Laura mematut dirinya di depan cermin. Dia terlihat mengenakan atasan berbahan chiffon warna putih, dipadukan dengan skiny skirt selutut warna cream, dan coat oversize warna senada. Perpaduan tersebut telah menyempurnakan penampilannya pagi ini. Laura memang bukan tipe wanita yang terlalu mementingkan penampilan, karena hanya dengan make up tipis dan rambut panjangnya yang di ikat kebelakang dirasa sudah cukup baginya.
Satu keyakinan yang selalu dia pegang 'Cantik itu tidak harus berlebihan'.
Mungkin bagi orang lain penampilannya terlihat membosankan, tapi selama Matheo tidak pernah komplen, itu tidak akan menjadi masalah buatnya.
Setelah dirasa cukup, dia turun ke bawah untuk menuju ke ruang makan, melakukan rutinitas sarapan bersama dengan suaminya. Dia duduk di hadapan Matheo, menatap kebiasaan suaminya itu dengan pandangan kesal. Terlihat Matheo sedang menyesap kopinya dengan pandangan tak lepas dari posel.
"Dari mana kau mengenal laki-laki kemarin itu?" tanya Matheo setelah menyadari kedatangannya.
"Ow... Dia adalah dr. Christian Alexander, salah satu dokter bedah di Rumah Sakit tempatku bekerja," jawab Laura sambil mengoleskan selai ke rotinya.
"Jangan berhubungan lagi dengan lelaki itu," ucap Matheo, terdengar nada tak senang dari suaranya.
Laura tersenyum mendengar kata-kata suaminya. Dia merasa ini pertama kali Matheo cemburu dengan teman lelaki nya. Padahal ada sesuatu yang membuat Matheo khawatir tentang kenyataanya yang diketahui oleh Christian.
"Nanti kita jadi nonton kan? Kita bisa bertemu di bioskop saja agar kau tidak perlu repot menjemputku di rumah sakit," cerocos Laura dengan semangat sambil mengunyah rotinya.
"Iya...." jawab Matheo terlihat tidak bersemangat.
"Ok... Aku berangkat dulu. Ada telur dan sayuran di kulkas kalau kau ingin membuat sesuatu," kata Laura sambil beranjak dengan menenteng potongan roti yang belum habis.
Memang di dalam rumah tangganya sudah tidak ada ciuman pagi, ciuman perpisahan atau ciuman apapun itu. Karena semua rutinitas itu hanya berlangsung di awal pernikahan mereka saja. Ciuman Matheo hanya akan dia rasakan saat mereka bercinta saja dan Laura sudah mulai terbiasa dengan semua itu.
==*==
Laura memasuki gedung Rumah Sakit dengan wajah ceria, tak henti-hentinya menyapa setiap staf yang dilewati. Sampai saat langkahnya mencapai ujung lorong, dia melihat Christian yang berjalan kearahnya. Lorong rumah sakit yang menyeramkan serasa bagaikan panggung catwalk saat pria itu yang melewatinya, seperti ada sebuah aura bintang yang melekat kuat di dalam diri Christian, membuat semua wanita akan menoleh dua kali saat melewatinya.
Pria itu terlihat menampilkan senyum menawan yang tak lepas dari bibirnya. Dan Laura bersumpah demi apapun yang ada di langit dan bumi, kalau Christian benar-benar terlihat sangat mempesona hanya dengan jas dokter dan stetoscope yang tersampir di leher.
Christian berjalan semakin mendekat ke arahnya tapi terkesan hendak melewatinya. Tubuh Laura seketika meremanhmg saat bahu mereka bersentuhan ringan, apalagi saat sekarang Christian mulai berhenti tepat di sisinya. Wajah pria itu terasa begitu dekat dengan sisi wajahnya, hembusan nafas Christian terasa menggelitik di permukaan telingannya.
"Good morning, Sweety," bisik Christian di telinganya, lalu pria itu melenggang begitu saja.
Laura merasa suara itu terdengar sangat seksi yang seakan memang sengaja digunakan untuk menggodanya. Seketika muncul gelenyar aneh di bawah pusatnya hanya karena bisikan pria itu. Sepertinya logikanya mulai tercemar karena sudah lama dia tidak disentuh oleh seorang pria.
"Bodoh... Apa yang terjadi denganku?" gerutu Laura sambil menepuk nepuk pipinya agar kembali tersadar.
Ah... Otak Laura mulai berpikir tak karuan, bisa-bisanya dia terpesona dengan lelaki yang lebih muda darinya. Membuatnya terlihat seperti tante-tante genit yang menggelikan. Tapi tak bisa dipungkiri kalau tubuhnya memang selalu bereaksi berlebihan saat di dekat pria itu, bahkan sekarang indera penciumannya seakan masih menyimpan kuat-kuat harus tubuh Christian.
Di sisi lain, Christian hanya tersenyum geli dan terus berjalan tanpa menoleh kearah Laura. Wanita itu terlihat seakan terhipnotis oleh bisikannya dan terlihat sangat menggemaskan dimata Christian.
==*==
Laura menghela nafas sambil menyandarkan punggungnya di kepala kursi, pekerjaannya hari ini terasa sangat melelahkan. Berjaga di unit gawat darurat memang membutuhkan energi ekstra. Dia melirik jam yang ada di pergelangan tangannya, sekarang memang sudah waktunya untuk makan siang, dan dia butuh untuk mengisi perutnya yang meronta.
Sebelum beranjak, kini tatapannya beralih pada segerombolan perawat wanita yang sedang bergosip tidak jauh dari tempat duduknya. Laura ingin mengabaikan ocehan mereka, tapi dia menjadi tertarik saat telinganya mendengar salah satu dari mereka mengucapkan nama 'dr. Christian Alexander' dengan sesekali tertawa cekikikan. Entah kenapa Laura menjadi penasaran dan mulai mendekat kearah mereka.
"Sepertinya ada sesuatu yang menarik disini" seru Laura yang sontak membuat mereka berempat menoleh kearahnya.
"Apa yang kalian bicarakan? Sepertinya sangat seru" tanya Laura lagi.
"Ah... dr. Walker, kita hanya sedang membicarakan poli bedah yang sekarang tampak seperti pasar," jawab perawat berkulit hitam.
Laura mengernyit tak mengerti.
"Sejak kedatangan dr. Alexander, pasien di poli bedah menjadi sangat banyak, dan di dominasi oleh pasien wanita," kata perawat berambut pirang dengan senyum centilnya.
"dr. Alexander memang pantas di juluki the hot doctor," jawab perawat satunya yang dibarengi dengan tawa cekikikan teman temannya.
"Thw hot doctor?" gumam Laura dalam hati. Hanya dengan memikirkan julukan itu saja sudah membuat permukaan wajahnya menghangat.
Laura merasa penasaran dengan apa yang dikatakan para perawat itu, dia berniat untuk memastikannya sendiri. Untuk sekejap dia hanya berdiri diam di ujung lorong yang akan membawanya ke ruang praktek pria itu, sedikit ragu tapi keingintahuannya lebih kuat. Akhirnya dia memutuskan untuk lanjut melangkah menuju ruang praktek Christian untuk memastikannya.
Laura benar-benar tercengang melihat pemandangan di ruang tunggu poli bedah. Segala bentuk wanita ada di sana, mulai dari remaja, ibu-ibu, sampai nenek nenek pun ikut mengantri di sana. Bahkan beberapa dari mereka memakai baju kurang bahan yang lebih pantas dipakai seorang jalanng.
"Bukankah Christian benar-benar populer?" kata Mellisa tiba-tiba sudah berada di samping Lauta, membuat wanita itu berjingkat kaget.
"Lalu apa yang mereka semua keluhkan?" tanya Laura heran.
"Setahuku mereka kebanyakan hanya beralasan ingin konsultasi," jawab Mellisa
"What??? konsultasi di poli bedah?" tanya laura dengan ekspresi shock yang dibuat-buat.
"Entahlah..." jawab Mellisa sambil mengangkat bahunya acuh.
"Laura... Bagaimana kalau kita pergi berbelanja? Sudah lama kita tidak belanja bersama, bukan?" tanya Mellisa lagi dengan senyum yang di buat semanis mungkin.
"Maaf Mel, aku sudah ada janji akan menonton bersama Matheo," jawab Laura dengan wajah berbinar.
"Wah, apa hubungan kalian sudah ada kemajuan?" Mellisa ikut tersenyum manis.
"Semoga saja."
#To be continue
Malam ini Laura meminta Christian untuk menemaninya tidur di kamarnya. Niatnya hanya sekedar tidur kalau kalian ingin tahu.Christian berharap waktu berjalan lambat, dia sangat menikmati sikap manja Laura malam ini karena sangat jarang wanita itu mau menunjukkan sisi manjanya yang seperti ini. Biasanya gengsilah yang mendominasi.Laura merebahkan kepalanya di dada Christian yang telanjang dan memainkan jari nya membentuk pola pola abstrak di sana.Christian hanya bisa menggeram rendah menahan gairahnya yang sudah ingin meledak. Demi Tuhan, bahkan kaki Laura masih belum sembuh total dan dia sudah ingin menerkam wanita itu saat ini juga."Kau kenapa Christ?" tanya Laura saat menyadari tubuh Christian mulai menegang."Hentikan jarimu itu sayang, atau aku akan memakanmu sekarang juga," kata Christian dengan gigi bergemerutuk.Laura hanya terkikik geli saat menyadari Christian sudah terangsanng hanya karna sentuhannya.Laura mulai menghentikan jarinya karna tidak ingin menyiksa lelaki itu.
Laura mengerutkan kening dengan mata masih terpejam saat sinar matahari menerpa wajahnya."Good morning Laura." Terdengar suara Lucy yang membuat Laura membuka mata."Jam berapa sekarang ?" tanya Laura serak khas bangun tidur."Sekarang sudah jam delapan, nyonya," jawab Lucy sambil tersenyum."Ah... Kasur ini benar benar membuatku jadi seorang pemalas," kata Laura sambil duduk dan bersandar di kepala ranjang."Aku telah membawakanmu sarapan," kata Lucy yang meletakkan nampan di pangkuan Laura.Laura mulai meminum jus nya dan menikmati sarapannya."Tuan muda telah berangkat, dia bilang ada jadwal operasi pagi ini, dan dia bilang nanti ada dr. James yang akan memeriksamu," kata Lucy yang hanya di tanggapi dengan anggukan anggukan kecil oleh Laura.Laura telah menyelesaikan sarapan dan juga telah bersiap, sekarang dia menuju lantai bawah dengan Lucy yang mendorong kursi rodanya.Laura merasa dirinya bagai seorang putri kerajaan dengan pelayanan yang sempurna."Di mana George? Eh maksut k
Laura POVKita berkendara menuju rumah Christian, ternyata rumahnya ada di pinggiran kota dan melewati jalanan dengan pemandangan yang menyejukkan. Aku duduk di belakang dengan Christian di sampingku, aku menyandarkan kepala ku di bahunya entah aku lelah atau memang ingin bermanja dengannya. Aku masih benar benar tidak menyangka kalau dia adalah Alex ku yang dulu, aku tidak bisa menyembunyikan senyumku saat mengingat fakta itu."Apa yang membuatmu tersenyum seperti itu Laura?" tanya Christian yang merangkul pundakku.Aku mendongakkan kepala untuk menatap wajahnya yang juga sedang melihatku."Aku hanya tidak menyangka kalau kau adalah Alex kecilku," kata ku dengan membelai rahangnya."Aku tahu memang aku berubah menjadi sangat tampan dan juga seksi," jawabnya dengan senyum jail.Aku hanya mendecih sebal dengan rasa percaya dirinya yang terlampau tinggi walaupun sebenarnya apa yang dikatakan memang sangat benar. Dia adalah jelmaan dewa yunani yang sangat sempurna. Dia sangat tampan, ka
Ini adalah hari ke tiga Laura di rawat di rumah sakit. Kondisi badannya sudah membaik, begitupun dengan kondisi psikisnya. Hanya saja dia belum bisa berjalan karena sebelah kakinya terkilir pas kecelakaan itu.Laura sudah mulai bisa diajak berbicara dan kadang juga tersenyum, tapi dia juga masih sering melamun sendiri.Selama tigahari ini tak sekalipun Christian meninggalkannya sendiri, bahkan Christian selalu memesan makanan pada layanan pesan antar hanya karna tidak mau meninggalkan dirinya. Jujur Laura sangat tersentuh dengan perlakuan Christian. Bagaimana dengan Matheo? lelaki itu tidak pernah menemuinya lagi sejak terakhir kali Laura mengusirnya dengan histeris, lagipula siapa juga yang peduli."Apa yang kau butuhkan sekarang Laura?" tanya Mellisa.Hari ini Christian meminta Mellisa untuk menemani Laura karena priaitu ada urusan sebentar."Aku hanya ingin keluar dari sini Mel, kebosanan bisa membunuhku," jawab Laura yang tak melepaskan pandanganya dari cendela."Hari ini kita ak
Laura menatap cendela di samping tempat tidurnya dengan tatapan kosong. Dia bagaikan raga tanpa nyawa.Sudah hampir tiga jam sejak dia terbangun dari pingsannya, dia hanya duduk di ranjang Rumah sakit dan seolah menikmati rintik hujan yang mulai turun.Flashback onLaura mulai membuka mata, dia mengerjapkan beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya yang masuk matanya. Laura mengernyit merasakan nyeri di kepala dan beberapa bagian tubuhnya."Kau sudah bangun, Sayang," kata Matheo yang menggenggam tangan Laura dan duduk di sebelah ranjang Laura."Pergi kau dari sini, aku tak butuh bajingann sepertimu," kata Laura lirih sambil menarik tangannya."Janin ku," kata Laura lirih lebih pada dirinya sendiri sambil menyentuh perutnya."Dia sudah pergi Sayang, maafkan aku," kata Matheo tertunduk.Tubuh Laura menegang, dia merasakan kesakitan yang tak terlihat, dia merasakan nyawanya bagai ditarik paksa dari tubuhnya."tiiidddaaaakkkkk... Perggiiiiiiii... Aaaaaaaaa....." teriak Laura histeris sepert
"Kau tampak lebih ceria sekarang Laura," kata Mellisa saat mereka makan siang di kantin Rumah sakit."Benarkah? Aku merasa biasa saja," jawab Laura sambil mengangkat bahunya acuh."Apakah kau bahagia sekarang?" tanya Mellisa."Entahlah, sejauh ini Matheo terlihat menjadi lebih baik," jawab Laura sambil mengaduk aduk makanannya.Tiba tiba ponsel Laura berbunyi dan terpampang nama Matheo disana."Hallo" jawab Laura."Apa kau sudah makan sayang?""Ya, ini sedang makan bersama Mellisa.""Oh baiklah, aku hanya tidak ingin kau telat makan, kau kan sedang hamil.""Iya aku mengerti.""Ah, satu lagi, nanti kau tidak usah menunggu ku pulang. Mungkin aku akan pulang larut malam, aku ada acara dengan teman teman ku di sebuah club malam. Aku tidak bisa mengajakmu karena aku takut kau lelah, tapi aku pastikan untuk pulang." "Baiklah, aku mengerti."Setelah itu Laura mematikan teleponnya."Sekarang tampaknya kalian lebih terlihat seperti suami istri," kata Mellisa dan hanya ditanggapi dengan senyum