva dengan lembut—menarik napas panjang dan mengembuskan secara perlahan.“Ziva ….”“Jadi selama ini kamu menyuruh orang untuk membuntuti kami berdua? Untuk apa Regan! Untuk apa!” teriak Ziva lantang—tidak peduli jika nanti Maya dan Narendra bangun dari tidurnya. Ziva masih kesal dan tidak menyangka jika semua kegiatan dirinya dipantau pria menyebalkan seperti Regan. Untuk apa memangnya? Tujuannya apa?“Apa tidak cukup kamu membuat aku dengan Miko menjadi kacau seperti ini, hah!” Ziva terus berteriak karena hatinya masih kesal, jengkel, dongkol. Benar-benar tidak habis pikir Regan melakukan itu.“Aku bisa jelask