Setelah berputar-putar keliling Jakarta tanpa tujuan, kini Idhar menghentikan motornya di bahu jalan taman Melawai, Blok M, Jakarta Selatan.
Idhar langsung mengesah dalam karena Ziva belum menentukan tujuannya sampai pukul sepuluh ini. Perempuan itu masih saja menangis dan menangis. Idhar sendiri merasa benar-benar sudah lelah karena menyetir motor keliling tidak jelas arah tujuannya ke mana. Bahkan sampai berkali-kali isi bahan bakar motornya namun tetap saja hasilnya sama. Tidak punya tujuan.
“Kalau lo enggak tentuin tujuannya ke mana, mendingan turun di sini!” titah Idhar, tegas.
Ziva masih diam saja, tidak merespon omelan Idhar. Bahkan sepanjang jalan pun Ziva tidak memedulikan makian dan omelan yang dilontarkan pria itu.
Ziva hanya bisa merasakan kesedihan luar biasa saat ini. Mengingat perkataan Regan di area pemakaman membuat pikirannya benar-benar kacau. Kakaknya meninggal karena merasa sakit hati mendengar perempuan yang dicintai pria
Pagi ini Ziva terbangun dengan kondisi yang bisa dikatakan masih kurang baik. Ia masih merasa pusing dan banyak pikiran yang berkecambuk di kepalanya. Ziva bahkan bisa terlelap saat menjelang subuh. Mengingat tidak tidur di rumahnya sendiri atau rumah Regan membuat Ziva merasa tidak tenang jika bangun kesiangan. Terlebih, telinga Ziva sudah mendengar suara cempreng Ibu-nya Idhar di luar kamar. Ziva pun melirik ke arah jam yang masih menunjukkan pukul enam pagi.Mengetahui tidak bisa tinggal di sini lebih lama lagi membuat Ziva mengesah dalam. Membuang napas panjang, dan segera keluar kamar untuk memastikan apa yang membuat rame di sana.Ceklek.Ziva langsung terpaku saat pintu terbuka, matanya bersitatap dengan netra mata Regan di sana. Bahkan bisa Ziva lihat jika Ibu-nya Idhar tampak memandang hormat kepada Regan saat ini.“Eh, Neng, sini deh.” Romlah melambaikan tangan ke arah Ziva untuk segera mendekat ke arah sofa minimalis di sana. Bahkan
Tiba di rumah orangtuanya, Ziva langsung menangis dipelukan sang papa. Ziva tidak bisa mengontrol perasaan saat ini hingga membuatnya sangat menggebu-gebu.“Ziva, tenangkan dirimu, Nak.” Bramono terus mengusapi kepala anaknya lembut. Melihat keadaan dan kondisi anaknya yang kacau membuat Bramono tidak tega melihatnya.Marina yang melihat sang putri menangis tergugu membuatnya ikut-ikutan menangis. Merasakan pedihnya menjadi Ziva. Dipaksa menikah dengan orang yang tidak dicintai yang membuat hidupnya tertekan.“Tidak perlu cerita sekarang, kamu tenangkan pikiran dan hatimu yang paling utama,” ujar Bramono.Ziva menggeleng, ia menatap sendu ke Bramono dan Marina. Ziva mencoba mengatur napasnya sejenak sebelum menceritakan soal kematian kakaknya yang pasti akan membuat mereka berdua syok.Bahkan, Bramono menuntun Ziva untuk duduk terlebih dulu dan ia menurut. Ziva duduk dan memegang dada karena merasakan sakit hati yang bertubi
Pagi ini setelah setengah hari menghabiskan waktu di kampus, Ziva sudah menyakini jika Regan sudah menyuruh Rio atau Idhar untuk mengawasinya. Ziva yang sudah tahu antek-antek Regan siapa saja merasa tidak peduli saat ini. Yang Ziva pedulikan hanya kebenaran yang sedang dikejarnya agar almarhum kakaknya bisa tenang di alam sana. Ziva akan sekuat tenaga memperjuangkan hak keadilan untuk Kak Celine.Mendapat waktu janjian dengan WO yang menangani pernikahannya dulu membuat Ziva segera melesat pergi ke salah satu kafe yang menjadi tempat mereka bertemu.Meski jujur saja dalam hati jika Ziva merasa sangat deg-degan sendiri. Ziva merasa tidak yakin dengan usahanya meski ia harus tetap melakukan demi menegakkan keadilan.Sampai di meja nomor 4, Ziva melihat perempuan cantik yang duduk di sana. Ziva segera menegurnya terlebih dulu karena memang ia yang mengajaknya bertemu. “Mbak Wina, ya?” sapa Ziva, tersenyum ramah.Perempuan itu mengangguk sambil t
Intan tengah memandang mata Ziva lekat. Ada kesedihan, kepedihan, dan kekecewaan yang tergambar dengan jelas di netra mata perempuan cantik itu. Intan bisa memaklumi perasaan Ziva yang sangat tergoncang saat ini. Pasti perempuan itu sangat syok saat mengetahui fakta sebenarnya meski terasa masih abu-abu.Sebelum menjelaskan apa yang diketahuinya, Intan mengambil napas sejenak. Ia bahkan melakukan berulang hingga membuat ekspresi antusias di wajah Ziva sedikit memudar karena menunggu Intan yang belum kunjung juga bercerita.“Jadi saat itu ….” Intan berhenti, ia mengambil napas lagi karena merasakan pasokan oksigen di sekitarnya merasa telah lenyap. Intan merasakan sesak. “Aku tidak tahu persis dia dibunuh atau memang bunuh diri. Karena saat menerima telepon dan membuat sebuah video, Celine menangis tersendu-sendu. Bahkan tatapan bahagia yang terpancar saat diriku masuk ke ruang make-up berubah dengan wajah kecewa juga sakit hati. Tapi, yang aku
Ziva menerima kotak hitam itu dengan sedikit ragu, namun tetap saja air mukanya menunjukkan powerful kepada Regan.“Kamu bisa membukanya, dan yang dikatakan kamu memang benar jika di dalam itu merupakan alat yang digunakan Celine untuk mengakhiri hidupnya. Namun, alasanku menyimpan hingga detik ini agar kamu bisa melihat sendiri nanti di waktu yang tepat.”Ziva berdecih mendengar serentetan ucapan Regan. Baginya yang diucapkan oleh pria itu hanya alibi semata agar ia berhenti menuntut? Itu tidak akan pernah Ziva kabulkan.“Dan, satu lagi yang aku inginkan agar kamu mengabulkan itu. Ceraikan diriku Regantara Abimana,” tegas Ziva dengan rahang yang sudah mengetat begitu kuat. “Aku tidak sudi menjadi istri pria macam dirimu!” imbuh Ziva, mengejek.Regan yang mendengar itu hanya mengetatkan rahang kuat. Hatinya merasa tercubit dengan kata-kata yang dilontarkan oleh Ziva. bukan ejekan yang dilontarkan yang membuat sakit hati
Ziva benar-benar berhasil mengelabuhi Regan malam ini dengan pura-pura pingsan. Meski jujur saja ia memang sangat merasakan pusing luar biasa. Namun, Ziva masih bisa kuat menahan kesadarannya. Lebih sialnya lagi saat kabur, ia hanya bisa membawa kotak hitam itu keluar rumah. Sepatunya bahkan ia tinggalkan agar tidak memakan waktu lama. Namun, meski demikian ia masih merasa untung karena ruangan kerja Regan belum terkunci.Mata Ziva menatap kotak hitam itu dengan pandangan berbinar karena besok ia akan menyerahkan ke kantor polisi sebagai bukti atas kasus yang Regan lakukan.Kondisi fisik yang terasa lelah membuat Ziva berjalan pelan di sepanjang trotoar jalan. Ziva memasukkan kotak itu ke dalam tasnya. Ia segera mengeluarkan ponsel untuk memesan ojek online. Namun, baru membuka aplikasi ojek online, ponselnya langsung dirampas oleh seseorang yang memang mengikutinya dari belakang sejak tadi.“Copeeetttt!” teriak Ziva lantang. Suaranya bahkan terasa a
Samar-samar Ziva mendengar suara Idhar. Ia pun segera membuka mata perlahan saat ini. Dugaannya tidak pernah meleset karena memang ia melihat Idhar sedang berbincang-bincang dengan dokter kampus-nya.Melihat mata Ziva sudah terbuka membuat pandangan Idhar segera menatap takjub ke arahnya. “Astaga! Akhirnya lo sadar juga!”Ziva tersenyum tipis melihat wajah khawatir pria itu. Bahkan suara dengkusan dari mulut Idhar bisa terdengar begitu sangat jelas di telinganya.“Kok lo bisa di sini?” tanya Ziva.Idhar hanya diam saja. Matanya menatap manik mata perempuan yang kini tengah terbaring di brangkar dengan wajah bingung.“Har,” tegur Ziva karena melihat Idhar hanya diam saja sejak tadi. Bahkan tatapan Idhar tampak bingung saat ini. “Lo kenapa jadi pendiam gitu, sih?” ledek Ziva, tersenyum.“Lo hamil.”Mata Ziva langsung membola begitu sempurna mendengar dua kata dari mulut Idhar.
Ziva merasakan pusing luar biasa pagi ini. Beban hidup dalam dirinya benar-benar kian bertambah dengan sikap sang papa yang mendiamkan di pagi ini. Ziva tahu jika sang papa tidak menyukai berita kehamilannya. Bahkan, pagi ini Ziva sudah mengecek dengan tespack untuk membuktikan ucapan dokter itu salah. Namun, faktanya ia memang hamil. Tespack itu menunjukkan dua garis merah yang begitu sangat jelas di matanya. Ziva hanya bisa menghela napas panjang jika ia benar-benar hamil saat ini.Hari ini ia berniat pergi ke counter untuk membeli kartu perdana. Ziva akan menggunakan ponsel milik Regan ini untuk kebutuhan komunikasi ke depannya.Pikiran untuk menggugurkan kandungan pun segera Ziva tepis. Jika ia berani melakukan hal itu sama saja ia menjadi seorang pembunuh bukan? Lalu apa bedanya dengan Regan kalau begini?Dengan sekuat tenaga dan keberanian yang dimiliki, Ziva akan terus mempertahankan kandungannya meski dibenci oleh sang papa.Mengingat har