“AAAAAA,” teriak Ziva lantang.
Suara cemprengnya membuat Regan langsung membuka mata heran. Tumben-tumbenan perempuan itu bangun awal seperti ini.
“Kamu kenapa berteriak, sih?”
“Itu melihat punyamu tidak memakai apa-apa.” Dagu Ziva menunjuk ke arah kejantanan milik Regan yang terpampang polos di depan matanya. Dan itu membuat Ziva kaget. Pasalnya, selama ini kalau sehabis bercinta pasti pria itu sudah bangun terlebih dulu jadi tidak akan kaget seperti ini.
“Kenapa? Kamu mau minta lagi?”
“Ih, enggak mau.”
Pria itu justru terkekeh dan menggoda istrinya yang kini menarik selimut untuk menutupi tubuhnya yang masih polos itu. Wajah Ziva yang tampak kaget justru begitu sangat menggemaskan di pagi hari ini.
“Kamu bilang begitu enggak ingat semalam, hm?”
Ziva langsung pura-pura tidak mendengar ucapan Regan, dan lebih memilih menjulingkan matanya.
&ldqu
Miko rasa-rasanya sudah tidak bisa menahannya lagi. Emosinya yang sudah dipendam sejak kemarin kini meluap di depan Ziva. Di depan perempuan yang sudah menjadi pacaranya selama bertahun-tahun itu.“Kamu sudah mulai cinta dengannya, hah?!”“Miko ….”Miko langsung menepis tangan Ziva yang ingin meraihnya. Jejak kiss mark itu membuat Miko tak terkendali saat ini. Pria itu bahkan langsung mendorong Ziva hingga terjatuh ke kursi.“Miko.” Suara Ziva yang lirih bahkan terdengar memelas itu sudah tidak Miko pedulikan. Pria itu rasanya sudah gelap mata dengan menarik lengan Ziva kasar dan mendorongnya lagi ke arah pinggir lapangan. “Miko,” lirih Ziva.“Diam!”“Kamu kenapa jadi begini?” Ziva merasa bingung dengan sikap Miko yang mendadak kasar seperti ini. Padahal selama pacaran Miko tidak pernah berbuat kasar kepadanya, dan Ziva benar-benar terkejut.Bukannya menjaw
Ceklek.Buru-buru Miko menyingkir saat sahabatnya—Rio langsung saja menyelonong masuk ke dalam dan berlari menghampiri Ziva yang masih duduk dengan penampilan acak-acakan.“Lo gapapa?” tanya Rio, merasa menyesal karena datang telat.Ziva menggeleng pelan. Matanya terus menangis. Bahkan Ziva terkejut melihat Rio yang tiba-tiba datang kepadanya. Yang lebih mengejutkan lagi Rio memberikan jaket yang sedang dipakainya untuk menutupi tubuh Ziva yang tampak tak karuan itu.“Pakai ini,” kata Rio, lembut.Lain hal dengan Miko yang berjalan mendekat ke arah mereka berdua sambil berdecih. Matanya menatap perlakuan dan perhatian Rio kepada Ziva.“Jujur aja gue udah curiga sama lo sejak dulu. Gue perhatiin lo selalu membela Ziva. Lo suka sama dia?” Miko menatap Rio nyalang.Rio lebih memilih diam. Ia lebih sibuk membantu Ziva berdiri karena tanpa diceritakan pun sudah bisa menebak apa yang terjadi.
Abimana Grup.Awalnya Rio ingin langsung kembali ke kos-an, tapi Ziva memaksa untuk diantar ke ruangan Regan karena ada hal yang harus diselesaikan bertiga.Dan tepat saat sampai lobby kantor, baik Ziva dan Rio langsung menjadi sorotan para karyawan yang sedang berjalan lalu lalang. Mereka memperhatikan penampilan Ziva yang sangat acak-acakan juga wajah Rio yang babak belur.Mereka berdua benar-benar berlaku masa bodoh. Apalagi rambut Ziva saat ini seperti terkena badai angin tornado.Ting.Mereka berdua keluar lift, Silvi yang melihat hanya terkejut kemudian diam saja melihat Ziva dan Rio yang langsung saja menyelonong masuk tanpa mengetuk pintu.Ceklek.“Sil—“Melihat penampilan istrinya yang sangat berantakan membuat Regan segera menghampiri Ziva yang masih berdiri di ambang pintu. Buru-buru Regan memegang kedua pipi Ziva yang tampak lebam dan bibirnya yang terluka.“Kamu kenapa begini, h
Ziva yang ditatap tajam pun hanya bisa memalingkan wajahnya saat ini. Bagaimanapun Miko sempat mengisi hari-harinya selama empat tahun meski sekarang perasaan kepadanya berganti dengan rasa kecewa yang sangat mendalam.“Katakan Ziva.”Ziva masih saja enggan membuka mulut. Yang dilakukan hanya diam saja dan melihat ke arah lantai kamarnya.“Ya sudah kalau kamu enggak mau kasih tahu.”Terdengar helaan napas panjang dari sesosok Regantara. Bahkan pria itu masih saja sangat telaten membersihkan seluruh tubuhnya. Tak lupa juga sekarang Regan mulai mengolesi cream pereda nyeri. Cream agar lebam di pipi dan tubuh lainnya bisa cepat pulih.“Ini pasti sakit banget, ya? Tahan sedikit, ya.”Suara lembut Regan terus mengalun indah di telinga Ziva. apalagi jika perempuan itu meringis dan mengaduh kesakitan. Pasti ekspresi Regan langsung khawatir dan merasa bersalah.Selesai mengolesi cream, kini Regan berj
Ziva sudah berpikir jika Regan akan memasak makanan eropa, atau luar negeri lainnya. Ternyata pria itu justru memasak nasi goreng untuknya. Itupun dia menggunakan bumbu racik yang sudah jadi.“Kenapa manyun begitu?” tanya Regan yang sedang sibuk membolak-balik nasi di atas wajan.“Kupikir bakalan dimasakin steak atau makanan luar negeri gitu. Nyatanya nasi goreng, itupun pakai bumbu racik pula.”Pria itu langsung tersenyum melihat istrinya yang merajuk dan memprotes seperti tadi. “Aku enggak begitu jago masak, jadi apa adanya aja, ya. Kamu enggak keberatan, kan?”Ziva langsung menggeleng cepat.“Apapun yang kamu masak pasti akan aku makan.”Setidaknya Ziva ingat kejadian sewaktu dirinya masak sup jagung yang keasinan itu. Regan dan keluarganya benar-benar memedulikan perasaannya. Dengan terus menghabiskan makanan itu tanpa sisa meski rasanya sangat asin.Sambil menunggu pria itu se
Seharian ini Ziva lebih banyak melamun di perpustakaan. Hingga saat sampai rumah pun ia masih saja melamun. Kini saat sedang berdua di kamar menjelang tidur pun Ziva masih saja melamun memikirkan semua ucapan Idhar kepadanya tadi pagi.“Kamu kenapa melamun, hm?” tanya Regan. Ia langsung merangkak ke atas ranjang—lebih tepatnya duduk di samping Ziva yang sedang duduk bersandar di penyangga ranjang.“Aku kepikiran,” ucapnya.“Kepikiran soal apa, hm?”Ziva menggeleng pelan—rasanya akan percuma jika meminta Regan mencabut tuntutan kepada Miko.“Enggak mau ngomong, hm? Siapa tahu aku bisa bantu.”“Kayaknya enggak mungkin.”“Kenapa enggak mungkin?”“Ini soal Miko.”Mendengar nama bocah kecil itu disebut membuat Regan langsung segera beranjak turun dari ranjang. Kenapa melamunnya Ziva akhir-akhir ini memikirkan pria lain. Apa keberad
Sesuai janji Regan semalam yang ingin mengantarkan istrinya ke penjara untuk menjenguk Miko. Terlebih saat ini Regan sudah berada di jalan menuju ke kampus Ziva karena memang janjiannya pas jam makan siang.“Duh! Macet parah pula!” gumam Regan, kesal sendiri melihat keadaan Jakarta yang selalu macet setiap waktu.Merasa akan datang telat membuat Regan langsung menelepon nomor ponsel Ziva. Ia akan memberitahukan jika saat ini masih terjebak macet di kawasan Sudirman.Dalam deringan ke tiga untung saja panggilan Regan segera diangkat. Regan pun langsung ngomong to the poin kepada Ziva.“Halo sayang.”“Ya.”“Aku masih terjebak macet nih di Sudirman. Kamu sudah selesai bimbingan, ya?”“Sudah dari tadi. Ini lagi jalan menuju depan gerbang kampus.”“Aku enggak tahu kapan sampainya. Entah ini ada apaan di depan kenapa bisa semacet ini.”“Terus gimana
Sesampai di rumah, mereka berdua memutuskan untuk mandi bersama dan kini tengah menikmati secangkir cokelat panas di ruang keluarga.Apalagi kondisi rumah yang sedang sepi membuat Ziva tidak malu-malu untuk bersikap manja kepada Regan. Perempuan itu terus mendusel-dusel ke dada bidang sang suami.“Bunda kok sering pergi-pergi begini, sih?” tanya Ziva yang penasaran dengan Maya yang tidak betah di rumah.“Ya, dia suka bosan di rumah karena sepi. Makanya dia menyuruh kita tinggal di sini, kan?” Regan menoleh menatap manik mata Ziva lembut. “Makanya kita harus rajin-rajin membuatkan cucu untuk mereka supaya Bunda betah di rumah,” imbuhnya sambil tersenyum senang.Lain hal dengan Ziva yang justru mendesis mendengar penuturan itu. Kenapa juga isi otaknya Regan hanya soal pembuatan anak saja.“Oh iya, kamu pengin bicara apa tadi di mobil?” Regan mengambil cangkir dan menyesap cokelatnya sedikit demi sedikit