공유

DUNIA BARU

작가: Kumara
last update 최신 업데이트: 2021-05-12 09:32:50

Saat Aiza diantarkan sampai ke mansion, yang pertama dia temui adalah Ramon, rupanya Ramon sejak tadi sudah menunggu kedatangan Aiza. Tanpa ada terucap sepatah kata, Aiza langsung menghambur memeluk Ramon. Dan Ramon sendiri tanpa rasa canggung memeluk erat Aiza, luruh sudah kecemasan yang sejak tadi merasuki kepalanya.

Dia cium rambut Aiza, dia pindahkan tangannya dari rambut Aiza sampai ke pundak Aiza yang terbuka. Sampai tak sadar mereka telah berpelukan selama lebih dari satu menit. Dengan canggung, Ramon akhirnya melepas pelukannya lalu bertanya, "Kamu nggak apa-apa, Za? Dia apakan kamu?" tanya Ramon khawatir. Matanya sedikit berkaca-kaca. "Maaf Mas nggak bisa jemput kamu ke sana."

"Nggak apa-apa, Mas. Aiza paham, terima kasih sudah bergerak cepat menyelamatkan Aiza, Mas. Aiza belum sempat diapa-apain sama dia." Air mata meluncur mulus di pipi ASiza yang halus.

Pandangan mata Ramon tiba-tiba jatuh ke belahan dada Aiza yang terpampang. Dia kagok lalu dengan sikap sopan, dia lepas jaketnya kemudian dia pakaikan kepada Aiza. "Justru Mas belum berhasil menjaga kamu. Mas nggak nyangka Sarah bakal berkhianat kayak gini. Tapi Mas juga paham situasinya. Cuma ..., dia nggak aman lagi buat kamu. Kamu harus ikut sama Mas, ada tempat yang lebih aman untuk kamu, Za."

Aiza menggeleng takut. "Aiza nggak mau jauh dari Mas Ramon!"

"Kamu tenang aja, Mas nggak mungkin meninggalkan kamu, Za. Lagian, Levi sekarang nggak mungkin berani nekad, Mas udah bicara sama ayahnya sendiri."

"Apa yang Mas bicarakan? Apa yang membuat ayahnya mau membantu Mas?" selidik Aiza.

Raut muka Ramon sedikit berubah tegang, sebenarnya ada sesuatu yang mereka sepakati, sesuatu yang tak bisa diungkapkannya kepada Aiza tentunya. "Nggak usah dibahas, ya? Yang penting kamu baik-baik aja. Sekarang kita pergi." Ramon membukakan pintu mobilnya.

Aiza masih penuh tanda tanya, tapi tak mungkin apabila memaksa. Sepanjang di perjalanan, mereka terus membahas Sarah. Ramon sendiri mengaku tak bisa lagi memberi tumpangan kepada Sarah. Setidaknya itu kabar baik bagi Aiza. Saat ini ketimbang memikirkan nasibnya sendiri di tangan Levi, Aiza justru lebih fokus memikirkan Ramon yang akhirnya lepas dari jerat benalu Sarah. Tiap kali Ramon bertanya apa yang terjadi di rumah Levi, Aiza justru terkesan menutupi, dia tak mau mengingat-ingat lagi tragedi yang baru saja menimpanya. Ramon paham Aiza masih dalam trauma, dia pun tak mencoba untuk terus mengorek informasi. Dia ingin Aiza tenang dulu untuk hari ini, bersantai di tempat yang jauh dari hiruk pikuk kota.

***

Mobil mewah milik Ramon berhenti di depan sebuah rumah kecil yang cukup jauh dari pemukiman dan pusat kota. Rumah itu dikelilingi halaman berbunga luas, lengkap dengan pohon tinggi di halaman belakang sebelah kanan. Lebih tepat disebut bungalow ketimbang rumah normal pada umumnya.

Seorang pria yang memakai mantel mandi bercorak macan membuka pintu dan langsung mengeluh, "Kenapa sih Ramon ...? Kamu buat aku terseret soal ini ...?"

Ternyata rumah ini milik Bio. Ke sinilah Ramon membawa Aiza untuk mengamankannya, setidaknya untuk sementara sampai dia bisa memastikan Levi sudah jera dan tak akan meneror Aiza lagi. Senyum Aiza menghias wajah cantiknya yang lembut, dia cukup rindu pula dengan Bio, menurutnya Bio adalah pribadi yang menarik. Setidaknya jauh lebih baik ketimbang Sarah.

"Aku cuma butuh bantuan dikit, Yo ..., aku janji, aku bakal kasih dua kali lipat." Ramon nyengir kuda.

"Ini bukan soal uang, Bego! Ini soal nyawa. Kamu tau siapa Levi, aku ini siapa. Nggak ada orang lain yang bisa bantu kamu lagi emangnya, Yang ~?" Bio menggerutu manja, namun dia peluk juga Aiza sebagai gestur penyambutan.

"Ada aja, tapi sedikit yang bisa dipercaya. Aku percayakan dia sebentar sama kamu, ya. Nanti kalau kondisi udah kondusif, aku pasti bawa dia balik." Ramon memasang tampang memelas yang sulit untuk ditolak Bio.

"Ya kalau kamu udah muji-muji aku kayak gini ..., ada kepercayaan, gimana aku bisa nolak, sihhh ~?" Bio menggeram manja.

Ramon tersenyum lega. Dia beralih menoleh kepada Aiza. "Za, Mas pergi sebentar ya, nanti malam Mas jemput. Ada urusan mendadak yang harus dikerjain sekarang. Aku pergi dulu ya, Yo." Ramon tak sempat untuk mampir barang sebentar.

Sesaat Aiza ingin ikut, tapi Bio menahan tangan Aiza. "Kamu jangan cemas, di sini kamu aman, Manis. Biarkan dulu tuh yayang kamu pergi cari duit biar kalian jadi milyarder!" ujarnya sambil tertawa kecil.

Pipi Aiza bersemu merah bak tomat baru matang. "Mas Ramon bukan pacar aku, Kak ..." elaknya malu.

Sanggahan itu tak direspons Bio, ditariknya Aiza ikut masuk ke dalam rumah sejuknya yang berdinding setengah batu setengah kayu. Mata Aiza membulat kagum. Rumah Bio memang tak seberapa luas, bisa dikatakan kecil. Hanya ada ruang tamu dengan dua sofa mini yang terlihat hangat lengkap dengan TV, lalu dua buah kamar, serta dapur yang terhubung dengan ruang makan.

"Rumah ini cantik banget ..." desis Aiza memuji sungguh-sungguh.

"Bisa aja kamu, ah! Btw, kamu mau pakai gaun aneh itu terus? Nggak risih?" Telunjuk Bio tepat menunjuk ke arah belahan dada Aiza.

Aiza baru teringat dengan pakaian yang dia kenakan, dia belum sempat untuk berganti pakaian tadi karena langsung diantar Ramon ke sini. "Ya ampun! Aku masih pakai gaun terkutuk ini!" katanya agak kesal.

"Kamu nggak sempat bawa baju juga ya? Jangan khawatir, Sayang-kuh ..., bukan Bio namanya kalau nggak punya pakaian-pakaian cantik nan indah yang akan menggetarkan seluruh tubuh kamu!"

Bio membuka sebuah pintu kecil yang tadi abai dari pandangan mata Aiza. Rupanya di rumahnya, dia juga memiliki sebuah bilik tempat dia menyimpan pakaian, sepatu dan aksesoris, yang bisa dibilang mirip seperti toko busana. Dari berbagai merek, bermacam harga, motif, dan tahun keluaran variatif.

Namun anehnya, pakaian-pakaian yang ada di tempat itu tak hanya pakaian lelaki, tapi ada juga pakaian wanita. Kening Aiza jadi berkerut.

"Ini baju-baju siapa, sih? Kak Bio ini kerjanya apa, sih?" tanya Aiza heran.

"Kamu mau tau? Mau tau banget apa mau tau aja?" Bio berkedip usil.

"Serius ah, Kak!" Aiza penasaran tingkat tinggi.

"Banyak yang aku pegang, Sayang-kuh. Aku bisa menyenangkan kamu, aku juga bisa mempermak tubuh kamu! Aku ini peri cantik serba bisa!" Bio berujar penuh percaya diri sambil mengambil sembarang sebuah gaun summer manis dari gantungan terbuka. "Semua yang ada di sini cuma sedikit dari yang aku punya. Sebagian lagi ada di apartemen. Ini kuanggap cuma gudang. Nyaris nggak ada orang yang tau tempat persembunyian aku ini, tapi Ramon tau!" Dia agak menggerutu di akhir kalimatnya.

Aiza mengerti sekarang, rumah ini bukan rumah utama Bio, pantas saja Ramon membawanya kemari. Aiza mendesis kagum dalam hatinya, Bio pasti punya begitu banyak uang. Kenapa orang-orang ini bisa begitu kaya raya? Dari mana uang mereka? Apa yang mereka kerjakan? Aiza lagi-lagi diselimuti tanda tanya. Pertanyaan itu jawabannya masih samar.

"Kamu mau pakai ini?" Bio memamerkan sebuah gaun pendek yang agak seksi sepaha.

"Nggak, Kak ... Terlalu seksi, aku--"

"Sst!" Bio menahan bibir Aiza dengan jari telunjuknya. "Sekarang kamu ada di daerah kekuasaan Nyai Bio. Gaya kamu yang membosankan itu akan kusulap, Cinta. Kamu akan terlahir dengan pesona baru. Ini dunia baru kamu! Sudah waktunya kamu melupakan hidup lama kamu. Kamu mau terus di dekat Ramon, kan?" tanyanya membujuk.

Aiza mengangguk malu-malu.

"Kalau begitu ..., jadilah pribadi yang baru. Masuki dunia dia. Aku akan menuntun kamu. Hm?"

Tawaran itu sangat menggiurkan bagi Aiza. Kapan lagi dia secara terang-terangan diajak masuk ke dalam dunia Ramon. Sekalipun itu akan dibayar dengan dirinya sendiri, Aiza tak mungkin menolak.

"Sudah waktunya kamu meninggalkan identitas lama kamu. Dan hidup dengan cara kami." Bio tersenyum penuh makna.

이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요

최신 챕터

  • SWEETHEART MAFIA   PULIH

    Seminggu berada di Jakarta setelah menghirup udara bebas, Ramon dan keluarganya akan kembali ke Solo, tempat kediaman permanen mereka. Sebelum pulang, tentunya dia berpamitan lebih dulu dengan Leo dan Bio yang masih terus melanjutkan pekerjaan mereka."Jadi kamu yakin, betul-betul berhenti selamanya, Mon?" Leo bertanya hal yang sama entah untuk keberapa kali."Iya ... sekali nanya lagi, aku kasih kamu payung." Ramon masih berusaha untuk berkelakar walau ada kekosongan yang mengaga di hatinya, bukan mudah lepas dari bisnis yang sudah membesarkan nama dan memberinya begitu banyak kesejahteraan serta perbaikan kualitas hidup."Jadi, udah yakin nanti di sana kamu akan berbisnis apa?""Kenapa? Kamu mau modalin?" Ramon bertanya balik dengan iseng."Heh, aku tanya karena aku peduli!""Iya. Santai!" Ramon menepuk pundak Leo. "Kamu tenang aja, kamu tau aku, aku sekeras batu, hm? Ha ha! Aku pergi dulu ya! Jaga diri kamu, jaga tuh si Bio! Sesama jomblo

  • SWEETHEART MAFIA   UDARA BEBAS

    Lima tahun kemudian ...Hari yang telah lama dinanti Aiza telah tiba. Hari yang tiap saat dia sebut dalam doanya, dalam harapnya. Kini sudah di depan matanya bahwa saat indah itu telah datang pada akhirnya. Suaminya, Ramon akan bebas. Setelah lima belas tahun mendekam di balik sel jeruji besi, akhirnya mereka bisa kembali bersama ke rumah.Bu Marni, Bu Raras, serta Delima dan Cempaka bahkan jauh-jauh datang dari Solo untuk menjemput Ramon. Mereka siapkan makanan kesukaan Ramon, berikut kue-kue favoritnya.Sayangnya Leo dan Bio tak bisa hadir karena takut nantinya malah menimbulkan salah paham. Tersisa satu masalah, Aini.***"Belum ganti baju juga, Ni? Kita kan mau jemput Papa hari ini. Kan Mama udah bilang dari tadi malam, hari ini papa kamu balik." Aiza mengomel sambil merapikan kamar Aini yang sedikit berantakan.Gadis remaja yang baru duduk di bangku Sekolah Menengah Atas itu tampak cuek bermain ponsel pintar di atas tempat tidurnya yang

  • SWEETHEART MAFIA   ANAK SEORANG PENJAHAT

    "Aku minta maaf atas perkataan aku waktu lalu, tapi bukan berarti aku minta kamu untuk pindah lagi ke Jakarta, Za," ucap Ramon ketika Aiza datang menjenguk di pertemuan selanjutnya."Kalau nggak ada kata-kata manis yang bisa Mas ucap, jangan bicara. Mas tau sakit rasanya kalau usaha nggak dihargai," tegas Aiza."Maaf, Za ..."Dan sejak itu, Ramon tak pernah lagi bertanya kenapa Aiza masih begitu setia kepadanya, menunggu dia sampai betul-betul kembali. Tak perlu bertanya, cukup menerima saja.***Minggu berganti minggu, bulan berganti bulan, dan tahun berganti tahun. Delima resmi dipinang oleh kekasihnya ketika Aini menginjak usia enam tahun, dan Ramon belum juga selesai menjalani hukuman. Setahun berselang, Hasan juga menikah dengan seorang teman kampusnya, dan dia masih menjalankan TK yang telah ditinggal Aiza.Pernah sekali Ramon terpaksa harus diopname karena mukanya babak belur, dihajar habis-habisan oleh senior di penjara. Aiza menangi

  • SWEETHEART MAFIA   CINTA SUMBER SENGSARA

    "Kenapa muka kamu murung, Za?" tanya Ramon ketika dia datang menjenguk beberapa minggu kemudian.Aiza tergagap, tak tahu harus bagaimana menanggapi. Dia bahkan tak menyangka bahwa wajahnya terlihat jelas menunjukkan bahwa ada sesuatu yang sedang mengganggu pikirannya."Hah? Aku? Ah, nggak kok, Mas. Nggak kenapa-napa, kok." Aiza menutupi keresahannya sendiri."Aku dengar ada guru baru di TK yang kamu kelola. Siapa namanya? Hasan?"Jantung Aiza langsung berdegup kencang, ternyata kabar ini sudah sampai ke telinga Ramon. "Buat apa Mas bahas dia? Kenapa Mas jadi penasaran?""Aku dengar dia dekat sama kamu.""Terus?" Aiza terdengar tak senang. "Mas, waktu jenguknya sebentar, tolong jangan bahas orang lain.""Jangan marah, Za. Mas kan cuma penasaran aja, siapa dia? Dan kenapa kalian jadi dekat. Nggak masalah juga kalau kamu nyaman berada di dekat dia.""Maksud Mas ngomong begini apa sih?""Za, coba kamu pikir-pikir lagi. Apa n

  • SWEETHEART MAFIA   HASAN

    Walau tak ada Ramon di sisinya, Aiza tak mau melalui hari-hari dengan keterpurukan dan kesedihan, perlahan dia bangkit dan menata ulang hidupnya. Ibu dan ibu mertuanya sibuk mengurus perkebunan sementara Aiza dibantu Delima dan Cempaka membangun sebuah TK kecil di lahan kosong di samping rumah ibu mertuanya. Prasekolah itu terbuka gratis untuk anak-anak yang kurang mampu. Guru-guru yang dipilih pun adalah mahasiswa dan mahasiswi sekitar yang tengah membutuhkan pekerjaan sambilan meski dengan gaji yang terbilang rendah, nyaris bisa disebut relawan.Dengan kehadiran banyak bocah di sekelilingnya, rasa sepi di hati Aiza sedikit terusir. Meski tak sepenuhnya dia mampu untuk selalu bersikap positif, terutama saat dia khawatir, jika Ramon tengah sakit, jika Ramon tidak tidur nyenyak atau saat Ramon begitu merindukan keluarganya. Kadang Aiza sendiri merasa tak adil apabila mengingat dia baik-baik saja sedang suaminya entah bagaimana di balik jeruji besi. Tapi mau bagaimana lagi, itu

  • SWEETHEART MAFIA   BERPISAH SEMENTARA

    "Jadi kamu akan berangkat ke Solo sore ini?" ulang Ramon, sudah lebih dari dua kali dia bertanya."Apa nggak ada hal lain yang mau Mas bilang?" protes Aiza, alisnya mengerut.Sejak berada di penjara, sikap Ramon sangat berbeda. Dia tak banyak bicara, tak banyak menunjukkan ekspresi, entah karena dia tak mau membuat Aiza cemas atau memang dia menyimpan ribuan perasaan untuk dirinya sendiri, tapi hal itu memicu rasa gemas dalam hati Aiza, dia ingin Ramon berterus terang tentang perasaannya.Tangan Ramon meraih punggung tangan Aiza. "Hati-hati di jalan, salam sama Ibu, Delima, Cempaka. Bilang kalau Mas baik-baik aja.""Kalau mereka nanti minta ketemu gimana?"Ramon menggeleng. "Nggak. Jangan, Mas nggak mau mereka terlibat hal ini. Sudah cukup, kita harus berhenti di sini. Sekarang, pulanglah, Mas juga harus balik ke sel." Ramon beranjak dari kursinya.Sikap cuek yang ditunjukkan Ramon justru membuat Aiza tambah geram. "Mas Ramon!!" teriaknya ke

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status