Laura kembali ke kamar Mellisa setelah tadi Christian pamit untuk kembali ke apartemennya. Laura bergegas melihat ponselnya yang terus berdering, nama Matheo terpampang di sana.
"Kau di mana Laura? Aku sudah pulang daritadi dan kau tidak ada, apa kau tidak membawa ponselmu?puluhan kali aku menelpon tapi kau baru mengangkatnya," cerocos Matheo di sebrang sana.
'Apa apaan ini, harusnya aku yang marah, kenapa sekarang jadi dia yang marah' batin Laura kesal.
"Aku menginap di apartement Mellisa," jawab Laura sambil berjalan menuju balkon, menikmati angin musim semi sangat segar menerpa wajahnya.
"Pulanglah, aku menunggumu," kata Matheo tanpa basa basi dan langsung mematikan telephonenya.
Laura menatap layar ponselnya jengah, tapi bagaimana pun juga dia hanyalah seorang istri yang memang seharusnya ad di rumah saat suaminya pulang. Dia kembali masuk ke dalam kamar untuk mengemasi barangnya.
Laura tengah memasukka baju kotor kedalam tas, bersaan dengan itu, kamar terbuka. Terlihat Mellisa yang masuk ke kamar dengan membawa sekotak pizza di tangannya.
"Kau akan pulang, Laura? Padahal aku ingin mengajakmu bermalas-malasan hari ini." Mellisa mengangkat kotak tersebut dengan bibir mengerucut
"Maafkan aku, Mell... tapi Matheo sudah di rumah dan aku harus segera pulang," jawab Laura sambil mencium pipi sahabatnya itu, sebelum melenggang pergi.
Langkahnya setengah berlari keluar dari apsrtement Mellisa, langsung memasuki lift yang kebetulan telah terbuka. Tak lama dia sampai di lantai dasar, dan langsung keluar melalui lobby.
Laura berdiri di tepi jalan tidak jauh dari apartement Mellisa, sesekali dirinya melirik jam tangan dengan gelisah.
"Sial... Apa di hari minggu sopir taxi juga libur?" gerutunya dengan bibir mengerucut.
Karna terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri, Laura tidak sadar kalau sekarang ada sebuah mobil mewah yang berhenti tepat di hadapannya.
"Tidak baik melamun di pinggir jalan."
Suara seksi itu membuyarkan lamunan Laura, membuatnya mengerjap beberapa kali untuk memfokuskan penglihatannya saat ini. Sepertinya sekarang dia benar-benar yakin kalau dewa Yunani itu memang ada, dan berwujud sebagai pria yang sekarang tengah berdiri gagah di hadapannya.
Dia sedikit terpaku dengan penampilan Christian saat ini, walaupun sebenarnya pria itu hanya menggunakan outfit yang tak berlebihan. Sebuah kemeja polos sewarna langit bermodel fit body tampak sangat pas menempel di tubuh Christian, belum lagi tiga kancing teratasnya yang dibiarkan terbuka menambah kesan seksi.
Sekarang Christian tengah berdiri dengan tubuh yang bersandar pada bodi mobil, dengan kedua tangan tangan terlipat di dada. Pria itu lebih mirip seorang model papan atas daripada seorang dokter bedah.
Tatapan Laura beralih pada mobil sport berwarna silver stone yang menjadi sandaran pria itu. Sekarang dia mulai berpikir, apakah profesi seorang dokter bisa sampai membeli mobil semahal itu? Ah... entahlah.
Bahkan Laura sangat yakin ada jutaan wanita yang rela memohon untuk menjadi kekasih Christian, lantas berapa banyak wanita yang pernah bercinta dengan pria itu? membayangkannya saja Laura tak sanggup.
"Mengagumi ku, Lady?" tanya Christian dengan senyum manis, dan setiap wanita pasti akan tergila gila hanya dengan melihat senyum itu.
"Aku menunggu taxi," jawab Laura asal.
Christian terkekeh geli mendengar jawaban Laura yang seakan menyatakan dia butuh tumpangan.
"Masuklah," kata Christian sambil membuka pintu mobilnya.
Laura masih diam mematung, merasa ragu untuk menaiki mobil mewah itu. Sampai akhirnya tangan Christian mulai menariknya lembut untuk memasuki mobil.
Laura terlihat duduk dengan gelisah, hanya terus nenatap keluar jendela. Cara tersebut cukup ampuh untuk menghindari pesona Christian yang mungkin tidak akan mampu ditahannya. Tapi sepertinya pria itu memang sengaja ingin menggodanya, dengan memberikan belaian lembut di sebelah pipinya.
Laura refleks menoleh, mendapati tubuh Christian yang bergerak semakin mendekat ke arahnya.
"Kau sangat suka melamun ya?" tanya pria itu.
"Ti... ti... tidak... aku tak melamun."
Lagi-lagi Laura harus menahan nafas karna sekarang jarak wajah mereka hanya satu centi. Mata biru Christian seakan menembus iris hijau miliknya, membuat jantungnya berdebar tak beraturan.
"Bernafas lah Sweety, aku hanya memasangkan sabuk pengaman untukmu," kata Christian sambil terkekeh pelan saat melihat wajah Laura yang sekarang memerah.
Laura mengutuk tubuhnya yang selalu saja bereaksi berlebihan saat di dekat Christian.
Akhirnya mobil mulai melaju membelah jalanan kota yang cukup lenggang, dan tidak membutuhkan waktu lama untuk sampai di rumah Laura.
"Sepertinya dia sudah menunggumu," kata Christian setelah menepikan mobilnya tepat di depan rumah yang didomimasi warna putih itu.
Kini matanya menatap kearah seorang pria yang sedang asik menelpon di teras dan sepertinya masih tidak menyadari kedatangan mereka.
Laura segera turun setelah mengucapkan terimakasih. Langkahnya lebar untuk menghampiri Matheo di sana
"Matheo..." panggilan Laura.
Matheo berjingkat kaget dan langsung menutup telponnya.
"Kenapa kau tidak bilang kalau akan menginap ke tempat Mellisa, hem?" tanya Matheo sambil memasukkan ponsel ke dalam saku celana.
Laura hanya memutar matanya malas. Mungkin Matheo tidak sadar dengan apa yang dilakukannya semalam. Seharian tanpa kabar dan sekarang seenaknya marah kepadanya.
"Sepertinya kita pernah bertemu." Suara Christian mengalihkan perhatian mereka.
Laura menatap Christian yang sekarang berdiri di antara mereka, padahal dia pikir pria itu telah pergi.
"Apa kalian saling mengenal?" tanya Laura sambil mengerutkan kening. Berbeda dengan Matheo yang terlihat kaget melihat Christian ada di sana.
==**==
Laura menatapi suaminya dengan kesal. Entah sudah berapa lama Matheo hanya asik dengan ponsel, dan mengabaikannya.
"Apa benar kau pernah bertemu dengan Christian?" tanya Laura.
"Tidak pernah" jawab Matheo tanpa mengalihkan pandangan dari ponselnya.
"Apa ponselmu itu lebih menarik daripada aku?" tanya Laura dengan nada yang meninggi.
Matheo meletakkan ponselnya di atas nakas, lalu berbaring miring ke arahnya. Tangan Matheo bergerak untuk menyelipkan helaian rambutnya ke belakang telinga. "Tentu tidak Sayang, karena kau adalah istriku yang paling cantik."
"Math-"
"Hemm...." Tangan Matheo sekarang bergerak untuk membelai pipinya, terus turun melewati leher putihnya.
"Aku merasa kalau sekarang kau sangat jarang menyentuhku," ucap Laura sambil menatap wajah suaminya intens.
Matheo tersenyum kecil, dengan tangan yang masih berjalan menggoda permukaan dada Laura. "Aku hanya lelah, karena terlalu banyak pekerjaan."
Tiba-tiba Matheo menghentikan gerakan tangannya, padahal Laura sudah hampir mendesaah karenanya. "Sekarang tidur lah, Sayang, karena aku juga sangat mengantuk."
Laura merasa mungkin dirinya sangat membosankan dan tidak menarik, sampai-sampai Matheo sudah tidak ingin menyentuh dirinya. Dulu Laura mengira semua itu mungkin karena Matheo terlalu lelah seperti yang swlalu pria itu ucapkan, tapi nyatanya kejadian seperti ini terus terulang.
Laura memang bukan tipe wanita yang suka berpakaian seksii dan berdandan. Padajal Mellisa selalu mengatakan kalau dirinya memiliki tubuh proporsional yang cukup menggairahkan, tapi Laura tidak pernah merasa seperti itu. Dia merasa semua yang ada pada tubuhnya sangat jauh dari kata sempurna
#To be continueMalam ini Laura meminta Christian untuk menemaninya tidur di kamarnya. Niatnya hanya sekedar tidur kalau kalian ingin tahu.Christian berharap waktu berjalan lambat, dia sangat menikmati sikap manja Laura malam ini karena sangat jarang wanita itu mau menunjukkan sisi manjanya yang seperti ini. Biasanya gengsilah yang mendominasi.Laura merebahkan kepalanya di dada Christian yang telanjang dan memainkan jari nya membentuk pola pola abstrak di sana.Christian hanya bisa menggeram rendah menahan gairahnya yang sudah ingin meledak. Demi Tuhan, bahkan kaki Laura masih belum sembuh total dan dia sudah ingin menerkam wanita itu saat ini juga."Kau kenapa Christ?" tanya Laura saat menyadari tubuh Christian mulai menegang."Hentikan jarimu itu sayang, atau aku akan memakanmu sekarang juga," kata Christian dengan gigi bergemerutuk.Laura hanya terkikik geli saat menyadari Christian sudah terangsanng hanya karna sentuhannya.Laura mulai menghentikan jarinya karna tidak ingin menyiksa lelaki itu.
Laura mengerutkan kening dengan mata masih terpejam saat sinar matahari menerpa wajahnya."Good morning Laura." Terdengar suara Lucy yang membuat Laura membuka mata."Jam berapa sekarang ?" tanya Laura serak khas bangun tidur."Sekarang sudah jam delapan, nyonya," jawab Lucy sambil tersenyum."Ah... Kasur ini benar benar membuatku jadi seorang pemalas," kata Laura sambil duduk dan bersandar di kepala ranjang."Aku telah membawakanmu sarapan," kata Lucy yang meletakkan nampan di pangkuan Laura.Laura mulai meminum jus nya dan menikmati sarapannya."Tuan muda telah berangkat, dia bilang ada jadwal operasi pagi ini, dan dia bilang nanti ada dr. James yang akan memeriksamu," kata Lucy yang hanya di tanggapi dengan anggukan anggukan kecil oleh Laura.Laura telah menyelesaikan sarapan dan juga telah bersiap, sekarang dia menuju lantai bawah dengan Lucy yang mendorong kursi rodanya.Laura merasa dirinya bagai seorang putri kerajaan dengan pelayanan yang sempurna."Di mana George? Eh maksut k
Laura POVKita berkendara menuju rumah Christian, ternyata rumahnya ada di pinggiran kota dan melewati jalanan dengan pemandangan yang menyejukkan. Aku duduk di belakang dengan Christian di sampingku, aku menyandarkan kepala ku di bahunya entah aku lelah atau memang ingin bermanja dengannya. Aku masih benar benar tidak menyangka kalau dia adalah Alex ku yang dulu, aku tidak bisa menyembunyikan senyumku saat mengingat fakta itu."Apa yang membuatmu tersenyum seperti itu Laura?" tanya Christian yang merangkul pundakku.Aku mendongakkan kepala untuk menatap wajahnya yang juga sedang melihatku."Aku hanya tidak menyangka kalau kau adalah Alex kecilku," kata ku dengan membelai rahangnya."Aku tahu memang aku berubah menjadi sangat tampan dan juga seksi," jawabnya dengan senyum jail.Aku hanya mendecih sebal dengan rasa percaya dirinya yang terlampau tinggi walaupun sebenarnya apa yang dikatakan memang sangat benar. Dia adalah jelmaan dewa yunani yang sangat sempurna. Dia sangat tampan, ka
Ini adalah hari ke tiga Laura di rawat di rumah sakit. Kondisi badannya sudah membaik, begitupun dengan kondisi psikisnya. Hanya saja dia belum bisa berjalan karena sebelah kakinya terkilir pas kecelakaan itu.Laura sudah mulai bisa diajak berbicara dan kadang juga tersenyum, tapi dia juga masih sering melamun sendiri.Selama tigahari ini tak sekalipun Christian meninggalkannya sendiri, bahkan Christian selalu memesan makanan pada layanan pesan antar hanya karna tidak mau meninggalkan dirinya. Jujur Laura sangat tersentuh dengan perlakuan Christian. Bagaimana dengan Matheo? lelaki itu tidak pernah menemuinya lagi sejak terakhir kali Laura mengusirnya dengan histeris, lagipula siapa juga yang peduli."Apa yang kau butuhkan sekarang Laura?" tanya Mellisa.Hari ini Christian meminta Mellisa untuk menemani Laura karena priaitu ada urusan sebentar."Aku hanya ingin keluar dari sini Mel, kebosanan bisa membunuhku," jawab Laura yang tak melepaskan pandanganya dari cendela."Hari ini kita ak
Laura menatap cendela di samping tempat tidurnya dengan tatapan kosong. Dia bagaikan raga tanpa nyawa.Sudah hampir tiga jam sejak dia terbangun dari pingsannya, dia hanya duduk di ranjang Rumah sakit dan seolah menikmati rintik hujan yang mulai turun.Flashback onLaura mulai membuka mata, dia mengerjapkan beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya yang masuk matanya. Laura mengernyit merasakan nyeri di kepala dan beberapa bagian tubuhnya."Kau sudah bangun, Sayang," kata Matheo yang menggenggam tangan Laura dan duduk di sebelah ranjang Laura."Pergi kau dari sini, aku tak butuh bajingann sepertimu," kata Laura lirih sambil menarik tangannya."Janin ku," kata Laura lirih lebih pada dirinya sendiri sambil menyentuh perutnya."Dia sudah pergi Sayang, maafkan aku," kata Matheo tertunduk.Tubuh Laura menegang, dia merasakan kesakitan yang tak terlihat, dia merasakan nyawanya bagai ditarik paksa dari tubuhnya."tiiidddaaaakkkkk... Perggiiiiiiii... Aaaaaaaaa....." teriak Laura histeris sepert
"Kau tampak lebih ceria sekarang Laura," kata Mellisa saat mereka makan siang di kantin Rumah sakit."Benarkah? Aku merasa biasa saja," jawab Laura sambil mengangkat bahunya acuh."Apakah kau bahagia sekarang?" tanya Mellisa."Entahlah, sejauh ini Matheo terlihat menjadi lebih baik," jawab Laura sambil mengaduk aduk makanannya.Tiba tiba ponsel Laura berbunyi dan terpampang nama Matheo disana."Hallo" jawab Laura."Apa kau sudah makan sayang?""Ya, ini sedang makan bersama Mellisa.""Oh baiklah, aku hanya tidak ingin kau telat makan, kau kan sedang hamil.""Iya aku mengerti.""Ah, satu lagi, nanti kau tidak usah menunggu ku pulang. Mungkin aku akan pulang larut malam, aku ada acara dengan teman teman ku di sebuah club malam. Aku tidak bisa mengajakmu karena aku takut kau lelah, tapi aku pastikan untuk pulang." "Baiklah, aku mengerti."Setelah itu Laura mematikan teleponnya."Sekarang tampaknya kalian lebih terlihat seperti suami istri," kata Mellisa dan hanya ditanggapi dengan senyum